Aku langsung terjerembab di tepian parit. Senjata yang ada di tanganku pun terpental dari genggaanku. Sayup-sayup terdengar langkah sepatu boot mendekatiku dan suara orang berbahasa Belanda yang tak kumengerti artinya.  Pandanganku tiba-tiba gelap dan jiwaku seperti terlepas melayang ke angkasa. Selanjutnya aku sudah tak ingat apa-apa lagi.
***Â
"Dedeeeen, banguuuun .....Ayo banguuuuun!" terdengar suara beberapa orang yang memekakkan telingaku.
Ya Allah, dimana aku sekarang? Bukankah aku tadi sudah mati? pikirku dalam hati sambil mengusap-usap kedua mataku.  Â
"Eh, ini dimana" Ada pa kok rame-rame begini?" ujarku bingung pada sekelompok remaja berpakaian SMA yang mengelilingiku.
"Makanya kalau dikasih tugas itu kerjakan dengan benar. Jangan tidur melulu Den!" ujar Ajeng, teman sekelasku yang berparas paling cantik.
"Cuci muka sana ...hua..ha..ha...," ledek Asep, ketua kelasku dengan banyolannya yang khas.
Aku mencoba bangkit dari tempatku duduk. Kulihat buku tua berwarna coklat berbahasa Belanda itu masih ada dimeja. Sejak tadi kata mereka aku tertidur beralaskan buku itu.
Aku pun tak bisa berkata-kata apa-apa lagi, kecuali diam dan merahasiakan apa yang kualami ini. Aku tidak mau dianggap gila dan banyak menghayal oleh teman-temanku sendiri.
***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H