Dekat rak buku hukum, ada lagi dua orang wanita tua berkulit putih berpakain rok motif bunga yang sedang duduk sambil menyandar di kursi. Rambut mereka ikal, pendek sebahu. Keduanya asyik sedang membaca bukunya masing-masing.
Namun dilihat dari bentuk wajahnya, sepertinya mereka bangsa Eropa. Satu lagi pria berumur sekitar empat puluhan berkemeja putih dan celana panjang hitam terlihat sedang mencatat sesuatu dari buku yang dibacanya di sebuah sudut tempat baca yang terbuat dari kayu dan kaca.
Mengapa tak ada seorang pun remaja seusiaku yang hadir di sini ya? Ah, mereka ini mungkin saja turis asing yang sedang ada kunjungan ke perpustakaan. Tapi rasanya belum pernah deh aku melihat bule ada di sisni. Ah, sudahlah! Peduli amat. Mendingan aku fokus mencari buku yang aku cari, pikirku dalam hati.
Ada beberapa rak buku yang berjajar di perpustakaan ini. Koleksinya cukup banyak. Walau sudah sering ke sini, tapi aku suka bingung kalau datang  lagi. Maklum posisi rak buku suka berubah-ubah. Mungkin maksud petugas supaya pengunjung tidak bosan. Kalau sering berubah terus mah bikin bingung, bukan bikin nyaman, gumamku dalam hati.
Setelah beberapa kali mengelilingi rak buku yang ada di lantai 1 dan tak menemukan buku yang aku cari, maka aku pun bermaksud mencarinya di lantai 3. Kakiku segera melangkah menuju lift yang posisinya terletak di pinggir ruangan arah Selatan, tak jauh dari pintu masuk.
Tombol naik lift kupencet dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang handphone. Pintu lift terbuka, segera aku masuk dan menekan tombol angka 3. Pintu lift segera menutup dan mulai bergerak ke lantai 3.
Hanya hitungan detik, lift berhenti kembali dan lampu indikator yang ada di atas pintu lift terlihat menyala merah, pertanda sudah sampai di lantai 3. Saat keluar lift, aku berpapasan dengan dua orang gadis remaja bule berpakaian suster.
Wajah mereka terlihat cantik, tapi tampak dingin dan pucat. Tak ada senyum di wajah mereka. Semuanya tampak kaku, seperti mayat hidup saja. Terasa ada desiran angin dingin saat mereka melintasiku. Bikin semua bulu kudukku jadi berdiri.
Mendadak aku jadi menghentikan langkahku dan diam sesaat. Aku penasaran ingin menoleh ke belakang dan melihat mereka kembali. Namun anehnya, leherku justru terasa berat.
Aku tak mampu menoleh ke belakang. Saat aku berhasil menoleh, justru pintu lift itu sudah mulai menutup dan sekilas kulihat kaki kedua suster itu mengambang tak menyentuh lantai.
Perasaanku mulai tak karuan. Aku masih tetap berdiri mematung di pinggir rak buku sambil pandangan tetap menuju ke arah lift. Namun, bunyi lagu lembut yang tiba-tiba mengalun di ruangan itu telah menyadarkanku. Lagu itu sepertinya lagu lama berbahasa Belanda. Aku sama sekali tak mengerti maknanya. Namun, lagu itu membuat aku terbuai dengan nadanya yang merdu.Â