Mohon tunggu...
Joyce Silvia
Joyce Silvia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

hiii kompasianer !!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Terduga

30 September 2022   20:33 Diperbarui: 30 September 2022   20:36 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinar matahari siang itu entah mengapa terasa berbeda dari biasanya, rasanya kota Bandung seperti sedang menjadi pusat dari tata surya dengan panasnya yang membuat bulir keringat terjatuh dari peluh setiap orang yang lewat menuju tujuan mereka masing-masing. Namun hal itu tidak mengurangi kegembiraan yang sedang aku rasakan, karena sebuah janji pertemuan untuk bertemu dengan sahabat-sahabatku. Aku dengan semangat menunggu kedatangan mereka di depan stasiun kereta api yang sudah ramai diisi oleh manusia-manusia yang terlihat sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga dua orang muncul di antara semua itu dengan sedikit berlari untuk menghampiri ku. Salah satu hal yang sangat aku syukuri dari sekian banyak kebaikan yang Tuhan beri dalam hidupku adalah bagaiamana aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan mereka sebagai sahabatku.

"Kalian lama banget sih, nyampe nya." ucap ku kepada mereka yang sedang menyampirkan tas masing-masing.

"Ya maaf, tadi kami terjebak macet sedikit." Kyla berkata seperti itu sambil menyampirkan anak rambutnya yang sedikit menghalangi ketika ia berbicara.

Setelah itu kami pun berjalan menuju loket untuk memesan tiket dari Padalarang menuju Bandung. Selagi menunggu keberangkatan kami duduk sambil bercanda gurau, hingga kereta pun tiba dan kami bersama penumpang yang lain berbondong-bondong masuk ke dalam. Semuanya tampak menyenangkan selama diperjalanan kami menikmati momen kebersamaan itu dengan baik.

Selagi bercanda gurau aku juga tidak lupa memotret dan merekam setiap moment yang bersatu dengan pemandangan indah sepanjang jalan. Semua orang yang ada disana menikmati perjalanan dengan baik, ada yang hanya duduk berdiam diri, ada pula yang tidur namun sambil mendengarkan musik menggunakan earphone. Berbanding terbalik dengan kami bertiga yang selalu berisik karena candaan-candaan konyol yang kami buat. Akibat terlalu menikmati waktu perjalanan kami tidak sadar bahwa kami sudah sampai di tujuan. Kami pun turun dari kereta api lalu melanjutkan perjalanan kami menuju bagian luar stasiun untuk memesan grab menuju mall BIP."Eh kita mau kemana dulu nih ? mau nonton dulu apa makan dulu guys." tanya Kyla ketika kami sudah masuk ke dalam mobil grab.

"Mending kita jalan-jalan dulu kalian harus temenin aku nyari celana dulu ya." ucap Kika.

"Ihiy mau belanjaaa."

"Ihiy borong dong."

Setelah itu kami pun akhirnya sampai di depan mall BIP, kami memasuki mall tersebut dengan perasaan bahagia karena ini adalah hari dan juga pengalaman pertama kami pergi ke Bandung tanpa ditemani oleh orang dewasa. Walau sebenarnya selama di perjalanan aku selalu merasa deg-degan, tapi semua itu tidak sebanding dengan kebahagiaan yang aku rasakan. Kami menonton bioskop, membeli sesuatu, dan tidak lupa untuk makan. Tidak terasa karena terlalu menikmati waktu kebersamaan, kami tidak sadar bahwa jam sudah menunjukkan setengah lima sore. Kami pun bergegas keluar mall berniat untuk menunggu Damri.

Ketika kami sedang duduk pandangan ku tertuju kepada seorang bapak tua yang sepertinya adalah seorang tuna rungu yang sedang berusaha mengobrol dengan supir taksi. Pemandangan tersebut membuat hatiku sedikit terenyuh.

"hah ? huhagfadhsjjg ?"
Ucap Bapak Tua tersebut bertanya kepada para supir taksi.

