Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Darurat Transportasi, Darurat Indonesia

23 Maret 2016   02:28 Diperbarui: 21 April 2016   02:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

KELELUASAAN BERGERAK

Jarak yang memisahkanlah yang menyebabkan kita harus bergerak. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi tujuan tertentu. Belanja, sekolah, bertemu dengan kekasih, ke tempat kerja, menyaksikan konser, menjumpai dokter, melayat sejawat yang meninggal, atau sekedar menikmati matahari terbenam di tepi laut. Hal-hal yang tak mungkin semua tersedia ataupun dihadirkan di rumah yang kita tempati sehari-hari.

Hal paling primitif bagi manusia dalam melakukan perpindahan - bergerak dari satu titik ke titik yang lain - adalah dengan menggunakan anggota tubuhnya. Kecuali jika ia memiliki kendala fisik. Seorang manusia yang normal akan menggunakan sepasang kakinya untuk berjalan. Bayi yang baru lahir dan masih merangkak tak termasuk pada hal yang dimaksud. Begitu pula orang tua renta yang bahkan tak sanggup lagi menopang tubuh dengan kedua tungkainya.

Lalu, ketika jarak mulai terbentang, manusia kemudian berfikir tentang sesuatu yang dapat membantunya berpindah. Sesuatu untuk menghemat tenaganya, agar lebih cepat, lebih mudah, dan juga lebih nyaman.

Pada mulanya digunakanlah hewan tunggangan yang bisa dijinakkan. Kemudian lahir inovasi roda. Mesin penggerak. Lintasan khusus atau rel. Dan seterusnya.

Hal-hal yang membantu dan memudahkan pergerakan itu adalah kemewahan yang tak dimiliki oleh setiap manusia. Disana ada soal persyaratan. Entah sosial, ekonomi, budaya, ataupun politik. Maka disana perlu kehadiran negara agar dapat mengatur dan memelihara keadilan bagi semua yang tergabung dan berkepentingan dalam suatu ruang aktivitas kehidupan bersama.

Semua pergerakan itu, mulai dari yang hanya mengandalkan kaki sebagai anggota tubuhnya hingga menggunakan sesuatu yang bisa dikendarai, bermesin ataupun digerakkan tenaga manusia maupun binatang, beroda tunggal hingga banyak, secara bersama-sama akan menempati ruang yang disebut jalan.

Nah, jenis pergerakan - perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain - apakah yang merupakan hak dan kemampuan publik terluas dan terbanyak?

Berjalan kaki.

Semestinya - sebelum macam-macam pergerakan lain yang melibatkan alat bantu apapun - negara harus mengutamakan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan berjalan kaki terlebih dahulu. Bukan terbolak-balik seperti sekarang. Dengan kata lain, sebelum mengutak-atik aturan berlalu-lintas dan angkutan jalan yang lain, dahulukan soal perjalanan manusia yang menggunakan kakinya.

Itulah alasan pokok mengapa saya nyatakan UU 22/2009 tentang lalu-lintas dan angkutan jalan itu tak memiliki semangat reformasi substansial dan mendasar. Ia sama sekali tak bergeser dari filosofi dan sudut pandang yang tercermin pada UU 14/1992 sebelumnya. Sesuatu yang sesungguhnya melenceng dari makna sila ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’. Sebab, di hampir semua jalan-jalan yang terbentang di republik Indonesia hari ini, manusia-manusia yang berjalan kaki disana seolah hanya ‘Butiran Debu’. Seperti lantunan melankolis dari kelompok Rumor itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun