Mendengar dirinya dipuji, gadis itu hanya tersenyum, pipinya memerah. "Tapi, berakhir terdampar di bunderan ini," katanya lirih.
"Hahaha, kasihan. Mau aku antar? Anggap saja tukang ojek," Rey menawarkan tumpangan.
"Kalau tidak merepotkan?"
"Tidak. Dengan senang hati. Ayo naik."
Dengan hati-hati, Ratri membonceng di jok belakang. Rey membantu mengangkat koper dan tas jinjing, sementara tas gendong tetap berada di punggung gadis yang nyaris terdampar itu.
Sepanjang perjalanan, mereka masih melanjutkan obrolan. Tentang keluarga, sekolah, juga hal-hal konyol yang dianggap lucu, hingga membuat mereka tertawa bersama. Ternyata mereka seangkatan, sama-sama baru naik ke kelas dua belas. Suasana akrab segera terbangun. Seolah mereka adalah sahabat lama yang baru berjumpa kembali.
"Aku pulang dulu, ya?" Rey pamit setelah berhasil menemukan rumah Eyang Sasmita, dan menyaksikan adegan pertemuan antara cucu dan kakek, juga keluarga lain yang begitu mengharukan. Jujur, hatinya merasa trenyuh, ternyata ikatan keluarga itu begitu kuat, meski terpisah oleh jarak yang jauh, juga samudra yang membentang.
Ratri mengangguk, disela isaknya yang masih belum tuntas.
"Nuhun nya A, tos ngajajap incu ema, dugi ka dieu," ucap Emak Eyang berterima kasih. (Terima kasih, Kak, sudah mengantar cucu nenek)
Rey mengangguk, lalu berkata, "sami-sami," sebelum akhirnya meninggalkan kediaman keluarga itu. Ada bahagia yang menyelinap di rongga jiwanya. Karena bisa membantu gadis itu menemukan keluarganya, atau sebab lain? Entahlah.
***