Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Banjar 1859-1862, Suksesi, Perdagangan dan Batubara

21 Februari 2021   18:28 Diperbarui: 21 Februari 2021   18:45 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kapten De Roy van Zuijdewijn tiba di sana pada 25 September dengan pasukan dan artileri, Van Vlot maju ke Ramonia (Tandjong Allang), di mana dua pasukan perlawanan berada. Luchtmans G Van Vlot memberi perintah kepada Kapten Labaar untuk menarik benteng besar di sebelah kiri dengan penjaga depan.

Letnan satu Schade van Westrum harus menyeberangi sungai dengan 40 orang dan mengitari benteng yang lebih kecil di sebelah kanan. Pada waktu itu  Letnan van der Hoek menerima tembakan fatal di dada; dalam waktu singkat kolone memiliki 2 orang tewas, 8 serius dan 12 luka ringan, dan musuh yang terlindungi dengan baik terus mempertahankan menembak  dari celah di tembok pembatas.

Pasukan Belanda  maju ke Gunung Tongka, setelah itu pertentangan berat pertama dihadapi di kampung Pelarie. Dalam anggapan bahwa benteng di Bukit Tongka setinggi 200 meter itu belum terisi dengan kuat, Van Vleet langsung memutuskan untuk mencoba menyerbu, tetapi dihentikan oleh penanaman di punggung bukit yang lebat.

Seorang tentara Demang Lehman melepaskan tembakan dan Van Vleet terkena salah satu tembakan pertama. De Roy van Zuijdewijn diperingatkan dan menemukan Van Vleet sekarat." Katakan pada Mayor Verspyck bahwa aku merasa seperti prajurit yang baik adalah kata-kata terakhirnya," katanya. Van Vleet tewas.

Namun pasukan perlawanan mengundurkan diri dari benteng.

Jalannya Perang pada 1862

Pada 1862  secara militer Belanda menunjukan keunggulannya. Sumber Belanda menyebutkan awal 1862 Hidayat sebetulnya akan menyerah; dia menyatakan bahwa dia siap untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuknya. Tetapi pada malam  3 Februari 1862, Hidayatullah tiba-tiba meninggalkan Martapura bersama istri dan pengiringnya, di bawah pengaruh Pangeran Antasari.

Dua pasukan, dipimpin oleh Kapten Engel dan Schepens, dibentuk untuk menangkap Demang Lehman dan membawa kembali Hidayatullah. Langkah-langkah yang sekarang diambil begitu efektif sehingga Hidayat tidak mungkin melarikan diri dan penduduk tidak berani memberontak lagi.

Dalam buku "Pegustian dan Temanggung: Akar Sosial, Politik, Etnis dan Dinasti, Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906 (2014)" karya Helius Sjamsudin, menuturkan pihak Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dengan menyekap keluarga Pangeran Hidayatullah II. Mereka juga meminta Pangeran Hidayatullah II untuk keluar dari persembunyiannya.

Dengan terpaksa, Pangeran Hidayatullah II harus keluar dari persembunyiannya untuk menyelamatkan keluarganya. Namun sesampainya di Istana, Pangeran Hidayatullah II ditangkap Belanda dan diasingkan menuju ke Cianjur.

Antasari, Demang Lehman, Tumegung Surapati Melawan Sampai Akhir Hayat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun