Kini aku bisa salat dengan orang-orang Titanium, termasuk Bagus, Atep dan Zia. Kapten Ginanjar jadi imam. Ada berapa orang Pasir Batang dan Kabandungan juga ikut.
                                              Â
Tika Dayanthi menyanyikan lagu cinta yang diplesetkannya menyindir aku terpikat Purbasari. Muka aku dan Purbasari merah mukanya. Tetapi Bagus dan Purbaendah tenang-tenang saja di sudut sambil meneguk minuman. Padahal sindiran juga untuk mereka.
Yang membuat aku geli, semua perempuan di sini bergaya rambutnya walau pakaiannya Pasir Batang dan menarinya juga energik. Pasti ajaran Rima Talisa. Begitu juga perempuan-perempuan dari Kabandungan. Â Samuel diajak berdansa oleh Jane Tamahela, milisi Kabandungan. Â Dia sudah bertemu jodoh rupanya.
Hanya Raya yang tampak menyendiri dan dingin. Â Tetapi dia menyaksikan dengan tekun. Apalagi ketika Zia naik panggung dan mulai ngerock.
Tamu dari Kabandungan tertengun. "Kami pernah mendengar lagu itu  dari sebuah toko, tak sengaja menekan tombol! Sebuah grup musik dari Ujungbereung!" sahut seorang tamu.
Setelah Zia menyanyikan tiga lagu. Bagus dan Purbaendah berbisik pada MC, yang kebetulan dijabat oleh Purbadewata. "Ah, yang benar? Anjeun mau menyanyi?"
Purbaendah naik ke panggung dan menyanyikan sebuah lagu yang pernah aku dengar di Titanium. Pasti Bagus yang mengajarkan atau Zia? Namun itu bukan lagu Zia dan setahu saya Bagus juga penggemar Zia.
Purbaendah menyanyikan lagu ini dengan lagu yang manis, bertema cinta dengan ceria tentang seorang perempuan salah tingkah. Â Kosa kota yang tidak dikenal perempuan Pasir Batang, tetapi orang Kabandungan ada yang tahu.
"Ambu akui, dia sangat pintar," kata Ambu padaku.