"Hah ? hgdsyhuggujjjb "
Balas salah satu supir taksi dengan ucapan tidak jelas mengikuti sang bapak tua, seolah-olah dia sedang mengolok-ngolok bapak tua tersebut. Mereka semua pun akhirnya tampak tertawa bersama.

Aku yang melihat hal itu merasa kesal, namun tidak bisa melakukan hal apapun karena jujur hal itu sedikit membuatku takut. Aku pun berusah menenangkan diriku dengan mengalihkan pandangan ke arah lain dan ikut mengobrol dengan Kyla dan Kika. Tiba-tiba ketika sedang asik mengobrol sang bapak tua tadi sudah berada duduk di samping kami bertiga. Ia pun menaruh karung yang sepertinya berisi botol-botol bekas di bawah kakinya.

"Kalian lagi nunggu damri ya neng ?" Tanya bapak tua tersebut, dan tentu saja hal tersebut membuatku sangat terkejut. Ternyata ia bisa berbicara dengan baik dan benar, mungkin apa yang dia lakukan tadi bersama supir taksi lain hanyalah untuk bercanda. Tapi tetap saja hal itu aneh apapun alasanya.

"Hehehe iya pak, kami lagi nunggu damri." Ucap Kika

"Jam segini masih lewat ga ya Pak damri nya, apa udah ga ada." Tanyaku sedikit ragu kepada Bapak tersebut karena aku masih kaget.

"Waduh jam segini biasanya udah ga ada yang lewat neng. Lagian emangnya kalian semua dari mana ?"
Tanya Bapak tersebut.

"Kami dari Padalarang Pak."

"Jauh juga ya, kalian mau saya ramal tidak ? saya bisa meramal loh."
Ucapan bapak tua tersebut membuat kami semakin takut dan terheran-heran. Apa maksud dari perkataanya itu. Kami bertiga hanya menanggapi nya dengan senyuman. Dirasa apa yang sedang terjadi membuat perasaan ini tidak nyaman apalagi dengan gerak-gerik bapak tersebut yang aneh. Kami pun saling memberi kode untuk megecek hp masing-masing, membicarakan bagaimana caranya agar kami dapat pergi dari tempat itu.

Dalam chat group selagi mendengarkan ocehan bapak tua tersebut, kami membuat rencana atau misi dimana aku menyarankan agar Kika melakukan acting dimana ia sedang di telpon mamanya. Semua rencana tersebut kami tuangkan dalam chat group yang ada, selama saling memberikan pesan di chat suasananya terasa semakin tidak nyaman. Aku pun memberi kode kepada Kika untuk segera melakukan acting tersebut agar kita bisa pergi menjauh dari sang bapak tua itu. Kika yang mengerti pada kode yang aku berikan pun langsung menjalankan rencana yang sudah kami buat.

"Halo mah, oh udah nyampe di tempat biasa ngejemput ? oke deh ini Kika, Joyce, sama Kyla mau kesitu kok."
Ucap Kika dengan gesture seolah-olah sedang menelepon Ibunya. Harus ku akui acting dia cukup bagus untuk seseorang yang tidak memiliki basic dalam dunia per - acting - an. Setelah itu pun kami segera berdiri dari tempat duduk tersebut, seolah mengerti sang Bapak tua itu pun ikut berdiri.

"Ga jadi nunggu damri kalian teh ?"
Ucapnya.

"Iya pak gajadi, udah dijemput ternyata. Duluan ya Pak kami pulang dulu."
Ucapku.

