Purbasari mencolek aku. "Persib?"
Aku mengangguk. Kami duduk di sofa makan mie kocok sambil pertandingan Persib.
"Lah, ada Atep Firman?" celetuk Samuel.
"Otentik," jawab Atep.
"Mengapa tidak kerja sama kalau kalian membuat pesawat antariksa Manuk Dadali?" aku langsung bertanya sambil melihat Atep mencetak.
"Goooolll!" seru kami sama-sama.
"Sayang, kasih gambar itu pada mereka," pinta Bagus.
Purbaendah memberikan sebuah gulungan kertas. Aku dan Samuel membukanya sambil melihat pertandingan. Â Gambar pesawat ruang angkasa berbentuk Garuda dengan skalanya. Â Panjangnya seratus dua puluh meter dari ekor ke kepala, lebar bodi dua puluh lima meter dan tinggi bodi dua puluh meter. Â Rentang sayap masing-masing lima puluh meter dengan lebar lima belas meter, dengan tinggi kaki dan cakar sepuluh meter. Â Pesawat itu sepertiga pesawat transportasi pertama pionir Prenger yang mengangkut ribuan orang dari Gedebage berikut perlengapannya.
"Ah, gila ini seperti mengangkut satu kampung, apa muatannya?" Samuel berdecak kagum. "Lalu bagaimana benda sebesar itu disembunyikan di Kota Bandung? Kamuflase? Ah, tetap tidak mudah."
"Nanti kalian tahu," jawab Purbaendah.
Dia kemudian menyerahkan lagi sebuah denah. Ternyata Maung Bandung.  Panjang tujuh meter dengan lebar  120 cm dan tinggi berikut kaki tiga meter.