Penyalah-gunaan narkoba tak pernah dilakukan terang-terangan bahkan diantara sesama pemakainya sekalipun. Kecuali satu dengan yang lain telah saling memaklumi.
Mereka selalu berupaya bersembunyi dengan rapih sehingga kehadirannya di tengah kehidupan sehari-hari acap tak disadari. Layaknya jaringan organisasi terorisme bawah tanah : kemunculannya sering mengejutkan sekaligus menakutkan!
Hampir semua keluarga yang mengalami musibah narkoba tak pernah mengira - dan tentu saja tak pernah berharap - jika salah satu anggotanya terlibat. Perisitiwanya seperti bom yang meledak di tengah keramaian. Tak disangka-sangka dan meminta banyak korban yang tak bersalah. Keceriaan seketika terenggut. Berganti dengan cemas. Bingung. Malu. Marah. Lalu putus asa terasa begitu dekat.
Sebagaimana terorisme, pemicu utama hingga seorang manusia terjerumus menggunakan narkoba sesungguhnya sebangun. Pengikut gerakan terorisme selalu diawali dengan fanatiisme yang berlebihan terhadap hal yang diyakini sehingga melahirkan sikap yang radikal. Sementara di kalangan pengguna narkoba argumentasi yang terpopuler kurang-lebih seperti berikut ini :
- bahwa dia merasa tak seberuntung yang lain
- bahwa puncak kenikmatan hanya bisa teraih disana
- bahwa keberadaannya baru diakui jika dia turut berpartisipasi menggunakan
- bahwa dia hanya mampu bersembunyi atau melupakan (sesaat) kesulitan yang dihadapi jika berada di bawah pengaruhnya
- bahwa mereka yang dikaguminya terlihat tak bermasalah dan keren!
- bahwa dia telah terjebak dan tak kuasa membebaskan diri
Sekilas semua alasan itu terkesan mengada-ada. Tak wajar. Berlebihan. Lebay. Tak masuk akal. Absurd. Tolol. Naif. Tapi demikianlah kenyataannya. Lalu haruskah kita baru tersadar ketika segalanya sudah terlanjur terjadi?