Kami pun langsung bergegas dari tempat itu dengan Kika yang masih tetap dalam mode bersandiwara. Karena dirasa kami sudah berada jauh dari jangkauan bapak tua tadi, kami berniat untuk duduk sebentar. Namun betapa kagetnya kami ketika melihat bapak tua tersebut muncul kembali dari arah depan kami, seolah-olah dia seperti sedang mengikuti kami. Aku langsung memberikan kode kepada Kyla dan Kika untuk bangkit berdiri agar kita bisa lanjut berjalan menjauhi bapak tua tersebut. Aku berjalan dengan perasaan campur aduk, perasaan cemas, takut, panik semuanya menjadi satu. Aku juga tahu bahwa Kyla dan Kyka merasakan hal yang sama. Karena terus berjalan kami tidak sadar bahwa kami sudah ada di perempatan jalan. Hal tersebut mengharuskan kami untuk menyebrang. Namun ketika akan menyebrang dari kejauhan kami melihat ada seorang ODGJ yang berjalan, mengamuk, sambil membawa pisau lalu menodongnya ke setiap orang yang jalan.

Aku merasa semakin takut dan juga ragu karena jika kami berhenti atau balik badan maka yang akan kami hadapi adalah bapak tua tadi, sedangkan jika kami terus maju yang akan kami hadapi adalah ODGJ yang dimana sudah pasti menyeramkan. Aku dan Kyla sudah hampir menangis tapi Kika dia yang paling bisa tenang diantara kami bertiga dia menuntun kami untuk tetap terus berjalan kedepan. Walau ragu namun aku dan Kyla tetap ikut melakukanya. Setelah menyebrang posisi kami akan semakin dekat dengan ODGJ sedangkan bapak tua tadi ia memilih untuk berhenti mengikuti kami dengan memilih berbelok menuju zebra cross. Melihat hal itu membuatku menjadi sedikit lebih tenang karena setidaknya masalah yang akan kami hadapi tinggal satu. Ketika semuanya terasa buntu tiba-tiba ada seorang om-om yang menyuruh kami bersembunyi di belakang mobil. Om-om tersebut sepertinya adalah pemilik dari bengkel tempat dimana kami bersembunyi sekarang. Aku benar-benar bersyukur karena dipertemukan dengan orang baik. Ketika kami meyumput di belakang mobil, kami menyaksikan ODGJ tersebut yang semakin tidak terkendali ia membuat pembatas jalan berantakan, dan menondongkan pisau yang ia pegang kepada setiap orang yang lewat dan berusaha menghentikan apa yang sedang ia lakukan.

Namun untungnya setelah itu munculah seorang Pak Polisi yang dengan gagahnya berjalan menghampiri ODGJ itu berada yaitu tengah jalan, Pak Polisi tersebut dengan mudah, cepat dan lihai mengambil pisau yang ada di pegangan ODGJ tersebut. Ia pun menarik tangan ODGJ tersebut membawanya ke tepi jalan karena ia telah menghalangi jalan dan membuat kemacetan terjadi. Setelah itu Pak Polisi tersebut kembali ke jalan untuk membenarkan pembatas jalan yang tadi sudah di buat berantakan. Setelah semua kondisinya aman dan kembali kondusif kami bertiga pun keluar dari tempat persembunyian kami di belakang mobil yang ada di bengkel tersebut.

"Makasih ya Pak, sudah boleh menumpang untuk bersembunyi." Ucap Kyla kepada bapak baik hati itu.

"Iya sama-sama, kalian ini masih pada kecil lain kali kalo mau jalan-jalan jauh seperti ini harus di dampingi orang tua untuk sekiranya mencegah hal-hal buruk yang akan terjadi. Apalagi seperti tadi, kalau ada apa-apa bagaimana ? kan pasti bakal bikin orang tua dan keluarga di rumah panik dan juga sedih."
Ucap bapak bengkel baik hati tersebut. Jam sudah menunjukan pukul jam 6 sore, sudah pasti damri sudah tidak lewat lagi jika sudah jam segini. Ternyata kepanikan dan masalah belum juga selesai. Baterai HP kami masing-masing sama-sama lowbat membuat kami takut jika nanti HP nya mati kami tidak bisa mengabari orang rumah untuk bisa menjemput. Kami akhirnya melakukan diskusi kembali namun kali ini kami berdiskusi secara langsung sambil duduk di halte.

"Duh, kalo kata kaka aku sie jan segini udah ga akan ada lagi Damri yang baka lewat."
Ucapku memberi tahu mereka karena info tersebut baru aku ketahui dari kaka ku.

"Yaampun lantas bagaimana ini, kita pulang naik apa ?" Tanya Kyla yang sudah tidak berenergi.

"Gimana kalo kita pulang naik kereta api lagi saja seperti tadi. Dan untuk perjalanan menuju stasiunnya kita akan menggunakan grab." Balas Kika.

"Okay setuju."
Ucap Ku kepada pernyataan Kika

Masalah kembali muncul dimana diantara kami bertiga yang memiliki aplikasi grab hanya Kyla namun baterai HP nya hanya tinggal 2%. Namun Kyla tetap mencoba untuk tetap memesannya, kami bertiga terus berjalan dengan perasaan cemas karena takut jika kami tidak bisa pulang kembali kerumah. Karena sudah pasti Damri sudah tidak akan lewat lagi sehingga jalan satu-satunya untuk kami bisa pulang adalah dengan menaiki kereta. Akhirnya setelah beberapa menit Kyla berhasil memesan Grab dengan tujuan Stasion kereta api Bandung. Kami bertiga pun menunggu dengan perasaan tenang sedikit berharap agar Grab nya segera datang. Senyum kami mengembang ketika mobil grab yang kami pesan datang. Setelah memastikan plat nomor yang ada dan mencegah ada barang-barang yang tertinggal kami pun masuk ke dalam mobil Grab menuju stasion kereta api.

Dimobil kami bertiga tidak terlalu banyak bicara dikarenakan kejadian tadi, kami semua sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sungguh beruntung karena bisa lolos dari kejaran bapak tua yang berpura-pura tidak bisa bicara tersebut. Aku tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi ketika kami tidak melarikan diri. Kami pun akhirnya sampai di depan stasion kereta api. Setelah sampai kami melihat bahwa antrian untuk memesan tiket sangatlah penuh, namun hal itu tidak membuat kami khawatir sama sekali kami menunggu dengan tenang sambil bercanda satu sama lain. Setelah akhirnya tiket kereta sudah kami dapatkan kami pun bergegas menuju ruang tunggu. Perasaan cemas kami sudah berkurang, entah mengapa suasana sore itu menjadi begitu hangat ditambah dengan keindahan matahari yang sudah siap untuk tenggelam bersamaan dengan cahaya yang semakin menghilang tergantikan dengan gelapnya malam. Hari itu sangatlah berkesan untukku, aku merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna karena memiliki sahabat seperti mereka juga Bunga Oktavia yang saat itu tidak bisa ikut.

Bukankah menyedihkan ketika memikirkan bagaimana dalam 5 sampai 7 tahun kedepan aku dan mereka akan memiliki kehidupan kami sendiri, dan kami perlahan akan mulai berpisah satu sama lain tanpa disadari. Seperti suatu hari nanti kami akan memiliki masa-masa terakhir yang biasanya kami lakukan bersama-sama. Seperti hangout terakhir, bernyanyi, melakukan hal bodoh, bahkan menangis. Aku benar-benar bersyukur karena dipertemukan oleh mereka sebagai seorang sahabat dimana ketika aku bersama mereka aku bisa menjadi diri ku sendiri yang apa adanya. Biarlah kedepannya kami bisa saling terus mendukung, dan juga memperbanyak pengalaman-pengalaman dalam hidup ini. Sekarang semua hal itu sudah menjadi sesuatu yang tak terkembalikan dan hanya bisa dirindukan : kenangan.

Sebelum kami berpisah menuju rumah masing-masing kita pun saling berpelukan sebagai penutup hari tak terduga namun indah itu. Apa yang telah terjadi membekas dihati menjadi pengalaman indah untuk di kenang. Sebagai sebuah bentuk pembelajaraan juga untuk selalu berjaga-jaga dimana pun kita berada karena kita tidak akan pernah tahu hal apa yang akan terjadi kedepanya. Terimakasih untuk hak terduga namun membekas relung hati ini.

Sinar matahari siang itu entah mengapa terasa berbeda dari biasanya, rasanya kota Bandung seperti sedang menjadi pusat dari tata surya dengan panasnya yang membuat bulir keringat terjatuh dari peluh setiap orang yang lewat menuju tujuan mereka masing-masing. Namun hal itu tidak mengurangi kegembiraan yang sedang aku rasakan, karena sebuah janji pertemuan untuk bertemu dengan sahabat-sahabatku. Aku dengan semangat menunggu kedatangan mereka di depan stasiun kereta api yang sudah ramai diisi oleh manusia-manusia yang terlihat sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga dua orang muncul di antara semua itu dengan sedikit berlari untuk menghampiri ku. Salah satu hal yang sangat aku syukuri dari sekian banyak kebaikan yang Tuhan beri dalam hidupku adalah bagaiamana aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan mereka sebagai sahabatku.

"Kalian lama banget sih, nyampe nya." ucap ku kepada mereka yang sedang menyampirkan tas masing-masing.

"Ya maaf, tadi kami terjebak macet sedikit." Kyla berkata seperti itu sambil menyampirkan anak rambutnya yang sedikit menghalangi ketika ia berbicara.

Setelah itu kami pun berjalan menuju loket untuk memesan tiket dari Padalarang menuju Bandung. Selagi menunggu keberangkatan kami duduk sambil bercanda gurau, hingga kereta pun tiba dan kami bersama penumpang yang lain berbondong-bondong masuk ke dalam. Semuanya tampak menyenangkan selama diperjalanan kami menikmati momen kebersamaan itu dengan baik.

Selagi bercanda gurau aku juga tidak lupa memotret dan merekam setiap moment yang bersatu dengan pemandangan indah sepanjang jalan. Semua orang yang ada disana menikmati perjalanan dengan baik, ada yang hanya duduk berdiam diri, ada pula yang tidur namun sambil mendengarkan musik menggunakan earphone. Berbanding terbalik dengan kami bertiga yang selalu berisik karena candaan-candaan konyol yang kami buat. Akibat terlalu menikmati waktu perjalanan kami tidak sadar bahwa kami sudah sampai di tujuan kami. Kami pun turun dari kereta api lalu melanjutkan perjalanan kami menuju bagian luar stasiun untuk memesan grab menuju mall BIP.

"Eh kita mau kemana dulu nih ? mau nonton dulu apa makan dulu guys." tanya Kyla ketika kami sudah masuk ke dalam mobil grab.

"Mending kita jalan-jalan dulu kalian harus temenin aku nyari celana dulu ya." ucap Kika.

"Ihiy mau belanjaaa."

"Ihiy borong dong."

Setelah itu kami pun akhirnya sampai di depan mall BIP, kami memasuki mall tersebut dengan perasaan bahagia karena ini adalah hari dan juga pengalaman pertama kami pergi ke Bandung tanpa ditemani oleh orang dewasa. Walau sebenarnya selama di perjalanan aku selalu merasa deg-degan, tapi semua itu tidak sebanding dengan kebahagiaan yang aku rasakan. Kami menonton bioskop, membeli sesuatu, dan tidak lupa untuk makan. Tidak terasa karena terlalu menikmati waktu kebersamaan, kami tidak sadar bahwa jam sudah menunjukkan setengah lima sore. Kami pun bergegas keluar mall berniat untuk menunggu Damri.

Ketika kami sedang duduk pandangan ku tertuju kepada seorang bapak tua yang sepertinya adalah seorang tuna rungu yang sedang berusaha mengobrol dengan supir taksi. Pemandangan tersebut membuat hatiku sedikit terenyuh.

"hah ? huhagfadhsjjg ?"
Ucap Bapak Tua tersebut bertanya kepada para supir taksi.

"Hah ? hgdsyhuggujjjb "
Balas salah satu supir taksi dengan ucapan tidak jelas mengikuti sang bapak tua, seolah-olah dia sedang mengolok-ngolok bapak tua tersebut. Mereka semua pun akhirnya tampak tertawa bersama.

Aku yang melihat hal itu merasa kesal, namun tidak bisa melakukan hal apapun karena jujur hal itu sedikit membuatku takut. Aku pun berusah menenangkan diriku dengan mengalihkan pandangan ke arah lain dan ikut mengobrol dengan Kyla dan Kika. Tiba-tiba ketika sedang asik mengobrol sang bapak tua tadi sudah berada duduk di samping kami bertiga. Ia pun menaruh karung yang sepertinya berisi botol-botol bekas di bawah kakinya.

"Kalian lagi nunggu damri ya neng ?" Tanya bapak tua tersebut, dan tentu saja hal tersebut membuatku sangat terkejut. Ternyata ia bisa berbicara dengan baik dan benar, mungkin apa yang dia lakukan tadi bersama supir taksi lain hanyalah untuk bercanda. Tapi tetap saja hal itu aneh apapun alasanya.

"Hehehe iya pak, kami lagi nunggu damri." Ucap Kika

"Jam segini masih lewat ga ya Pak damri nya, apa udah ga ada." Tanyaku sedikit ragu kepada Bapak tersebut karena aku masih kaget.

"Waduh jam segini biasanya udah ga ada yang lewat neng. Lagian emangnya kalian semua dari mana ?"
Tanya Bapak tersebut.

"Kami dari Padalarang Pak."

"Jauh juga ya, kalian mau saya ramal tidak ? saya bisa meramal loh."
Ucapan bapak tua tersebut membuat kami semakin takut dan terheran-heran. Apa maksud dari perkataanya itu. Kami bertiga hanya menanggapi nya dengan senyuman. Dirasa apa yang sedang terjadi membuat perasaan ini tidak nyaman apalagi dengan gerak-gerik bapak tersebut yang aneh. Kami pun saling memberi kode untuk megecek hp masing-masing, membicarakan bagaimana caranya agar kami dapat pergi dari tempat itu.

Dalam chat group selagi mendengarkan ocehan bapak tua tersebut, kami membuat rencana atau misi dimana aku menyarankan agar Kika melakukan acting dimana ia sedang di telpon mamanya. Semua rencana tersebut kami tuangkan dalam chat group yang ada, selama saling memberikan pesan di chat suasananya terasa semakin tidak nyaman. Aku pun memberi kode kepada Kika untuk segera melakukan acting tersebut agar kita bisa pergi menjauh dari sang bapak tua itu. Kika yang mengerti pada kode yang aku berikan pun langsung menjalankan rencana yang sudah kami buat.

"Halo mah, oh udah nyampe di tempat biasa ngejemput ? oke deh ini Kika, Joyce, sama Kyla mau kesitu kok."
Ucap Kika dengan gesture seolah-olah sedang menelepon Ibunya. Harus ku akui acting dia cukup bagus untuk seseorang yang tidak memiliki basic dalam dunia per - acting - an. Setelah itu pun kami segera berdiri dari tempat duduk tersebut, seolah mengerti sang Bapak tua itu pun ikut berdiri.

"Ga jadi nunggu damri kalian teh ?"
Ucapnya.

"Iya pak gajadi, udah dijemput ternyata. Duluan ya Pak kami pulang dulu."
Ucapku.

Kami pun langsung bergegas dari tempat itu dengan Kika yang masih tetap dalam mode bersandiwara. Karena dirasa kami sudah berada jauh dari jangkauan bapak tua tadi, kami berniat untuk duduk sebentar. Namun betapa kagetnya kami ketika melihat bapak tua tersebut muncul kembali dari arah depan kami, seolah-olah dia seperti sedang mengikuti kami. Aku langsung memberikan kode kepada Kyla dan Kika untuk bangkit berdiri agar kita bisa lanjut berjalan menjauhi bapak tua tersebut. Aku berjalan dengan perasaan campur aduk, perasaan cemas, takut, panik semuanya menjadi satu. Aku juga tahu bahwa Kyla dan Kyka merasakan hal yang sama. Karena terus berjalan kami tidak sadar bahwa kami sudah ada di perempatan jalan. Hal tersebut mengharuskan kami untuk menyebrang. Namun ketika akan menyebrang dari kejauhan kami melihat ada seorang ODGJ yang berjalan, mengamuk, sambil membawa pisau lalu menodongnya ke setiap orang yang jalan.

Aku merasa semakin takut dan juga ragu karena jika kami berhenti atau balik badan maka yang akan kami hadapi adalah bapak tua tadi, sedangkan jika kami terus maju yang akan kami hadapi adalah ODGJ yang dimana sudah pasti menyeramkan. Aku dan Kyla sudah hampir menangis tapi Kika dia yang paling bisa tenang diantara kami bertiga dia menuntun kami untuk tetap terus berjalan kedepan. Walau ragu namun aku dan Kyla tetap ikut melakukanya. Setelah menyebrang posisi kami akan semakin dekat dengan ODGJ sedangkan bapak tua tadi ia memilih untuk berhenti mengikuti kami dengan memilih berbelok menuju zebra cross. Melihat hal itu membuatku menjadi sedikit lebih tenang karena setidaknya masalah yang akan kami hadapi tinggal satu. Ketika semuanya terasa buntu tiba-tiba ada seorang om-om yang menyuruh kami bersembunyi di belakang mobil. Om-om tersebut sepertinya adalah pemilik dari bengkel tempat dimana kami bersembunyi sekarang. Aku benar-benar bersyukur karena dipertemukan dengan orang baik. Ketika kami meyumput di belakang mobil, kami menyaksikan ODGJ tersebut yang semakin tidak terkendali ia membuat pembatas jalan berantakan, dan menondongkan pisau yang ia pegang kepada setiap orang yang lewat dan berusaha menghentikan apa yang sedang ia lakukan.

Namun untungnya setelah itu munculah seorang Pak Polisi yang dengan gagahnya berjalan menghampiri ODGJ itu berada yaitu tengah jalan, Pak Polisi tersebut dengan mudah, cepat dan lihai mengambil pisau yang ada di pegangan ODGJ tersebut. Ia pun menarik tangan ODGJ tersebut membawanya ke tepi jalan karena ia telah menghalangi jalan dan membuat kemacetan terjadi. Setelah itu Pak Polisi tersebut kembali ke jalan untuk membenarkan pembatas jalan yang tadi sudah di buat berantakan. Setelah semua kondisinya aman dan kembali kondusif kami bertiga pun keluar dari tempat persembunyian kami di belakang mobil yang ada di bengkel tersebut.

"Makasih ya Pak, sudah boleh menumpang untuk bersembunyi." Ucap Kyla kepada bapak baik hati itu.

"Iya sama-sama, kalian ini masih pada kecil lain kali kalo mau jalan-jalan jauh seperti ini harus di dampingi orang tua untuk sekiranya mencegah hal-hal buruk yang akan terjadi. Apalagi seperti tadi, kalau ada apa-apa bagaimana ? kan pasti bakal bikin orang tua dan keluarga di rumah panik dan juga sedih."
Ucap bapak bengkel baik hati tersebut. Jam sudah menunjukan pukul jam 6 sore, sudah pasti damri sudah tidak lewat lagi jika sudah jam segini. Ternyata kepanikan dan masalah belum juga selesai. Baterai HP kami masing-masing sama-sama lowbat membuat kami takut jika nanti HP nya mati kami tidak bisa mengabari orang rumah untuk bisa menjemput. Kami akhirnya melakukan diskusi kembali namun kali ini kami berdiskusi secara langsung sambil duduk di halte.

"Duh, kalo kata kaka aku sie jan segini udah ga akan ada lagi Damri yang baka lewat."
Ucapku memberi tahu mereka karena info tersebut baru aku ketahui dari kaka ku.

