Mohon tunggu...
Ali
Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Bekasi

Bekasi Bekasi Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Untuk Dilupakan

30 Januari 2022   08:00 Diperbarui: 15 Februari 2022   08:11 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Daniel Frank on Pexels.com 

“Terima kasih, Pak.”

Pak Tarjo ternyata tidak mengenalinya walaupun ia belum memakai masker. Mungkin karena perubahan fisiknya; dulu ia kurus, loyo dan pendiam, sekarang ia berbadan tegap, tinggi dan lumayan berisi. Atau, mungkin karena ia hanya setahun diajar Pak Tarjo. Atau, mungkin karena ia dulu tidak terlalu menonjol di kelas atau di sekolah; ia siswa yang biasa saja, tidak ikut ekstra kurikuler dan bukan pengurus OSIS.

Mereka pergi melewati gang-gang dan jalan tikus, yang sengaja dipilih Pak Tarjo untuk mempersingkat waktu perjalanan dan sekaligus menghindari macet. Tempat yang dituju lumayan jauh, bisa sampai satu jam. Meski begitu, Pak Tarjo selalu bersemangat mengantar para pelanggannya, terlebih pelanggan yang akan menghadiri wawancara kerja. Oleh karenanya, begitu keluar gang ia langsung memacu sepeda motornya dengan gesit.

Rahmat memperhatikan helm Pak Tarjo yang lecet dan ditempeli bekas stiker, jaketnya yang kusam dan warnanya yang hampir pudar, menandakan Pak Tarjo sudah lama jadi driver ojol.

Pak Tarjo guru yang sangat jago matematika, yang menjelaskan pelajaran dengan detail tanpa melihat buku dan tegas, dengan kata tegas, yang bagi Rahmat, bisa diartikan lain. Pak Tarjo sering merendahkan dirinya. Itu gara-gara ia anak dari orang tuanya yang miskin; yang tidak bisa membayar kelas tambahan, membeli buku LKS atau memberi bingkisan saat orang tuanya mengambil rapor.

Ia pernah dihukum tidak boleh mengikuti pelajarannya karena terlambat masuk kelas, padahal sudah dijelaskan bahwa setiap pagi, sebelum pergi ke sekolah, ia harus mengantar kue-kue buatan ibunya ke warung-warung untuk dijual. Ketika guru-guru lain memakluminya, Pak Tarjo malah menyindirnya dengan mengatakan, “Orang tua yang berpendidikan pastinya tidak akan menyuruh anaknya bekerja.”

Ia seharusnya sudah melupakan pengalaman buruknya di SMP kalau saja bukan Pak Tarjo yang menjemputnya. Bagaimanapun, semua itu sudah berlalu, apalagi kondisi Pak Tarjo tampak memprihatinkan; sepeda motor yang dikendarai Pak Tarjo adalah sepeda motor yang sering dipakainya ke sekolah dulu—hadiah dari patungan orang tua murid-muridnya, tentunya dengan orang tuanya Rahmat jadi pengecualian. Sepeda motor yang pernah dibangga-banggakannya itu kini sudah butut, mesinnya berisik, bunyi knalpotnya nyaring dan mengeluarkan asap putih, shock breaker-nya keras, pun dengan joknya. Pak Tarjo mungkin saja sudah berubah jadi lebih baik, ia hanya belum mengetahuinya.

Pak Tarjo berniat mengajaknya mengobrol saat berhenti di lampu merah, akan tapi suara di jalanan sangat bising sehingga ia pun mengurungkannya. Begitu juga dengan Rahmat, yang sedari tadi ingin memberitahu bahwa ia dulu adalah mantan muridnya. Kesempatan itu baru datang ketika mereka tiba di tempat tujuan. Rahmat yang baru melepas helmnya berkata, “Masih ingat saya, Pak?”

Pak Tarjo cukup sering bertemu murid atau mantan muridnya di jalan; ada yang dikenalnya, dikenal baik, atau sama sekali tidak dikenalnya. Seingatnya, ia tidak pernah lupa seseorang kalau sudah kenal nama, meskipun sudah lama tidak bertemu—terlebih wajah laki-laki di hadapannya tampak tidak asing.

“Saya Rahmat, murid Bapak di SMP dulu,” lanjut Rahmat. “Saya sekelas sama Didiet, ketua OSIS. Satu angkatan sama Vera yang jadi artis sinetron, juga satu angkatan sama Slamet, yang juara Olimpiade Matematika Provinsi.”

Ia ingat Rahmat, murid yang pernah diberikannya nilai jelek hanya karena memakai rumus yang tidak diajarkannya—sekalipun jawabannya benar—lalu menyebutnya sebagai murid sombong. Kasihan anak itu, padahal yang seharusnya disebut sombong adalah dirinya. Dengan jabatannya sebagai wakil kepala sekolah dan kepintarannya, ia ingin selalu dihormati dan dianggap sebagai guru yang paling berjasa atas keberhasilan murid-muridnya dapat nilai bagus atau diterima di SMA favorit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun