Tentu saja aku tak percaya dan masih meragukan pengakuan mereka. Aku sengaja tak membuka rahasiaku kalau aku ini berasal dari zaman milenial di tahun 2019. Â
"Hai prajurit, kita sekarang sedang berada dimana?" tanyaku pada mereka.
"Begini Tuan. Selepas penyerangan terhadap markas VOC di Batavia, pasukan kita kalah. Banyak prajurit yang gugur. Saat itu pasukan kita terpojok. kami berdua dan Tuanku mendapat serangan gencar dari pasukan VOC.
Dalam pertempuran jarak dekat, kita terkepung dan Tuanku terkena pukulan bertubi-tubi dari pasukan VOC. Tuanku pingsan dan kami pun menyerah. Sekarang kita menjadi tawanan VOC Tuanku," kata salah seorang yang berpakaian prajurit itu menjelaskan. Â Â Â
"Ya, Tuanku. Menurut desas-desus yang kami terima, besok kita akan dihukum mati Tuanku," kata orang berpakaian prajurit yang satu lagi.
"Begini saja. Malam ini kita kabur," ujarku tiba-tiba pada mereka.
Ide itu muncul begitu saja tanpa aku pikirkan sebelumnya. Â
"Tapi Tuanku, penjagaan di sini ketat sekali. Bagaimana kita bisa kabur tanpa senjata dan bala bantuan?" jawab salah seorang dari berpakaian prajurit itu.
"Aku punya ide. Â Nanti aku akan pura-pura sakit. Lalu kalian memanggil petugas jaga. Saat mereka datang, kita bunuh mereka dan kita rebut senjatanya," ujarku pada mereka.
Mereka berdua mematuhi apa yang kuperintahkan. Tampaknya aku sekarang benar-benar merasa menjadi seorang pembesar negeri. Buktinya omonganku dituruti mereka dengan rasa hormat selayaknya aku ini memang benar-benar Dipati Ukur.Â
Aku pun pura-pura mengerang seolah-olah sedang kesakitan, sambil terbaring dan memegang perutku. Suasana tentu sedikit gaduh. Kedua prajurit itu memanggil-manggil petugas dengan bahasa Belanda yang kumengerti.Â