Mohon tunggu...
Johan Saputro
Johan Saputro Mohon Tunggu... Lainnya - Pranata Humas Pemkab Grobogan

Alumni Mahasiswa Ilmu Komukasi UIN Suka--Yogyakarta. Pengagum pemikiran Cak Nur, Gus Dur dan Cak Nun. Masih tahap proses pencarian, pemaknaan tentang "hening". Belajar mengerti, memahami dan menghayati "hening", karna dalam "hening" Aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki dalam Genangan Kenangan

23 Februari 2016   22:30 Diperbarui: 23 Februari 2016   23:03 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dheg. Kembali keheningan yang tercipta. Tak ada suara. Tak ada kata. Aku seakan tersedot kembali pada peristiwa getir yang terjadi tiga tahun yang telah berlalu. Slide-slide kenangan seakan menghambur memenuhi seluruh ruangan. Kata-kata Diandra tiga tahun yang lalu begitu terngiang di dalam gendang telinga.

“Maafkan aku, kita barangkali bukanlah sepasang jodoh yang digariskan Tuhan”, kata Diandra waktu itu. Sembari menahan isak tangis yang siap pecah, ia meneruskan kalimatnya, “Kita tidak berjodoh Jon, maafkan aku. Ada jurang yang begitu dalam yang tak mungkin aku ataupun kamu sanggup untuk menyeberanginya”.

“Barangkali Maria benar. Aku adalah seorang pria yang kekanak-kanakan dan berlaku zalim pada diriku sendiri”, pikirku.

Sejak tanggal yang ku catat sebagai tanggal di mana Diandra pergi meninggalkanku tiga tahun yang lalu, aku bagaikan seorang peziarah yang tersesat ketika sedang berada dalam sebuah lawatan ke museum-museum yang mengabadikan berbagai peristiwa sejarah. Aku tersesat namun aku begitu mengagumi dan menikmati segenap etalase kenangan dan mozaik-mozaik dari beragam peristiwa di masa lalu yang disajikan itu. Aku menjadi enggan beranjak dari sana, aku tak tahu hendak ke mana, dan nyatanya aku tak mau ke mana-mana. Aku terjebak dalam sebuah romantisme masa lalu, mengagungkannya, begitu menikmati segala suka, luka, dan duka yang pernah tercipta, dan menganggapnya sebagai sebuah realita yang sebenarnya.

“Jon..”

Suaramu menyadarkanku dari lamunku.

“Iya Maria”

“Cerita dong?”, pintamu dengan lirih,

Aku menghela napas. Membuang pandanganku ke sisi jendela di sebelah bangku yang kita tempati. Kembali menatapmu. Menundukkan kepala. Kembali menatapmu.

“Aku tidak tahu apa yang ku rasakan Maria. Semuanya seolah tak pernah berubah. Aku pernah mencintai seorang perempuan dengan begitu penuh, hingga aku pun tak menyisakan sedikit saja rasa untuk mencintai perempuan yang lain. Aku masih terus mengharap dan masih terus merawat harap bahwa suatu saat aku akan bisa kembali bersamanya. Sepertinya aku telah membuat sebuah kesalahan yang besar Maria”.

Kamu menggenggam tanganku semakin erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun