Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Ujung Penantian

30 Desember 2016   20:11 Diperbarui: 30 Desember 2016   20:39 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai perasaan berkecamuk di hatiku. Marah, kesal, kecewa,dll. Ah, aku sungguh tidak menyangka kalau Kamu bisa berubah menjadi sepertiitu, Rif. Menyeramkan. Kenapa, Rif? Ada apa denganmu?

Aku teringat saat-saat kita masih di SMU dulu. Rifan adalahsaingan terberatku di kelas. Otaknya yang cerdas membuat aku harus belajarmati-matian untuk menghadapinya. Kami pun tak pernah bisa akrab, karena selalubersaing untuk mendapatkan rangking pertama. Jelas, semangat belajarku terpacukarenanya. Waktu itu, aku belum mengenakan jilbab.

Saat naik ke kelas tiga, ada penjurusan IPA, IPS, atauBahasa. Aku memilih jurusan IPA. Dan entah kenapa, kami satu kelas lagi, bahkanhanya aku dan Rifan yang berasal dari kelas sebelumnya. Aku ingin pindah kelas,aku bosan bersaing dengan dia. Tapi, akhirnya aku urungkan niat, karena kalauRifan tahu aku pindah kelas, dia akan merasa menang, dan menganggapku sebagaipecundang. Aku tidak mau, maka tak ada pilihan lain, aku harus menghadapinya.

Awalnya Rifan memang sedikit arogan dan tetap menunjukkansikap bersaingnya padaku. Tapi, saat kegiatan belajar mengajar sudah efektif,semuanya berbeda dengan yang aku pikirkan. Kami bisa saling mengisi. Kamibersama-sama berusaha untuk menunjukkan kalau kelas 2-3, kelas kami sebelumnyaadalah kelas yang terbaik. Mungkin itu alasannya, kami tidak mau jika juarakelas dipegang anak dari kelas lain.

Kami jadi sering diskusi dan belajar bersama. Keperpustakaan, ke toko buku, ikut bimbel, kursus bahasa inggris, dll. Hinggaakhirnya aku bisa merasa kalau ternyata Rifan adalah anak yang baik, care,pinter dan manis. Rifan juga cukup pengertian dan enak diajak share. Diantarakami jadi sering becanda, membuat kami menjadi akrab. Ego yang selama inimembatasi kami, luntur sudah. Kami pun menjadi tim yang solid dalam belajar.

Menjelang perpisahan sekolah adalah masa-masa yang sulitbagiku. Entah kenapa, aku jadi merasa takut kehilangan Rifan, yang sudahmenjadi sahabat bagiku. Aku takut tidak bisa bertemu dia lagi, aku takut diaakan meninggalkan dan melupakanku. Aku takut, Rifan ada yang memiliki. Aku takbisa membayangkan, bagaimana sepinya hari-hariku tanpa dia. Yang pasti, semuaakan terasa hampa. Ah, Rif, ternyata aku sayang kamu. Namun, semua itu takpernah bisa terucap. Aku tak punya cukup keberanian untuk mengatakannya padamu.Dan aku hanya bisa memendam dalam hati. Entah kamu tahu atau tidak.

Aku sedikit lega, saat tahu ternyata Rifan juga mengambiljurusan yang sama saat SPMB. Kedokteran. Aku berharap, semoga kita bisa kuliahdi universitas yang sama. Tapi ternyata tidak. Rifan diterima di Jakarta,sementara aku di Bandung. Aku sangat sedih. Harapanku untuk tetap bersamanyapupus. Aku menyesal, kenapa aku hanya diterima dipilihan kedua?

Butuh waktu yang lama bagiku untuk bisa menerima kenyataan.Hingga akhirnya Rifan menghubungiku dan memberikan alamat emailnya, agar kamitetap bisa berkomunikasi, saling bertukar artikel atau informasi apapun. Danakhirnya disepakati untuk membuka email, minimal seminggu sekali, atau palingtelat dua minggu. Aku bersyukur dengan hal ini, ternyata berbeda kampus tidakmenjadi halangan untuk tetap berkomunikasi dan diskusi. Bahkan aku merasa,dengan cara seperti ini lebih asyik dan seru.

Memasuki tingkat dua, hatiku terketuk untuk mengenakanjilbab. Aku merasa tidak perlu memberitahukan hal ini pada Rifan. Aku tidak maudia berfikir macam-macam dan meledek aku. Aku berusaha untuk bersikap biasasaja saat menjawab email-emailnya, sms-sms nya atau mengangkat teleponnya. Akubelum siap menunjukan diri dengan keadaanku sekarang, aku inginmemberitahukannya secara perlahan, agar dia tidak kaget dan menjauh. Aku tidakmau kehilangan dia lagi.

Tapi, kejadian di terminal tadi adalah jawaban dari semuanya.Terngiang lagi kata-kata dia yang menunjukkan sekali kalau dia kaget, "Radish..!! kok kamu jadi gini,Heh...!!". Ini yang aku takutkan, kamu tidak bisa menerima keadaanku.Rif, sekarang aku begini, dan aku berusaha untuk istiqomah. Dan sekarang akupun ingin bertanya, kenapa kamu jadi begitu, Rif?! Kasar! Dan menyeramkan! Kamuberubah, Rif?! Kamu beda! Kamu bukan Rifan yang dulu...

Rif, kamu bilang, kamu ingin aku jadi pacarmu?! Cewek manayang akan menolak permintaanmu?! Cinta dari seorang cowok cerdas, baik dancakep sepertimu. Ada puluhan cewek yang menunggu kata-kata itu darimu, Rif. Akutahu itu. Kamu selalu jadi rebutan sejak saat SMU dulu. Dan aku adalah salahsatu dari cewek-cewek itu, Rif. Aku pun sudah menunggu kata-kata itu sejak kitamasih di SMU. Kamu tahu Rif, kalau aku sangat menyayangimu?! Sampai saat ini,namamu masih ada di salah satu sudut hatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun