1. Persyaratan Fisik dan PsikisÂ
- Baligh dan Berakal Sehat: Seorang mufassir haruslah orang dewasa (baligh) dan memiliki akal yang sehat. Anak kecil atau orang dewasa yang tidak berakal sehat tidak memenuhi syarat, karena penafsiran mereka tidak dapat diterima.
- Beragama Islam: Mufassir harus seorang Muslim. Penafsiran dari non-Muslim dikhawatirkan dapat menimbulkan kekacauan atau penyimpangan terhadap ajaran Islam.
- Adab dalam Menafsirkan (Adab al-Mufassir): Selain fisik dan psikis, seorang mufassir harus memiliki adab dan etika tertentu dalam menafsirkan Al-Qur'an, seperti keikhlasan, ketakwaan, serta niat yang baik dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Persyaratan Keagamaan (Diniah)
- Keyakinan yang Benar: Seorang mufassir harus memiliki akidah yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Ia juga harus bebas dari pandangan atau keyakinan bid'ah.
- Memiliki Tujuan yang Benar: Tujuan seorang mufassir dalam menafsirkan Al-Qur'an harus semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan membantu umat memahami Al-Qur'an, bukan untuk kepentingan duniawi atau pribadi.
- Berpegang pada Dalil Naqli: Dalam menafsirkan, mufassir harus menggunakan dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, dan pendapat para sahabat sebagai landasan utama. Periwayatan bid'ah atau yang tidak dapat dipertanggungjawabkan harus dihindari.
3. Persyaratan AkademikÂ
Persyaratan akademik meliputi penguasaan ilmu-ilmu tertentu yang relevan untuk memahami dan menafsirkan Al-Qur'an. Para ulama, seperti Al-Suyuthi, Al-Zarqani, dan Al-Farmawi, menjelaskan beberapa ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir. Al-Suyuthi menyebutkan 15 cabang ilmu berikut:
Ilmu Bahasa Arab: Mengingat Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, mufassir harus memahami makna kata-kata Arab secara mendalam.