Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Buku Tua di Perpustakaan

21 April 2020   03:25 Diperbarui: 21 April 2020   03:45 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku langsung terjerembab di tepian parit. Senjata yang ada di tanganku pun terpental dari genggaanku. Sayup-sayup terdengar langkah sepatu boot mendekatiku dan suara orang berbahasa Belanda yang tak kumengerti artinya.  Pandanganku tiba-tiba gelap dan jiwaku seperti terlepas melayang ke angkasa. Selanjutnya aku sudah tak ingat apa-apa lagi.

*** 

"Dedeeeen, banguuuun .....Ayo banguuuuun!" terdengar suara beberapa orang yang memekakkan telingaku.

Ya Allah, dimana aku sekarang? Bukankah aku tadi sudah mati?  pikirku dalam hati sambil mengusap-usap kedua mataku.   

"Eh, ini dimana" Ada pa kok rame-rame begini?" ujarku bingung pada sekelompok remaja berpakaian SMA yang mengelilingiku.

"Makanya kalau dikasih tugas itu kerjakan dengan benar. Jangan tidur melulu Den!" ujar Ajeng, teman sekelasku yang berparas paling cantik.

"Cuci muka sana ...hua..ha..ha...," ledek Asep, ketua kelasku dengan banyolannya yang khas.

Aku mencoba bangkit dari tempatku duduk. Kulihat buku tua berwarna coklat berbahasa Belanda itu masih ada dimeja. Sejak tadi kata mereka aku tertidur beralaskan buku itu.

Aku pun tak bisa berkata-kata apa-apa lagi, kecuali diam dan merahasiakan apa yang kualami ini. Aku tidak mau dianggap gila dan banyak menghayal oleh teman-temanku sendiri.

*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun