Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertarungan yang Menentukan

26 April 2020   22:35 Diperbarui: 27 April 2020   09:36 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iustrasi (sumber: depositphotos.com)

Sampai di kamar mandi, tubuh besar itu disandarkan di dekat toilet. Aku membantu mengambil segayung air dan membasuhkan ke wajahnya. Secara perlahan Yusuf pun siuman dan bangkit dari pingsannya.  

Lepas salat Asar, aku meneruskan niatku untuk mendatangi Akbar. Semula aku sempat ragu setelah melihat kelakuannya terhadap Yusuf. Namun, aku berpikir inilah kesempatanku.  

Aku datangi Akbar yang sedang berdiri sendiri di salah satu sudut ruangan. Dia terlihat sedang membaca sebuah buku dengan agak serius.

"Kenalkan Bang, nama saya Bahar Malaka. Orang biasa memanggilku Bahar," ujarku memberanikan diri sambil menyodorkan tangan kananku untuk menyalaminya. 

"Akbar," jawabnya singkat sambil menatapku penuh curiga.

"Abang bisa karate ya? Tadi hebat sekali memukul Yusuf langsung KO," kataku lagi berusaha menjalin percakapan.

"Iya. Saya sudah lama belajar karate. Di Maroko, saya punya dojo. Murid-murid saya banyak. Sekarang saya sudah sabuk hitam," ujar Akbar padaku.

Sabuk hitam? Pantesan saja tadi dia jago berkelahi, gumam dalam hati. Kalau aku melawannya, pasti nasibku gak akan jauh dari si Yaman, gumamku lagi.

"Abang kan jagoan. Saya mau belajar dengan Abang. Bagaimana kalau nanti kita latihan tarung di ruangan ini, di depan teman-teman?" ujarku padanya.

Akbar memandangku penuh pertanyaan. Dia mungkin sedang berpikir, apa maksud dan tujuanku mengajaknya komite denganya. Dia tak tahu kalau ini hanyalah akal-akalanku saja. Mana mungkin aku menang kalau berkelahi sungguhan dengannya. Bobot badannya saja dia jauh lebih besar dariku. Tujuanku sebetulnya sederhana yaitu ingin menarik perhatian penghuni lain yang pernah menyepelekanku agar mereka segan padaku dan menganggap  aku seorang pemberani.

Tampaknya Akbar gengsi kalau menolak ajakanku. Apa kata penghuni tahanan di ruangan kami kalau dia sampai tak berani menerima tantanganku. Akhirnya dia setuju untuk melakukan komite besamaku disaksikan semua penghuni tahanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun