Mohon tunggu...
Politik Pilihan

PDIP Akan Pilih Ahok di Pilkada DKI: Analisa Logis Diskusi Warung Kopi

15 Agustus 2016   09:57 Diperbarui: 15 Agustus 2016   10:17 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini bukanlah merupakan bentuk dukungan atau tidak mendukung kepada calon gubernur tertentu.

Hari-hari terakhir ini suhu politik terkait Pilkada DKI semakin meningkat. Hal ini terlebih karena adanya isu kemungkinan Risma akan di usung PDI P menjadi Cagub di DKI.

Hampir semua parpol (kecuali Nasdem, Hanura & Golkar) mendorong agar PDIP mengusung Risma menjadi Cagub di DKI. Tidak terkecuali PKS, partai yang selama ini jarang ber-koalisi dengan PDIP.


 Minimal ada 3 pertanyaan yang pantas diajukan mengenai pentingnya mengambil keputusan yang tepat pada Pilkada DKI 2017 ini.

1. Siapa sebaiknya Cagub yang diusung PDIP?

Melihat perkembangan berita akhir-akhir ini, banyak memprediksi bahwa PDIP akan mengususng Risma pada Pilkada DKI 2017.

Hal ini ada benarnya, mengingat perkembangan dukungan kepada Risma memang cukup meningkat dari beberapa kelompok masyarakat.

Apalagi hasil beberapa survei menunjukan bahwa potensi kemenangan Risma termasuk yang bisa mengimbangi Ahok.


Tanpa melihat adanya kedekatan antara Mega dengan Ahok, begitu juga adanya sinyal-sinyal dukungan yang ditunjukan Mega beberapa waktu, rasanya jika PDIP berpikir secara jernih, maka akan lebih baik jika partai banteng ini menetapkan dukungannya kepada Ahok.

Mengenai alasan kenapa PDIP akan dukung Ahok, akan saya jelaskan kemudian.

2. Mengapa banyak Parpol yang mendorong PDIP dukung Risma?

Niat dari mayoritas Parpol merayu PDIP agar mendukung Risma, harusnya dipelajari secara serius oleh PDIP. Karena belum tentu mereka benar-benar menampilkan wajah “kekeluargaan” kepada PDIP. Bukan pula niatan tersebut semata-mata karena "Asal Bukan Ahok" (AsBAk).

Sebenarnya ada strategi jangka panjang mencakup nasional yang saat ini dipikirkan oleh mereka. Karena jika PDIP dukung Ahok dan Ahok menang, maka sebenarnya Pemilu 2019 telah selesai dengan kemenangan PDIP.

3. Pemilu 2019?

Menurut saya, keputusan PDIP di Pilgub DKI akan sangat menentukan bagaimana PDIP akan meraih suara kemenangan dalam Pemilu 2019.

Apabila partai banteng moncong putih berpikir cerdas dan tidak ber-spekulatif, maka lebih baik bagi mereka untuk mendukung incumbent tetap menjadi DKI 1. Ada beberapa alasan positif bagi PDIP untuk hal ini:

a. Potensi menang lebih besar, meskipun potensi Risma menang juga terbuka

Salah satu faktor kegalauan banyak partai sehingga membentuk koalisi besar, adalah karena hampir tidak ada lawan yang seimbang bagi Ahok. Hal tersebut juga tercermin dari hasil beberapa lembaga survey akhir-akhir ini. Bahkan jika dilihat, hanya Gerindra yang memunculkan kadernya sebagai kandidat (masih mungkin juga sebagai DKI 2).

Bandingkan dengan Pilkada 2012 lalu, dimana hampir semua partai mengeluarkan kader jagoannya.

Memang bukan berarti potensi Risma untuk menang tidak ada. Peluang itu juga cukup besar, apalagi akhir-akhir beliau menjadi media darling, hal yang sama juga menjadi faktor penentu kemenangan Jokowi –Ahok dulu.

b. Menghindari perpecahan di akar rumput

Kader PDI P di medsos banyak yang mengatakan, posisi mereka serba sulit jika akhirnya PDIP mendukung Risma. Rasa suka kepada Ahok selama membuat mereka dilema, dan mungkin mereka akan berhadap-hadapan dengan teman lainnya yang mendukung Risma.

Soliditas mungkin saja berubah, dan bukan tidak mungkin akan menjadi perpecahan, mengingat kerasnya dukungan lovers-haters pengalaman Pilkada 2012 dan Pemilu 2014 lalu, yang mana sampai saat masih berlanjut di medsos.

Saya percaya, kader-kader di akar rumput tersebut merupakan kader yang militan dan bukan swing voters. Jika mereka pecah, maka hal ini tentu akan merugikan bagi PDIP itu sendiri nantinya.

c. Mempertahankan suara saat ini agar tidak terbagi ke partai lain

Sebenarnya mengambil keputusan tepat pada Pilkada DKI 2017 ini dapat digunakan oleh PDIP untuk men-konsolidasi kader atau suaranya sebagai modal 2019.

Banyak pihak menilai, Ahok identik dengan Jokowi. Keberhasilan Ahok tidak bisa dilepaskan dari dukungan Jokowi untuk pembangunan DKI.

Apabila PDIP mendukung Risma, yang mana banyak partai yang mendukung, bahkan mereka seolah-olah menjadi pendukung utamanya, maka jika nantinya Risma menang, yang berpeluang mendapat keuntungan suara adalah PKS dan Gerindra.

PKS akan kembali berkuasa di DKI, karena mereka termasuk yang ngotot mendukung Risma, tentu saja itu keuntungan bagi mereka.

Lalu apa PDIP tidak dapat keuntungan? Tentu saja mungkin dapat, tapi mereka harus berbagi suaranya dengan banyak partai. Dan saya yakin kader partai koalisi pendukung Risma akan solid dalam hal, dan organ partai akan bekerja maksimal.

Apakah jika PDIP dukung Ahok lantas suara tidak terpecah. Kemungkinan itu tetap saja ada, tapi dengan solidnya kader militan mereka dan Ahok juga dimata masyarakat masih terasosiasi dengan Jokowi, maka kemungkinan suara mereka bertambah dibanding Pemilu 2014 terbuka lebar.

d. Menjaga peluang menang di Jawa Timur

Jika Risma tetap dipasang di Jatim dan Ahok di DKI, dimana potensi menang mereka sangat besar di masing-masing provinsi tersebut, maka hal ini akan menguntungkan bagi PDIP.

Jika Ahok menang di DKI dan Risma menang di Jatim, dimana PDIP menjadi pendukung utama mereka berdua, maka hal tersebut berpeluang membuat PDIP menjadi pemenang di Pemilu 2019.

Sebaliknya jika PDIP pasang Risma di DKI dan kalah, maka hal tersebut akan membuat pamor Risma bisa jatuh termasuk di Jatim dan bisa saja nantinya membuat Risma juga berpeluang kalah di Jatim. Hal ini bisa merugikan PDIP.

Bayangkan jika DKI, Jatim dan Jateng (Ganjar Pranowo juga beritanya cukup populer disana) dikuasai PDIP, maka sudah berapa persen suara yang akan dimenangkan PDIP di Pemilu 2019.

Inilah sebenarnya ketakutan dari Parpol-Parpol lain dan menjadi alasan mereka mendorong PDIP dukung Risma di DKI. Ini merupakan jebakan batman bagi PDIP.


Mengapa mereka melakukan itu?

Mari kita lihat hasil Pilkada serentak 2015 sesuai berita kompas.com tanggal 10 Desember 2015.

Pada Pilkada 2015, PDIP disebut sukses menang di 160 daerah, padahal target mereka hanya 156 daerah.

86 kepala daerah merupakan kader sendiri, 20 kepala daerah diusung sendiri, dan mereka juga menang di daerah yang bukan basisnya.

Tentu ini ancaman bagi Parpol lain pada Pemilu 2019. Terlebih pembangunan yang dilakukan Jokowi saat ini mengarah ke Indonesia bagian timur, sumatera dan kalimantan.

Bicara sumatera. Pada Pilkada 2015, PDIP menang besar di Sumatera Utara, dari target hanya 9 daerah, ternyata mereka menang di 15 daerah.

Lihat potensi suaranya, jika tol sumatera dan wisata danau toba jadi direalisasikan.


Bagaimana dengan Kalimantan?

Kalbar merupakan salah satu basis PDIP. Gubernur Kalbar 2 periode adalah kader PDIP yang diangkat dari kepala daerah kabupaten.

Saya yakin, jika PDIP usung Ahok di DKI dan Ahok menang, serta Risma di pasang di Jatim, maka sebenarnya Pemilu 2019 sudah selesai dengan kemenangan PDIP.

Apalagi jika di Jabar kader mereka bisa menang. Siapa yang mungkin diusung di Jabar? Rasanya bukan Ridwan Kamil, karena Ridwan Kamil dimata masyarakat sudah terasosiasi dengan PKS atau Gerindra.


Lalu kenapa banyak kader PDIP yang terkesan menyerang Ahok?

Ini sebenarnya bagus, karena 2 hal:

1. Ini dapat menunjukan bahwa Ahok tidak melakukan balas jasa kepada kader Parpol manapun. Dan sebaiknya terus begitu. Namun tidak seharusnya juga Ahok alergi dengan politis dari Partai. Apalagi jika dia mempunyai pikiran, "yang penting saya sudah pegang kepalanya, yang lain pasti ikut".

2. Jika saat ini mereka kelihatan sangat akrab, maka strategi bahwa PDIP akan mendukung Ahok sudah terbaca oleh lawan.

Bayangkan jika saat ini mereka seperti akan jagokan Risma, namun di last minute PDIP dukung Ahok, maka tidak ada kesempatan dari lawan mereka untuk berubah strategi. Dan yang terpenting, media tidak sempat memunculkan figur lain sebagai media darling, seperti saat ini yang dilakukan pada Risma atau dulu dilakukan pada Jokowi - Ahok yang menjadi kunci kemenangan mereka.

Jadi, jika PDIP berpikir cerdas dan tidak mau berspekulasi, maka pilihan terbaik bagi mereka adalah dukung Ahok di DKI 2017, agar potensi menang mudah di 2019 semakin terbuka lebar.

Tapi disaat yang sama, mereka juga jangan terlalu mengusik Jokowi lagi, karena kesempatan itu akan diambil oleh Golkar yang mulai menancapkan identitasnya pada Jokowi sebagai kader Golkar.

Salam.....

JG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun