“Ah, Bapak lupa. Apa kabar, Mat? Kamu kelihatan gagah sekarang.”
“Terima kasih, Pak. Kabar Bapak gimana? Masih ngajar kan?”
“Bapak baik. Sehat. Bapak masih ngajar. Hari ini libur semesteran, jadi Bapak bisa ngojek seharian.” Rahmat mengembalikan helmnya, yang digantungnya di bawah stang. Ia kemudian melanjutkan, “Kamu wawancara kerja di sini, Mat? Wah, pastinya perusahaan bagus. Gedungnya saja bagus.”
“Iya, Pak. Mudah-mudahan lancar.”
“Oh ya, wawancaranya dimulai jam berapa? Jangan sampai kamu terlambat.”
“Masih lama kok pak. Masih satu jam lagi.”
“Sudah sarapan, Mat?”
“Belum, Pak. Tadi saya buru-buru, jadi tidak sempat sarapan.”
“Sarapan itu penting lho, Mat. Jangan sampai kamu pingsan pas wawancara. Ayo, kita sarapan dulu. Biar Bapak yang bayarin.”
“Terima kasih, Pak.”
Pak Tarjo cukup sering mengantar pelanggannya pergi ke gedung itu, ia bahkan pernah dua kali mengantar pelanggannya yang mau wawancara kerja di sana—Rahmat jadi yang ketiga. Makanya ia tahu tempat makan yang rasanya enak di sekitaran situ.