Pergaulan dan lingkungan sehari-hari boleh jadi turut berperan pada mereka yang secara sadar mengorbankan diri ke dalam dunia penyalah-gunaan narkoba. Tapi seandainya ia memiliki kepribadian utuh dan menolak semua argumentasi itu maka semua pengaruh buruk pada lingkungan dan pergaulan sangat mungkin diabaikannya dengan mudah. Bahkan jika perlu - ketika potensi pengaruhnya dianggap cukup tinggi sehingga dapat membuat dirinya sulit menghindar - maka dengan cara apapun ia semestinya akan memilih upaya menjauh, bahkan jika perlu meninggalkan sama sekali, lingkungan maupun pergaulan yang dianggapnya tak sehat itu.
Tapi faktanya, tak sedikit yang ragu. Seolah percaya pada salah satu, beberapa, atau seluruh argumen yang dikemukakan di atas tadi sehingga memberi persetujuan terhadap dirinya untuk menggunakan narkoba. Dengan kata lain, mereka tak percaya pada antithesis dari argumen-argumen itu. Dan perlahan-lahan, mereka justru begitu fanatik meyakininya!
***
Setiap langkah dan semua keputusan yang diambil insan manusia dalam melakoni hidupnya selalu bersandar pada kesimpulan terhadap pertimbangan kebaikan dan keburukan yang akan diperoleh. Dalam situasi yang mengharuskan - walaupun antara baik dan buruk berselisih amat tipis hingga ia diliput keraguan yang sangat - langkah dan keputusan tetap akan dilakukan berdasarkan kesimpulan yang terbaik.
Sesuai kodratnya, manusia yang sepanjang hidupnya dipenuhi rasa ingin tahu, selalu tergoda untuk menafsir - melakukan interpretasi - terhadap hal-hal yang ada disekitarnya. Disana tentu terdapat hubungan yang dinamis dengan beragam pengetahuan yang dimiliki. Hal yang berperan menyatukan berbagai pemahaman yang ada ke dalam suatu sudut pandang yang bersifat objektif (lihat).
Tapi tidak semua pemahaman yang kita miliki - berikut dengan nilai-nilai yang dikandungnya - berawal dan berkembang dari buku, naskah akademik, bangku sekolah, ruang kuliah, seminar, pelatihan, workshop, dan seterusnya. Sebagian justru diperoleh seseorang dari hal-hal yang dialaminya pada kehidupan sehari-hari. Dan disana selalu ada tokoh-tokoh panutan yang secara subjektif berpeluang mempengaruhi perkembangan berbagai pandangan objektifnya.
Apa yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan pada lingkungan keluarga sejak pertama lahir di dunia hingga sesaat menjelang dewasa - ditandai dengan dimulainya kemampuan bersangkutan memahami sesuatu secara utuh dan mandiri - merupakan ‘pengetahuan’ awal dan mendasar yang berpotensi memberikan pengaruh besar terhadap berbagai pemahaman dan pengembangan nilai- nilai yang diyakininya di kemudian hari. Begitu pula ketika ia mulai berinteraksi lebih luas dari sekedar lingkungan keluarga di rumah, seperti lingkungan bermain yang ada di sekitar maupun lingkungan sekolah tempat ia belajar. Disana selalu hadir tokoh-tokoh perkasa, karismatik, pelindung, berkuasa, dan seterusnya yang secara subjektif mampu mempengaruhi objektifitas proses pemahamannya. Walau demikian, semua pengalaman yang diperoleh itu tentu akan turut memperkaya pengetahuan maupun berbagai proses pemahaman yang akan terus-menerus terjadi. Pada tahapan ini, mungkin untuk pertama kalinya potensi konflik akibat adanya pertentangan yang dirasakan antara pemahaman baru dengan yang sebelumnya akan mulai mengemuka. Kadang diikuti pula dengan bentuk pemberontakan.
Begitu pula pada tahap-tahap selanjutnya ketika ia beranjak dewasa dan memasuki lingkungan dan pergaulan yang lebih luas. Misalnya lingkungan kampus tempat ia melanjutkan pendidikan tinggi, lingkungan kerja, lingkungan informal dimana ia menyalurkan bakat atau mengasah hal-hal tertentu yang diminati, hingga lingkungan sosial kemasyarakatan yang lebih luas mencakup kota, daerah, dan negara dimana ia tinggal dan mengarungi hidup sehari-hari. Disana selalu hadir tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh kuat tapi tak selamanya bersesuaian secara objektif, seperti dosen, dekan, rektor, senior, pelatih, ketua, bos, direktur, pemodal, pimpinan, walikota, wakil rakyat, gubernur, jenderal, hingga presiden. Bagaimanapun mereka akan memberikan pengaruh pada kemampuan seseorang memahami sesuatu dan membangun nilai-nilai yang diyakininya.