"Yaampun lantas bagaimana ini, kita pulang naik apa ?" Tanya Kyla yang sudah tidak berenergi.

"Gimana kalo kita pulang naik kereta api lagi saja seperti tadi. Dan untuk perjalanan menuju stasiunnya kita akan menggunakan grab." Balas Kika.

"Okay setuju."
Ucap Ku kepada pernyataan Kika

Masalah kembali muncul dimana diantara kami bertiga yang memiliki aplikasi grab hanya Kyla namun baterai HP nya hanya tinggal 2%. Namun Kyla tetap mencoba untuk tetap memesannya, kami bertiga terus berjalan dengan perasaan cemas karena takut jika kami tidak bisa pulang kembali kerumah. Karena sudah pasti Damri sudah tidak akan lewat lagi sehingga jalan satu-satunya untuk kami bisa pulang adalah dengan menaiki kereta. Akhirnya setelah beberapa menit Kyla berhasil memesan Grab dengan tujuan Stasion kereta api Bandung. Kami bertiga pun menunggu dengan perasaan tenang sedikit berharap agar Grab nya segera datang. Senyum kami mengembang ketika mobil grab yang kami pesan datang. Setelah memastikan plat nomor yang ada dan mencegah ada barang-barang yang tertinggal kami pun masuk ke dalam mobil Grab menuju stasion kereta api.

Dimobil kami bertiga tidak terlalu banyak bicara dikarenakan kejadian tadi, kami semua sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sungguh beruntung karena bisa lolos dari kejaran bapak tua yang berpura-pura tidak bisa bicara tersebut. Aku tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi ketika kami tidak melarikan diri. Kami pun akhirnya sampai di depan stasion kereta api. Setelah sampai kami melihat bahwa antrian untuk memesan tiket sangatlah penuh, namun hal itu tidak membuat kami khawatir sama sekali kami menunggu dengan tenang sambil bercanda satu sama lain. Setelah akhirnya tiket kereta sudah kami dapatkan kami pun bergegas menuju ruang tunggu. Perasaan cemas kami sudah berkurang, entah mengapa suasana sore itu menjadi begitu hangat ditambah dengan keindahan matahari yang sudah siap untuk tenggelam bersamaan dengan cahaya yang semakin menghilang tergantikan dengan gelapnya malam. Hari itu sangatlah berkesan untukku, aku merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna karena memiliki sahabat seperti mereka juga Bunga Oktavia yang saat itu tidak bisa ikut.

Bukankah menyedihkan ketika memikirkan bagaimana dalam 5 sampai 7 tahun kedepan aku dan mereka akan memiliki kehidupan kami sendiri, dan kami perlahan akan mulai berpisah satu sama lain tanpa disadari. Seperti suatu hari nanti kami akan memiliki masa-masa terakhir yang biasanya kami lakukan bersama-sama. Seperti hangout terakhir, bernyanyi, melakukan hal bodoh, bahkan menangis. Aku benar-benar bersyukur karena dipertemukan oleh mereka sebagai seorang sahabat dimana ketika aku bersama mereka aku bisa menjadi diri ku sendiri yang apa adanya. Biarlah kedepannya kami bisa saling terus mendukung, dan juga memperbanyak pengalaman-pengalaman dalam hidup ini. Sekarang semua hal itu sudah menjadi sesuatu yang tak terkembalikan dan hanya bisa dirindukan : kenangan.

Sebelum kami berpisah menuju rumah masing-masing kita pun saling berpelukan sebagai penutup hari tak terduga namun indah itu. Apa yang telah terjadi membekas dihati menjadi pengalaman indah untuk di kenang. Sebagai sebuah bentuk pembelajaraan juga untuk selalu berjaga-jaga dimana pun kita berada karena kita tidak akan pernah tahu hal apa yang akan terjadi kedepanya. Terimakasih untuk hak terduga namun membekas relung hati ini.

Cr Cover / Gambar : Pinterest

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun