Pimpinan Utama Perlawanan
Selain Pangeran Hidayatullah pemimpin perlawanan utama di antaranya,
Pangeran Antasari, Pangeran Antasari memiliki nama asli Gusti Inu Kartapati yang lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 1797. Â Antasari dibesarkan dalam lingkungan Kesultanan Banjar. Â Ayahnya merupakan Pangeran Masohut (Mas'ud), sedangkan ibunya Gusti Hadijah. Pangeran Antasari memiliki adik perempuan bernama Ratu Antasari (Ratu Sultan).
Aktivitasnya sebelum Perang Banjar hanyalah pemilik tanah lungguh di Muara Mangkauk sampai daerah Wilayah dekat Rantau. Tanah miliknya menghasilkan kurang lebih 400 gulden dalam setahun. Dia berkedudukan di Antasan Senor di Martapura.
Jika dilihat dari garis keturunannya, Pangeran Antasari sebetulnya adalah pewaris Kesultanan Banjar dari garis Sultan Kuning, yang kehilangan takhta setelah kekuasaannya terputus pada pertengahan abad ke-18. Itu terjadi karena adanya konflik internal kerajaan. Akibatnya, hak atas Banjar beralih ke garis keturunan Pangeran Hidayatullah.
Diceritakan dalam Republik Indonesia: Kalimantan terbitan Kementerian Penerangan, 1953 pemerintah kolonial yang sudah mengetahui garis keturunan Pangeran Antasari, memutuskan melengserkan Sultan Tamjid dan mengangkatnya menjadi sultan baru. Namun Pangeran Antasari menolak. Dia lebih menghendaki Pangeran Hidayatullah duduk di takhta Banjar.
Pimpinan utama berikutnya ialah  Tumenggung Surapati, kepala suku Dayak Bakumpai-Siang yang memihak kepada Pangeran Antasari. Dia kemudian  menjadi panglima perang dalam Perang Barito yang merupakan bagian dari Perang Banjar.
Demang Lehman lahir di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada 1832. Diceritakan Tamar Djaja dalam Pustaka Indonesia: Riwajat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air, ia terlahir dengan nama Idis. Nama Demang Lehman sendiri didapat setelah ia masuk ke dalam lingkungan Kesultanan Banjar sebagai pengikut Pangeran Hidyatullah.
Tumenggung Abdul Jalil. Nama lahirnya Jalil, kemudian bergelar Tumenggung Macan Negara(nama populer Tumenggung Jalil),, kemudian bergelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja (lahir di Kampung Palimbangan, Hulu Sungai Utara tahun 1840.Â
Jalil gugur di Benteng Tundakan, Balangan pada  24 September 1861 pada umur 21 tahun) adalah panglima perang dalam Perang Banjar dengan basis pertahanan di Banua Lima, pedalaman Kalimantan Selatan. Jalil merupakan seorang jaba (Banjar: bukan berdarah bangsawan) tepatnya seorang jawara.
Penghulu Rasyid (lahir di desa Telaga Itar tahun 1815 -- meninggal di desa Banua Lawas, 15 Desember 1861 pada umur 46 tahun) adalah salah seorang di antara sejumlah ulama Islam yang bangkit bergerak berjuang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dalam Perang Banjar. Ayah dari Penghulu Rasyid bernama Ma'ali adalah penduduk kampung Telaga Itar. Rasyid diperkirakan lahir sekitar 1815.