Mohon tunggu...
Julianda
Julianda Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RMS SURAKARTA/MAHASISWA

tenis meja

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku "Menapak Jejak Poligami Nabi SAW" Karya Abdul Mutakabbir

14 Maret 2024   11:10 Diperbarui: 14 Maret 2024   11:17 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Isteri Ketiga : Aisyah Ibn Abu Bakar 

            Aisyah adalah anak dari Abu Bakr al-Siddiq, sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling dekat. Ibunya, menurut beberapa pendapat, adalah Umm Ruman bint 'Amir ibn 'Uwaimir, meskipun ada yang berpendapat bahwa ibunya adalah Wa'id bint 'Amir ibn 'Uwaimir. Ia lahir sekitar tahun ke tujuh atau delapan sebelum Hijrah. Aisyah dikenal karena kecerdasannya yang luar biasa, kedalaman ilmunya, dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Dia sering digambarkan sebagai sumber pengetahuan yang luas, dan hafalannya kuat terhadap ajaran Islam dan hadis Nabi Muhammad SAW. Sebagai salah satu istri Nabi, Aisyah memainkan peran penting dalam menyampaikan dan menjaga tradisi Islam.

            Aisyah memainkan peran penting dalam mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, terutama dalam bidang fiqih yang berkaitan dengan perempuan, keluarga, dan hal-hal sensitif lainnya. Kehadirannya di rumah Nabi Muhammad SAW memberikan kontribusi besar dalam menyebarkan pengetahuan dan ajaran Islam. Banyak hadis yang diriwayatkan melalui Aisyah, seringkali oleh para sahabat yang lebih senior darinya, menunjukkan kepercayaan dan penghormatan terhadap pengetahuannya. Aisyah menjadi tempat bertanya dan mencari solusi atas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan rumah tangga, terutama masalah-masalah yang bersifat privat atau hal-hal yang terjadi di dalam kamar, khususnya bagi kaum perempuan. Keterlibatannya dalam memberikan penjelasan dan panduan terhadap berbagai masalah ini memperkuat posisinya sebagai seorang figur yang disegani dan dihormati dalam masyarakat Muslim pada masa itu.

Rumah Tangga Monogamis 

Isteri Keempat : Hafsah Binti Umar 

            Hafsah adalah salah satu dari generasi yang dilahirkan pada saat peristiwa bersejarah bagi umat manusia, terutama kaum Quraisy, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka'bah direnovasi akibat roboh karena banjir besar di wilayah tersebut. Kelahirannya bersamaan dengan kelahiran Fatimah al-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW. Hafsah memiliki nama lengkap Hafsah binti 'Umar ibn Khattab ibn Naf'al ibn 'Abd al-'Uzza ibn Riyah ibn 'Abdullah ibn Qurt ibn Rajah ibn 'Adi ibn Luay, berasal dari suku Arab Adawiyah. Ibunya bernama Zainab binti Ma'sum ibn Hubaib ibn Wahab ibn Huzaifah. Hafsah dibesarkan dalam naungan seorang sahabat yang mulia dan dihormati, yaitu ayahnya sendiri, 'Umar ibn Khattab. Pendidikan dan pengaruh dari ayahnya serta lingkungan yang religius membentuk karakter dan kepribadiannya sejak masa kecil.

            Hafsah tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang awalnya masuk Islam. Pada awal penyebaran agama Islam, ayahnya, Umar ibn Khattab, masih menjadi musuh kaum Muslimin. Namun, suatu hari, Allah SWT memberikan hidayah kepadanya melalui bantuan saudara perempuannya, Fatimah, dan suaminya, Sa'id ibn Zaid. Suami Hafsah adalah Khunais ibn Huzaifah al-Sahami, yang aktif sebagai mujahid dalam Perang Badar. Meskipun kaum Muslimin meraih kemenangan dalam pertempuran itu, Khunais terluka parah oleh sabetan pedang. Setelah pulang dari pertempuran, luka-luka tersebut sangat mengganggu, dan Hafsah, sebagai istri yang setia, selalu berada di sisi suaminya, merawatnya sebaik mungkin, dan mendoakannya dengan tekun. Meskipun Hafsah berharap dan berusaha sebaik mungkin, takdir Allah SWT berlainan, dan suaminya, Khunais, kembali ke hadirat Ilahi sebagai seorang syahid. Akibatnya, Hafsah menjadi janda pada usia yang masih sangat muda, 18 tahun. Kesedihan melanda Hafsah, namun dia berusaha untuk tetap tegar dan sabar menghadapi cobaan tersebut. Ayahnya, 'Umar, merasa prihatin melihat keadaan putrinya yang masih muda dan janda. Dia meminta Abu Bakr dan Usman untuk menikahi Hafsah, namun keduanya menolak.

Melihat penolakan tersebut, 'Umar merasa kecewa dan mengadukan masalahnya kepada Nabi Muhammad SAW. Rasulullah memberikan jawaban yang menghibur, menyatakan bahwa orang yang akan menikahi Hafsah akan lebih baik daripada kedua sahabat mulia tersebut. Jawaban yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW membuat 'Umar memahami alasan penolakan yang dilakukan oleh kedua sahabatnya. Akhirnya, Nabi SAW menikahi Hafsah ketika dia berusia sekitar 20 atau 21 tahun, pada tahun ke-3 setelah hijrah. Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Hafsah bertujuan untuk menghilangkan kesedihan yang menimpanya, sebagai bentuk penghormatan kepada orang tuanya, dan yang terpenting adalah untuk memuliakan serta meningkatkan kedudukan kaum perempuan. Hal ini juga merupakan bentuk penghormatan khusus kepada para janda syuhada yang sangat terpukul oleh peristiwa yang menimpa mereka.

Rumah Tangga Monogamis 

Isteri Kelima : Zainab Binti Khuzaimah 

            Zainab binti Khuzaimah ibn Haris ibn 'Abdillah ibn 'Amr ibn 'Abd Manaf ibn Hilal ibn 'Amir ibn Sa'ah al-Hilaliyah, yang ibunya bernama Hind bint 'Auf ibn Haris ibn Hamatah. Dia lahir sekitar tiga belas tahun sebelum kenabian (13 SH). Zainab dibesarkan dalam keluarga yang terhormat dan dihormati, dan dia dikenal sebagai individu yang cerdas serta peduli terhadap masalah sosial di sekitarnya, terutama terhadap anak yatim dan orang miskin. Dia juga terkenal sebagai seorang wanita yang memiliki mobilitas sosial yang tinggi pada zamannya, melebihi banyak wanita lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun