"Duh, kalo kata kaka aku sie jan segini udah ga akan ada lagi Damri yang baka lewat."
Ucapku memberi tahu mereka karena info tersebut baru aku ketahui dari kaka ku.
"Yaampun lantas bagaimana ini, kita pulang naik apa ?" Tanya Kyla yang sudah tidak berenergi.
"Gimana kalo kita pulang naik kereta api lagi saja seperti tadi. Dan untuk perjalanan menuju stasiunnya kita akan menggunakan grab." Balas Kika.
"Okay setuju."
Ucap Ku kepada pernyataan Kika
Masalah kembali muncul dimana diantara kami bertiga yang memiliki aplikasi grab hanya Kyla namun baterai HP nya hanya tinggal 2%. Namun Kyla tetap mencoba untuk tetap memesannya, kami bertiga terus berjalan dengan perasaan cemas karena takut jika kami tidak bisa pulang kembali kerumah. Karena sudah pasti Damri sudah tidak akan lewat lagi sehingga jalan satu-satunya untuk kami bisa pulang adalah dengan menaiki kereta. Akhirnya setelah beberapa menit Kyla berhasil memesan Grab dengan tujuan Stasion kereta api Bandung. Kami bertiga pun menunggu dengan perasaan tenang sedikit berharap agar Grab nya segera datang. Senyum kami mengembang ketika mobil grab yang kami pesan datang. Setelah memastikan plat nomor yang ada dan mencegah ada barang-barang yang tertinggal kami pun masuk ke dalam mobil Grab menuju stasion kereta api.
Dimobil kami bertiga tidak terlalu banyak bicara dikarenakan kejadian tadi, kami semua sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sungguh beruntung karena bisa lolos dari kejaran bapak tua yang berpura-pura tidak bisa bicara tersebut. Aku tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi ketika kami tidak melarikan diri. Kami pun akhirnya sampai di depan stasion kereta api. Setelah sampai kami melihat bahwa antrian untuk memesan tiket sangatlah penuh, namun hal itu tidak membuat kami khawatir sama sekali kami menunggu dengan tenang sambil bercanda satu sama lain. Setelah akhirnya tiket kereta sudah kami dapatkan kami pun bergegas menuju ruang tunggu. Perasaan cemas kami sudah berkurang, entah mengapa suasana sore itu menjadi begitu hangat ditambah dengan keindahan matahari yang sudah siap untuk tenggelam bersamaan dengan cahaya yang semakin menghilang tergantikan dengan gelapnya malam. Hari itu sangatlah berkesan untukku, aku merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna karena memiliki sahabat seperti mereka juga Bunga Oktavia yang saat itu tidak bisa ikut.
Bukankah menyedihkan ketika memikirkan bagaimana dalam 5 sampai 7 tahun kedepan aku dan mereka akan memiliki kehidupan kami sendiri, dan kami perlahan akan mulai berpisah satu sama lain tanpa disadari. Seperti suatu hari nanti kami akan memiliki masa-masa terakhir yang biasanya kami lakukan bersama-sama. Seperti hangout terakhir, bernyanyi, melakukan hal bodoh, bahkan menangis. Aku benar-benar bersyukur karena dipertemukan oleh mereka sebagai seorang sahabat dimana ketika aku bersama mereka aku bisa menjadi diri ku sendiri yang apa adanya. Biarlah kedepannya kami bisa saling terus mendukung, dan juga memperbanyak pengalaman-pengalaman dalam hidup ini. Sekarang semua hal itu sudah menjadi sesuatu yang tak terkembalikan dan hanya bisa dirindukan : kenangan.
Sebelum kami berpisah menuju rumah masing-masing kita pun saling berpelukan sebagai penutup hari tak terduga namun indah itu. Apa yang telah terjadi membekas dihati menjadi pengalaman indah untuk di kenang. Sebagai sebuah bentuk pembelajaraan juga untuk selalu berjaga-jaga dimana pun kita berada karena kita tidak akan pernah tahu hal apa yang akan terjadi kedepanya. Terimakasih untuk hak terduga namun membekas relung hati ini.
Cr Cover / Gambar : Pinterest
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H