Namun, kalian tak bisa dihentikan saat mengobrol. Mungkin kaum perempuan memang begitu. Satu topik pembicaraan bisa dibicarakan dalam waktu berhari-hari.
Kuputuskan mendekati kalian dan ikut nimbrung ngobrol. Tak lupa kau kenalkan aku dengan teman yang tak kuingat namanya. Maklum, aku tak pernah sekelas dan tak pernah berbincang dengannya selama satu sekolah dulu.
"Fariz, kenalin. Ini Rema," ucapmu saat mengenalkanku dengan Rema.Â
Rema mengulurkan tangannya. Kusambut ukuran tangannya. Senyumnya manis. Supel dan periang.Â
Kuyakin kalau teman Rena banyak. Kuterka dia sudah memiliki pasangan. Tak sepertimu yang sulit didekati teman laki-laki. Padahal dulu saat SMA, kau didekati ketua OSIS, Mahardhika, yang jadi idola para siswa.Â
"Aku tahu diri saja, Riz," ucapmu saat tak menghiraukan Mahardhika.
Hmmm, kugelengkan kepala. Mengusir pikiranku yang sering jalan-jalan ke masa lalu.
"Riz, boleh dong minta nomor kontakmu," ucapmu.
Aku menoleh ke arahmu. Ternyata aku asyik sekali berbincang dengan Rema. Rema, nama yang unik. Katanya sih nama itu gabungan suku kata dari nama mama papanya.
Kusebutkan nomorku dan kau mengetikkan di handphone-mu.Â
"Tolong nanti kalau aku konsultasi kesehatan, kamu bantu ya!" ucapmu.