Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rukunnya Tutul dan Loreng

31 Desember 2019   12:43 Diperbarui: 31 Desember 2019   12:48 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: news.detik.com

Macan Tutul berjalan kesana-kemari. Wajahnya terlihat merah. Dari raut wajahnya, jelas Tutul kesal. Jerapah yang berada di sampingnya menjadi heran. Tak seperti biasa Tutul berlaku seperti itu.

"Ada apa denganmu hai, Tutul? Kulihat dari tadi kamu tampak kesal..."

Tutul menghentikan beberapa saat langkahnya. Dia menoleh ke arah Jerapah.

"Aku sedang kesal dengan Loreng. Dia bohong padaku!"

Jerapah memandangi Tutul. Dia masih heran dengan apa yang diucapkan Tutul. Kenapa Harimau Loreng berbohong? Tanya Jerapah dalam hati.

"Bohong apa?" Jerapah memberanikan diri bertanya pada Tutul.

Tutul kembali mondar-mandir. 

"Tutul, coba kamu duduk sebentar. Jangan mondar-mandir terus seperti itu..."

Tutul tak menghiraukan perkataan Jerapah.

"Aku pernah mendengar kalau ada yang marah maka harus pindah posisi. Kalau duduk tetap marah, berdiri. Kalau posisi berdiri masih saja marah, maka sebaiknya berjalan. Kembali duduk lagi kalau masih marah juga..."

"Begitukah?" tanya Tutul.

Jerapah mengangguk pelan.

"Iya. Coba kamu lakukan saja. Kalau masih hatimu kesal juga, basuh muka. Itu cara terakhir..."

Tutul melakukan hal yang diucapkan Jerapah. Dan sedikit demi sedikit Tutul merasakan hatinya tak semarah tadi.

**

"Coba sekarang kamu ceritakan, mengapa kamu marah pada Loreng. Kalian kan masih bersaudara..."

Tutul segera menceritakan kisahnya. Ternyata sebelumnya Tutul dan Loreng beberapa kali bertanding lari dari rumahnya sampai lapangan. Siapa yang paling cepat sampai, dialah pemenangnya. Dan pemenangnya akan diberi satu binatang buruan oleh yang kalah.

Akhirnya pertandingan ketiga dilakukan. Mereka berdua memberi aba-aba secara bersama-sama. Kemudian keduanya berlari cepat demi menjadi pemenang.

Dalam pertandingan pastinya ada yang menang dan ada yang kalah. Tutul-lah yang menang. Tutul bersorak kegirangan. Dia akan mendapatkan binatang untuk dimakan tanpa harus berburu.

Sementara Loreng tampak kecewa. Selama ini jika bertanding, dialah yang menang. Loreng melangkah gontai ke tengah hutan untuk berburu binatang. Binatang buruan yang akan diberikan kepada Tutul.

Tutul mengikuti langkah Loreng. Dia sangat bahagia. Baru kali ini dia menang dalam pertandingan lari melawan Loreng.

Mereka duduk di bawah pohon. Mereka memandangi sekitar hutan untuk mencari mangsa. Tak lama kemudian muncullah beberapa rusa. Rusa-rusa itu bermain, berlarian tanpa rasa khawatir akan binatang buas.

Rusa-rusa itu terlihat bersemangat bermain. Hingga mereka bersantai di padang rumput yang hijau sambil makan rerumputan itu.

Di saat rusa-rusa itu lengah, Loreng mengendap-endap ke arah kawanan rusa. Begitu jarak semakin dekat, Loreng berlari dan siap menerkam rusa-rusa itu. 

Kawanan rusa sangat kaget melihat kedatangan Loreng yang begitu tiba-tiba. Rusa-rusa itu berlarian, tunggang langgang. Ada satu rusa kecil yang terlihat kepayahan berlari.

"Ibu...ibu...tunggu aku. Tolong aku ibuuuu...!" seru Rusa kecil itu.

Ibu Rusa tak mendengar seruan Rusa kecil. Si Rusa kecil tak berdaya lagi untuk menghindari Loreng. Loreng dengan mudah menerkam Rusa kecil yang malang itu.

Loreng sangat senang dengan mangsanya kali ini. Setelah pertandingan lari dia teramat lapar. Jadi mendapatkan rusa kecil untuk makannya pun sudah membuatnya senang.

Rusa kecil yang sudah mati pun dibawanya berlari menjauh. Loreng lupa kalau dia harus memberikan binatang buruannya untuk Tutul.

**

"Oh...ternyata itu penyebabnya..."

"Iya, Jerapah. Aku kesal dengan Loreng. Dia pembohong...!"

"Ya sudah. Sabar ya, Tutul. Pasti Loreng sekarang sedih karena kamu marah..."

**

Beberapa hari kemudian, Jerapah menemui Tutul di rumahnya.

"Tutul... Tutul!" Jerapah memanggil-manggil Tutul. Tutul yang sedang berbincang dengan ibunya segera menghampiri Jerapah.

"Ada apa, Jerapah? Kok kamu terengah-engah begitu?"

Jerapah duduk dan mengatur nafasnya. 

"Begini, Tutul... Ini tentang Loreng!"

Tutul terperanjat. Dia menjadi khawatir dengan kondisi Loreng. Kenapa Jerapah sampai begitu panik ke rumahnya.

"Ada apa dengan sepupuku itu, Jerapah?"

"Loreng sakit, Tutul. Kemarin terkena peluru pemburu..."

Tutul menjadi sangat sedih. Loreng, saudaranya itu, ternyata mendapatkan musibah.

"Untungnya Loreng bisa lolos dari pemburu itu..." ucap Jerapah.

"Kalau begitu kita ke sana ya, Jerapah. Aku pamit ibuku dulu..."

Tutul segera menemui ibunya dan berpamitan. Tak lama Tutul dan Jerapah menuju rumah Loreng. 

Sesampai di rumah Loreng, Tutul dan Jerapah menemui ibu Loreng yang saat itu berada di depan rumah.

"Oh...kalian. Kebetulan sekali. Tadi Loreng bilang kalau kangen kalian..."

Tutul dan Jerapah tersenyum. Ibu Loreng masuk rumah. Tak berapa lama Loreng keluar rumah. Terlihat kakinya masih terluka. Lukanya mulai mengering.

"Aku senang sekali kalian ke sini..." ucap Loreng.

"Iya. Aku dengar kamu sakit. Jadi aku dan Jerapah ke sini..."

"Kami khawatir dengan keadaanmu, Loreng..."

Loreng tersenyum. Lalu dia bercerita bahwa dua hari yang lalu dirinya berburu di tengah hutan. Buruan itu akan diberikannya kepada Tutul. Namun di saat Loreng mengincar rusa, ternyata ada pemburu yang juga mengincarnya. Pemburu itu melepaskan peluru dari senapannya. Peluru itu mengenai kaki Loreng.

"Aku lupa, tak memberimu binatang buruan sehabis pertandingan itu. Aku cerita pada ibu. Ibu marah padaku karena aku tak menepati janjiku padamu, Tutul..."

"Jadi kamu berburu untuk kamu berikan padaku?" tanya Tutul.

Loreng mengangguk. 

"Tapi aku tak mendapatkan buruan untukmu. Maafkan aku..."

Loreng meminta maaf kepada Tutul.

"Tak apa-apa, Loreng. Yang penting kamu baik-baik saja..."

"Jadi, kamu memaafkan aku?"

Tutul tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Naaah, begitu. Kalian saling memaafkan. Aku senang melihatnya..." ucap Jerapah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun