"Ya, sudah kita ke Antapani dulu. Saya beres-beres dulu, oh, ya kamu bawa baju ganti kemarin?"
"Bawa di tas, selalu begitu. Akang juga begitu, kan?"
Dengan rasa ingin tahu besar, kami turun ke bawah di mana rak sepatu ada di salasar. Ada sepatu kami dan kering, Â padahal seharusnya basah karena hujan.
Kemudian kami berdua turun dan di lobi tidak ada orang. Hebatnya ada televisi menyala menyiarkan sebuah film yang pernah aku tonton.
"Kamu tahu siapa yang mengangkat kita ke sini dari ketinggian. Butuh banyak orang?" tanyaku.
"Hantu? Ha..ha..ha," Dia tertawa khasnya. "Aku sih kadang percaya ada dunia gaib. Tapi hanya orang tertentu bisa. Mereka kadang punya energi yang bisa menggerakan benda."
"Kalau aku sih punya pandangan lain. Bagaimana kalau ada mahluk tidak kasat mata, yang sebetulnya sudah lama bersama kita?"
"Alien? Mungkin juga, Kang! Tapi lebih mungkin juga ada Tim SAR menemukan kita dan tahu Akang ada di Hotel Backpacker Braga,"
"Iya sih Sun, tetapi mengapa nggak ke rumah sakit dan memberitahu keluarga kita?"
Dia juga menyandang tas ransel seperti saya. Â Kami sudah ada di trotoar Jalan Braga. Di dekat situ ada Restoran Braga Permai, yang tak jauh dari hotel Backpacker. Â Hanya saja terlihat buka, tapi tidak ada orang dan tempatnya bersih seperti tidak ditinggalkan.
Lalu kami melihat minimarket yang buka di Minggu pagi ini, tidak ada orang. Â Lalu kami mengambil minuman kaleng susu cair dan masing-masing sebotol air mineral. Â Aku ingin membayar, tapi Sundari mendahului.