Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Anna Lola

1 Juni 2016   18:19 Diperbarui: 2 Juni 2016   16:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nona Lola pernah bersama satu kereta api. Dia menemui seorang laki-laki di Depok,” ujar Jiran.

“Londo? Slam? Cina? Jawa?” tanya saya.

Bek Jiran menggeleng. “Mungkin juga sinyo Depok. Saya hanya melihat dari kejauhan,” sahut Jiran.

Cemburu? Mungkin. Pada Andre dan Bart saya tidak cemburu, karena saya tahu sikap Anna Lola: tak lebih dari teman. Tetapi bagaimana dengan seseorang di Depok? Tetapi saya tidak berani menanyakan hal itu pada Anna Lola. Pensaran? Tentu saja. Dia tak pernah cerita soal Depok. Tetapi ibu saya cerita Tuan Tray punya tanah di situ yang mengurus masih famili-nya Anna, Shonder namanya. Namun Shonder sendiri malah jarang ke sana. Yang kerap datang malah Anna.

Akhirnya rasa pensaran tidak tertahankan lagi. Saya ikuti Anna sehabis dia mengikuti misa gereja. Saya memilih duduk di gerbong kereta yang ada di belakangnya. Ruud, cintakah kamu pada dia? Pada schout kamu bilang sedang melakukan penyelidikan adanya kawanan orang jahat yang merencanakan perampokan, hingga saya leluasa. Bahkan diberikan uang saku.

Hari ini penampilannya agak aneh. Dia memakai celana sans kulot seperti laki-laki. Lalu dia memakai topi bak onderneimer. Sepintas dia seperti laki-laki. Dia menggunakan sepatu boots. Sepertinya dia hendak ke hutan. Anna, apa yang hendak kamu lakukan? Berani sekali dia ada di gerbong yang penuh pribumi. Tapi tak ada yang menganggu dia. Malah dia mengeluarkan gelang emasnya dan memasukannya ke saku.

Sekitar satu jam perjalanan dari Gambir, kereta kami tiba di stasiun Depok. Anna Lola berjalan agak tergesa-gesa. Seorang laki-laki Slam mengikuti dia. Saya meraih revolver dalam saku takut kalau laki-laki itu hendak berniat jahat. Oh, tidak Anna Lola malah berbicara padanya entah untuk apa. Pantas dia berani, ada yang mengawalnya. Mungkin seorang jagoan yang ia kenal. Mereka kemudian naik dokar.

Saya menyewa sebuah dokar lainnya dan meminta kusirnya mengikuti dokar Anna. Dokar yang mereka tumpangi tiba di sebuah kebun yang agak terpencil. Di sana dia ditunggu seorang Slam lain. Saya juga turun dari dokar dengan jarak seratus meter dan membayar dokar itu lebih dari ongkosnya.

“Hati-hati, Tuan, tempat itu suka ada begalnya,” nasihat sang kusir.

Berani Anna Lola rupanya. Seorang gadis Indo ditemani orang Slam masuk ke daerah begal. Polisi seperti saya harus berhitung. Saya menyaksikan di kebun itu ada sebuah pondok. Di sana Anna Lola menemui seorang Slam lainnya. Kakinya tampak buntung. Dia pakai penyanggah dari dahan pohon. Saya mengintai dari balik pohon pisang. Tiba-tiba seorang menarik tubuh saya. Seorang laki-laki Jawa.

“Tuan, mengapa di sini? Tahukah Tuan siapa laki-laki di gubuk itu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun