a. Definisi dan Pengukuran
Tingkat Deforestasi didefinisikan sebagai persentase perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dalam periode tertentu. Pengukuran dapat dilakukan melalui pemantauan satelit, analisis citra udara, atau survei lapangan untuk membandingkan tutupan lahan dari waktu ke waktu.
b. Data Tingkat Deforestasi
Menurut laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan berbagai lembaga penelitian, Indonesia mengalami deforestasi yang signifikan. Laporan tahun 2022 menunjukkan bahwa laju deforestasi di Indonesia mencapai sekitar 115.000 hektar per tahun, dengan sekitar 60% dari deforestasi tersebut disebabkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit. Di Kabupaten Mesuji, data menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, tingkat deforestasi akibat perluasan perkebunan kelapa sawit bisa mencapai 20-25% dari total lahan hutan yang ada.
c. Dampak Deforestasi
Deforestasi tidak hanya mengurangi tutupan hutan, tetapi juga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, kualitas tanah dan air, dan perubahan iklim melalui peningkatan emisi gas rumah kaca.
d. Upaya Pengurangan Deforestasi
Untuk mengurangi tingkat deforestasi, pemerintah daerah dan nasional telah menerapkan berbagai kebijakan yaitu Moratorium izin baru untuk perkebunan di lahan hutan dan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan perkebunan, seperti sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
    Tingkat deforestasi di Kabupaten Mesuji menjadi isu serius yang memengaruhi ekosistem lokal dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa praktik ilegal, seperti pembukaan lahan tanpa izin dan penebangan liar, berkontribusi pada peningkatan deforestasi. Faktor-faktor ekonomi, seperti permintaan pasar untuk minyak sawit, juga mendorong pengembangan lahan baru. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk melindungi hutan yang tersisa dan mendorong praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
3. Penyelesaian Konflik Agraria
    Konflik agraria sering terjadi antara perusahaan kelapa sawit dan masyarakat lokal, yang seringkali merasa haknya terabaikan. Ketidakjelasan batas lahan dan kurangnya sosialisasi mengenai kebijakan penggunaan lahan menjadi penyebab utama konflik. Proses penyelesaian yang ada saat ini sering kali lambat dan tidak memadai, sehingga memperburuk ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat. Penting bagi pemerintah untuk memfasilitasi dialog antara semua pemangku kepentingan dan menciptakan mekanisme penyelesaian konflik yang transparan dan adil untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan.