Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik

MRT dan LRT, Mau Kisruh atau Komplit?

17 Maret 2017   22:45 Diperbarui: 18 Maret 2017   14:00 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi hal itu juga sekaligus menyandera seluruh bangsa — karena menyangkut sumberdaya Nasional yang harus dikerahkan untuk menanganinya — sementara (kota dan wilayah) yang lain mulai tak sabar menunggu giliran. Sebab mereka telah terlalu lama diabaikan. Hanya dieksploitasi untuk kemewahan para induk semang yang bermukim dan berpesta di ibukota negara tersebut. 

Lalu dibalik semua kerunyaman itu — walaupun terlambat — Jakarta beruntung mendapatkan Joko Widodo. Juga Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Semula mereka memimpin berpasangan. Menerabas berbagai hambatan agar terjadi percepatan menyelesaikan berbagai soal yang telah begitu kusut. Mendobrak aneka kebuntuan.

Lalu ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden Indonesia, Ahok-lah yang meneruskan. Dia pun tak kalah agresif.

***

Dewi Fortuna

Kemudian Jokowi memang harus ‘terbang’ jauh lebih tinggi. Menebar pandangan ke seluruh pelosok Nusantara. Merasakan keresahan Indonesia lain yang selama ini terabaikan. Seperti ketika masih memimpin Jakarta — dalam lingkup Nasional yang lebih luas — ia pun mencanangkan berbagai hal yang sejak berpuluh tahun sebelumnya tak terperhatikan. Mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta yang kini Presiden Republik Indonesia itu bertekad membangun daerah — terutama bagian timur negeri kita — melalui pengutamaan infrastruktur dan fasilitas. Semua itu agar denyut dan gairah pertumbuhan bisa segera bergeser ke sana. 

Tapi di tengah ekonomi yang sedang lesu sekarang — untuk membiayai semua pembangunan itu — tentu kita membutuhkan anggaran yang berlipat-lipat lebih besar dari sebelumnya. Sesuatu yang sama sekali tak mudah. Pertama, karena kelesuan global. Kedua, karena sumber pendapatan Nasional merosot. Ketiga, karena organisasi pasukannya yang tidak selalu seiring-sejalan dengan gagasan-gagasan besar yang dicanangkan.

Dalam hal pendanaan, Jokowi memang tangkas menghapus subsidi bahan-bakar-minyak (BBM) dan mengalihkannya ke sana. Kebetulan atau tidak, kebijakan tersebut memang bersamaan dengan terjun bebasnya harga minyak dunia. Alih-alih subsidi, tahun lalu Pertamina malah menyumbang kocek negara karena memperoleh untung besar dari penjualan eceran ke masyarakat. Laba korporasi pelat merah itu bahkan mampu mengungguli capaian Petronas Malaysia yang memiliki asset jauh lebih besar. 

Lalu tax amnesty. 

Program pengampunan bagi para maling dan perompak bangsa yang selama ini menyembunyikan harta dan mengingkari kewajiban pajaknya. Tapi dalam hal ini, harus diakui jika kenyataannya tak semulus cita-cita yang semula diharapkan. Kurang dari sebulan menjelang batas akhir tawaran pengampunan berakhir (31 Maret 2017), kekayaan disembunyikan yang kembali ke Ibu Pertiwi (repatriasi) ternyata masih terlalu jauh dari Rp 1.000 triliun target yang dicanangkan. 

Walaupun dongeng kembalinya harta yang disumputkan di manca negara ternyata jauh panggang dari api --- sebagian malah disumbang oleh kekayaan yang berserak di dalam negeri tapi belum atau lupa dilaporkan --- jumlah tebusan yang diperoleh akhirnya menyelamatkan capaian pendapatan pajak kita. Tahun 2016 kemarin, pendapatan pajak mencapai Rp 1.105 triliun, setara dengan 81.5 % target APBN Perubahan yang berjumlah Rp 1.355 triliun. Jika tanpa tax amnesty, pencapaiannya hanya Rp 998 triliun atau 73,6 persen. Di bawah perolehan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp 1.055,61 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun