Sementara kamu memesan, aku terus memperhatikan gerak-gerikmu. Ada semacam perasaan kagum pada kecantikanmu.
“Makin cantik aja nih anak”, batinku.
“Makasih ya Mbak”, katamu pada mbak-mbak waitress,
Setelah meng-konfirmasi ulang pesanan, mbak-mbak waitress pun segera berlalu. Berjalan meninggalkan aku dan kamu di bangku nomor tujuh. Aku masih memperhatikanmu dengan penuh antusias.
“Eih.. udahin senyumnya, nanti kering itu gigi. Udahin tatapan kagum dan penuh nafsu itu. Aku memang cantik kok. Baru nyadar, kemana aja sih Jon..ha.. ha..”
“Itu sejak kapan?”, ujarku sembari menunjuk hijab yang kamu kenakan.
“Ini?”, ujarmu sembari merapikan hijabmu. “Sudah dua tahun terakhir Jon. Hijrah Jon.. he..he..”
Aku hanya bisa tersenyum, tak tahu harus memberikan tanggapan apa. Ku ambil sebungkus rokok dari saku celana. Mengambilnya sebatang, lalu menyalakannya.
Kamu tersenyum. Jari tanganmu yang lentik tiba-tiba saja mencubit lenganku. Kamu tertawa, memperlihatkan gigimu yang putih merona.
“Belum hijrah beneran Jon. Aku memakainya ya karena lingkungan aja sih..”
Aku ikut tertawa. Sejenak kemudian mbak-mbak waitress mengantarakan apa saja yang kita pesan.