Ibu itu terperanjak, lalu menerima dengan suka cita. "Terima kasih, Mas. Terima kasih," katanya tulus. Senyumnya begitu teduh.
Rey mengangguk, lalu cepat-cepat menuju tempat parkir.
***
Pertemuan yang dinanti, ternyata tak seindah mimpinya. Bahkan mungkin, sekarang gadis itu sedang sibuk bersama Adam, jalan-jalan ke mana saja mereka mau, menikmati liburan yang menyenangkan. Ah! Sesak itu belum juga hilang. Seolah, hari-hari menjelma gelap yang kian pekat!
Rey menerawang, semua terlihat membosankan. Motor, game, film, skate board, gitar dan kamera yang biasanya begitu lekat, kini seolah hanya sampah tak berguna. Tak lagi mengasyikkan! Dan Rey tak berminat sedikitpun untuk menyentuhnya! Bahkan, waktunya kini banyak dihabiskan di dalam kamar. Sendirian.
Sudah lebih dari seminggu, Ratri berada di kotanya. Tapi, belum pernah satu kali pun Rey mengunjungi. Dia belum siap jika harus kembali menghadapi kenyataan, kalau Ratri sudah ada yang memiliki. Rasanya sulit sekali, untuk menerima semua itu!
Apa kabar, Rey? Sibuk, ya? Â
Kapan ajak aku makan klapertaart?
Oya, dua hari lagi aku balik. Mau sekalian pamit.
Tapi, kalau tidak bisa juga tidak apa-apa.
Sebuah pesan singkat, masuk melalui perangkat pintarnya. Gadis itu yang mengirim. Ya, sejujurnya dia ingat akan hal itu. Bahkan, sudah menyiapkan segalanya, termasuk agenda dan daftar tempat yang akan didatangi bersama. Tapi, dengan kenyataan sekarang ini, rasanya tak akan sanggup. Untuk itu, Rey membiarkan saja rencana-rencananya terbang, melayang-layang berserakan, tersapu angin yang semakin terasa perih.