Dengan wajah beringas, pria tinggi besar itu langsung mengejarku sambil menghunus pisau yang dipegangnya. Akupun langsung lari menjauh. Sialnya, kakiku tersandung sepatu wanita yang tergeletak di sana sehingga tubuhku terjerembab di lantai.
Hanya dalam hitungan detik pembunuh tersebut sudah mendekatiku. Sambil menggeram dia menendang tubuhku. Namun, aku berhasil menghindarinya dengan spontan membuat gerakan jungkir balik. Kini, aku dan dia dalam posisi saling berhadap-hadapan. Aku pun segera memasang kuda-kuda dan bersiap untuk menghadapinya.
Pria kekar itu menyerangku dengan membabi buta. Pisaunya diarahkan ke dadaku, tapi aku berhasil menepisnya. Untung saja aku pernah belajar karate, sehingga masih ingat gerakan menghindari serangan lawan.
Tenaga pria itu luar biasa, membuat aku kewalahan menghadapinya. Aku mulai tersudut ke pinggir dinding dan kepalaku sempat membentur lampu hias dengan keras. Darah segar mengalir dari pelipis kanan kepalaku dan langsung mengalir membasahi sekujur tubuhku.
Aku mulai merasa cemas. Namun, aku tetap waspada. Anehnya, dalam keributan itu, tak ada seorang pun di hotel itu yang keluar dari kamarnya untuk melerai kami.
Pisau yang dihunus pria itu berhasil mengenai lengan kiriku, tapi aku membalasnya dengan bogem mentah ke wajahnya sehingga membuatnya kaget. Tubuh besarnya sempat terhuyung-huyung hendak jatuh. Kesempatan itu aku manfaatkan dengan baik dengan mengirim sebuah tendangan terbaikku yang mendarat telak di wajahnya. Kini giliran dia yang jatuh tersungkur.
Dengan perasan takut aku berlari ke arah lift yang terletak satu blok di depan dan langsung menekan tombol ke bawah. Ya Tuhan, lift ini kok lama sekali tidak terbuka, gumamku gelisah sekali sambil sesekali melihat ke samping mengamati pria tadi.
Tiba-tiba pria itu muncul dari tikungan lorong hotel dengan memegang pisau yang berlumuran darah. Langkah gontai, terhuyung-huyung. Namun, dia terus berusaha mendekatiku.
Alhamdulillah, pintu lift terbuka. Aku langsung loncat dan masuk ke dalamnya. Dengan tergesa-gesa aku menekan tombol penutup pintu lift. Bersyukur pintu itu segera mulai menutup. Ketika pintu itu hampir menutup sempurna, sebuah jari tangan tiba-tiba muncul menghalanginya. Ya, itu tangan pria yang sedang mengejarku.
Kembali aku terkejut. Tubuhku mundur dua langkah ke belakang. Kembali sebuah jari lagi muncul dari sisi yang berbeda. Jari itu berwarna merah, bersimbah darah segar. Keduanya jari itu berusaha memaksa membuka pintu lift.
Aku segera tersadar ketika wajah seram penjahat itu mulai terlihat. Kesempatan ini tak kusia-siakan. Aku kembali menghajarnya dengan sebuah tendangan keras yang mendarat telak di dadanya. Pria itu pun terpental ke belakang sampai terjengkang. Suaranya cukup keras, persis seperti nangka jauh ke bumi ketika tubuh dan kepalanya menghantam dinding hotel.