Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Anna Lola

1 Juni 2016   18:19 Diperbarui: 2 Juni 2016   16:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih termanggu. Mulyadi masuk dengan senapan. Anna, Hasan dan dua orang Bantam lainnya, terpaksa menyerah.

“Saya sudah membuntuti kamu sejak dari Stasiun Depok. Nona itu terlibat,” kata Mulyadi. “Ayo kita bawa ke polisi.”

Daag Ruud, kita tak akan bertemu lagi,” ujar Anna dengan pandangan sinis. “Paling-paling saya dipulangkan ke Belanda. Orang Bantam ini digantung. Tetapi mereka tidak takut mati.”

Saya mengambil revolver dari balik baju saya, ikut menodong. Schout Vermeuleen semakin mempercayai saya. Punya naluri. Tetapi ada sesuatu terlintas di kepala saya. Dalam perjalanan keluar kebun, saya mengarahkan revolver dari sepatu saya dan menembak Mulyadi yang ada di depan saya . Terdengar tembakan. Mulaydi terjengkang. Orang Bantam lain bergerak cepat, mereka menyabetkan golok ke Mulyadi hingga terkapar.

Anna Lola terkejut. Tetapi tersenyum.

“Saya membunuh untuk kamu. Entah apa yang harus saya laporkan ke Schout,” kata saya.

“Laporkan apa adanya,” kata Anna lola.”Bilang kamu hendak menangkap Hasan yang hendak menculik saya bersama anak buahnya, tetapi gagal dan serdadu ini membantu. Oh, ya, yang membunuh serdadu Jawa itu Kamil, orang Banten lain di kebun itu. Kamu kira kami bodoh Ruud, revolver kamu sudah saya kosongkan. Tak perlu merasa berdosa, kamu tidak pernah membunuh.”

Kamil keluar dari semak-semak. Mulyadi terlalu ceroboh dan tidak memanggil bantuan. Mungkin dia juga percaya sama saya. Berdua cukup.

Anna Lola? Sialan perempuan ini. Akhirnya terjawab mengapa dia berani sendirian ke Depok. Dia sudah buat pagar manusia pengamannya selama bertahun-tahun. Dalam gerbong inlander itu ada teman dia yang lebih dipercaya dibanding dia ada di gerbong orang Eropa. Cara dia melakukan pengamanan lebih ampuh dari pasukan Belanda karena pengawalnya tak kentara. Lalu dia menghampiri Hasan.

“Kita terpaksa berpisah. Ini ada dua puluh gulden. Kalian bertiga ke Priangan Selatan. Suatu hari kita bertemu di Tasik.”

Hasan mengangguk. Anna menggenggam tangannya erat-erat tanda bersahabat. Mereka berpisah. Kemudian saya memapah Anna seolah-olah baru menghadapi sesuatu. Polisi di dekat stasiun berhamburan ke arah kami. Baju kami kotor dengan tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun