Karena foto profilmu tak kutemukan, lalu kucari namamu di identitas kontak yang biasanya muncul. Berharap langkahku bisa membuahkan hasil.
Ternyata harapan tinggal menjadi harapan. Aku yang begitu menantikan pertemuan denganmu, hanya bisa gigit jari. Kau tak ada di antara anggota grup alumni.
***
Hari-hari berlalu, aku masih terus berharap kau akan menghubungiku. Seperti yang kau minta, aku akan meluangkan waktu kalau kau menanyakan tentang kesehatan padaku. Tentu bukan berarti aku mengharap kau bertanya kesehatan padaku karena kau sakit. Sama sekali aku tak mengharapkan itu.
Aku selalu berdoa, kau dan aku selalu sehat. Bisa bersama membina hubungan yang serius.Â
Aku tak salah 'kan, Mey?
***
Sepulang dari kerja, aku beristirahat. Aku tak mau memforsir tubuhku untuk membuka praktek setiap hari setelah jam kerja. Dalam satu minggu, aku hanya buka praktek sekali di rumah.Â
Sambil berbaring, kubuka handphone yang seharian tak tersentuh. Di grup alumni kulihat ada ratusan chat.Â
Biasanya aku langsung mendelete semua chat yang masuk. Tetapi, setelah cara reuni kemarin, aku harap masih bisa menemukan kontakmu di sana. Jadi, aku membaca pelan semua chat.
Sampai akhirnya aku terkejut dengan salah satu chat yang masuk. Chat itu mengabarkan tentangmu. Bukan kabar bahagia, Mey!