Gentrifikasi yang terus menggeliat telah menggusur banyak lahan produktif di Indonesia. Tanah yang sebelumnya menjadi lumbung pangan kini berganti fungsi menjadi kawasan pemukiman, industri, atau infrastruktur lainnya.Â
Dalam kondisi ini, Bank Tanah hadir sebagai angin segar yang menawarkan solusi terhadap ancaman ketersediaan lahan untuk ketahanan pangan.
Fenomena ini juga terjadi di Kota Metro, Lampung. Bentangan lahan hijau yang dulu dipenuhi tanaman padi perlahan berubah menjadi deretan tembok pemukiman.Â
Transformasi ini, jika dibiarkan tanpa kendali, akan mengancam keberlanjutan ketahanan pangan masyarakat.
Melalui pengelolaan dan penguasaan lahan yang terorganisasi, Bank Tanah dapat menjadi instrumen penting dalam menjaga fungsi strategis lahan produktif.Â
Salah satu peran utamanya adalah melindungi lahan-lahan yang dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam, terutama tanaman pokok yang menjadi kebutuhan konsumsi sehari-hari.Â
Dengan demikian, Bank Tanah dapat menjadi solusi nyata dalam menghadapi tantangan gentrifikasi yang semakin meluas.
Jika lahan terus berkurang akibat alih fungsi untuk pemukiman, ancaman kelaparan bukanlah sesuatu yang mustahil.Â
Oleh karena itu, Bank Tanah harus memastikan ketersediaan luasan lahan yang memadai untuk mendukung aktivitas pertanian.
Langkah ini penting agar kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi, sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.
Lebih jauh, Bank Tanah dapat mengadopsi strategi akuisisi lahan secara berkelanjutan, misalnya dengan menambah luasan lahan produktif setiap tahun berdasarkan proyeksi kebutuhan pangan masyarakat.Â