Saat pulang kampung, aku ingin menemuimu. Untuk ke rumahmu, aku belum percaya diri. Ingin meminta ditemani Rizky, tapi rasanya tak mungkin. Bisa-bisa aku malah mengantarnya apel ke rumahmu. Karena sampai saat ini, aku belum tahu, sebenarnya hatimu sudah terisi namanya atau nama lelaki lain.Â
Kuputuskan menemuimu dengan ditemani Maury. Aku sangat berterima kasih pada Maury karena membantu jalanku untuk ke rumahmu.Â
Maury yang baru saja berjumpa denganku terlihat ceria dan baik sebagai sahabat. Dia mengajakku ke rumahmu. Sesampai di rumahmu, hatiku berdebar tak karuan. Menjumpaimu, Lintang. Kau yang sebelumnya terasa jauh, sebentar lagi akan kulihat secara langsung.
Maury mengetuk pintu rumahmu. Sementara aku memandangi halaman rumahmu yang tak begitu luas namun sangat asri. Kukira tangan dinginmu yang menyulap pekarangan dengan aneka bunga yang cantik.
Tak lama pintu terbuka. Seorang wanita berumur lima puluhan muncul dari balik pintu.
"Eh, Nak Maury. Lama nggak ke sini. Gimana kabarnya?"
"Baik, Bu. Lintang ada?" tanyanya.
Mendengar Maury menanyakan keberadaanmu, hatiku semakin berdebar lebih kencang.
"Ada. Eh, Nak Maury ke sini sama siapa tuh?" tanya wanita itu sambil memandang ke arahku. Aku merasa grogi. Hanya bisa menganggukkan kepala pelan.
Maury sendiri menjawab pertanyaan wanita itu dengan berbisik.Â
"O begitu. Kalau begitu silakan masuk."