Mohon tunggu...
Johan Saputro
Johan Saputro Mohon Tunggu... Lainnya - Pranata Humas Pemkab Grobogan

Alumni Mahasiswa Ilmu Komukasi UIN Suka--Yogyakarta. Pengagum pemikiran Cak Nur, Gus Dur dan Cak Nun. Masih tahap proses pencarian, pemaknaan tentang "hening". Belajar mengerti, memahami dan menghayati "hening", karna dalam "hening" Aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki dalam Genangan Kenangan

23 Februari 2016   22:30 Diperbarui: 23 Februari 2016   23:03 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

***

Berondongan kata-kata Maria membuatku merasa bersalah. Memang, setelah hubunganku dengan Diandra berakhir (harus diakhiri), ku akui aku sudah jarang sekali menghubungi Maria. Aku pun tak pernah lagi bercerita keluh kesah tentang ‘masalah-masalah’ apapun padanya. Aku hanya berkomunikasi dengannya sebatas ‘basa-basi’, ber-‘hahahihi’, menanyakan kabar dan kesibukan, tak lebih. Itu juga terjadi jika Maria yang menghubungiku duluan. Aku tidak tahu entah kenapa aku menjadi bersikap seperti itu.

Maria adalah sahabatku sejak SMA. Maria ibarat ‘konsultan pribadi’ bagiku untuk  berbagai urusan. Lebih spesifik yang berkaitan dengan kisah asmara. Hubunganku dengan Diandra pun terjadi atas “restu”-nya. Maria-lah yang mula-mula memperkenalkanku padanya, kemudia ia menjadi si penulis skenario, sekaligus sutradara yang mengarahkan terjadinya cerita cinta (mula-mula) antara aku dan Diandra.  Tak luput, sosok Maria pulalah tempatku berbagi cerita mengenai pasang surut hubunganku dengan Diandra.

Setelah lulus SMA, Maria melanjutkan studi di Jakarta, dan tinggal menetap di sana. Semua keluarganya boyongan pindah ke Jakarta. Mengikuti Bapaknya sebagai abdi negara yang mendapat tugas baru di sana. Jarak yang begitu membentang, juga kesibukan masing-masing membuat aku dan Maria sudah nyaris delapan tahun tak saling bertemu muka, hanya mampu berkirim kabar lewat tulisan atau suara. Baru kali ini, ia menyempatkan kembali ke tanah kelahirannya. “Ingin berziarah dan men-ziarah-i kenangan sekaligus bernostalgia sebelum memulai kehidupan baru”, kata dia.  Sebulan lagi Maria akan melepas masa lajangnya dan menggenggam masa barunya sebagai seorang istri.

“Hei Jon… ditanya malah ngelamun. Kamu baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja kok”.

“Jon… kamu baik-baik saja?”

Kamu mengucapkan kata-kata ‘baik-baik saja’ dengan penekanan.

“Lumayan baik Maria”, kataku sembari tersenyum.

“Jon… kamu benar baik-baik saja? Ouh...tidak…tidak…kamu tidak baik-baik saja. Aku merasakannya. Maaf kan aku Jon.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun