Istri saya menggeleng.
“Aya naon atuh, ah? Jadi reuwas ibu mah?”
“Ini, guci kesayangannya pecah, sedih.” Saya menjelaskan.
“Oh... kirain teh ada apa? Mangkaning mahal meureun nya eta guci teh?”
“Ini hadiah pernikahan dari Kakak sepupu yang di Belamda.”
“Euleuh-euleuh, Walanda anu dulu menjajah bangsa kita? Jauh atuh nya? Kela kela, naha bet bisa jatuh kitu atuh? Kumaha eta teh?”
“Kesenggol.” Kali ini Istri saya yang menjawab. “Gak sengaja. Hiks hiks hiks...”
Saya jadi menelan ludah, padahal sudah ingin menjelaskan kalau penyebabnya adalah... tapi, sudahlah, mungkin Istri ingin menyembunyikan kejadian yang sebenarnya.
“Oh, makanya atuhhati-hati, ya, Neng, Mas, nyaah kalau sudah jatuh mah.”
Saya dan Istri serempak mengangguk.
“Tuh kan ibu jadi lupa. Ini ada rezeki sedikit, si Bapa tadi abis mancing, dapet ikan banyak... nyicipin ya. Digoreng atau dibakar, enak geura. Sok ya, ibu pulang dulu, mau masak juga. Assalamu’alaikum.”