Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik

MRT dan LRT, Mau Kisruh atau Komplit?

17 Maret 2017   22:45 Diperbarui: 18 Maret 2017   14:00 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Incorprated

JICA (Japan International Corporation Agency) adalah lembaga asing yang sejak lama setia ‘membantu’ kita. Terutama soal membangunan infrastruktur. Bantuan yang tentunya tak gratis. Sebab sesungguhnya dibalik 'bantuan' itu selalu ada perhitungan bisnis yang kompleks tapi terukur. Mereka sudah paham, bahkan telah melakoni, konsep ‘design and build’ sejak jaman studi rekayasa masih lebih banyak menggunakan kalkulator (sekitar tahun 1980-an). Jadi sebetulnya --- hal yang dibanggakan seperti tertuang pada Laporan Manajemen di Annual Report 2015 itu --- tak ada yang istimewa dengan konsep ‘design and build’ yang digunakan PT MRT Jakarta sekarang ini. Dengan perkataan lain, justru hampir dapat dipastikan kalau pendekatan 'design and build' tersebut memang diharapkan dan diinginkan JICA. 

Jika Anda menekuni pekerjaan, memiliki pengalaman, dan mengelola data maupun informasi dengan telaten --- apa sulitnya mengerjakan desain yang baik hingga memiliki tingkat penyimpangan atau deviasi yang terukur dalam pelaksanaannya (build)?

Pendekatan ‘design and build’ yang dilakukan Jepang di zaman ‘keemasan’ Orde Baru dulu, bukan dilakukan melalui salah satu raksasa korporasi usahanya. Tapi lewat sistem gotong-royong yang dilakoni berbagai bisnis mereka yang berkepentingan di sini. Japan incorporated telah mereka praktekkan dengan rapih, tertib, dan massive. Tanpa ribut-ribut. Sementara, ketika Tanri Abeng mulai masuk pusaran politik dan jajaran kabinet di era kepemimpinan Soeharto dulu, dengan penuh gaya ia mencetuskan istilah Indonesian Incorporated. Judul keren yang hanya berhenti di ruang-ruang dialog dan seminar. Padahal jauh hari sebelumnya, Jepang malah telah langsung mempraktekkan, menguji, serta memetik hasil dan manfaatnya.

Jepang memang negara yang tak pernah pelit menawarkan hibah (grant) untuk membiayai berbagai studi di Indonesia. Kita berterima kasih. Tapi, sesungguhnya mereka yang paling bersyukur dan menikmati. Karena dari studi-studi itu ‘peta jalan’ (business road map) bagi beragam usaha bangsanya di negeri ini, terproyeksikan dengan lebih baik. Rinci, terintegrasi, dan komprehensif.  

Bukankah gelombang relokasi industri Jepang ke Jakarta dan sekitarnya, berlangsung besar-besaran setelah pembangunan berbagai infrastuktur yang sebagian didanai lewat pinjaman lunak mereka? 

Telusurilah berbagai mega proyek infrastruktur listrik, jalan, pelabuhan hingga tata ruang yang dikembangkan Indonesia sejak Orde Baru dulu. Kita memang turut memperoleh manfaat. Tapi, berbagai korporasi mereka yang kemudian berkembang di sini, juga mendapat berkah kemudahan operasionalnya.

***

Budaya Catut

Sekali lagi, kita memang layak bersyukur terhadap 'bantuan' yang diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun