Aku jalani hari-hariku dengan kesabaran. Dikelilingi lingkungan cacian, makian, hinaan, dan perkataan yang membuat ku sakit. Sampai saat itu, aku bingung, apa yang sebenarnya salah dari hidupku. Padahal, untuk bekal sekolah saja, aku tak meminta.
      2 tahun berlalu, merasa masih baik-baik saja. Dan ada masanya dimana aku selalu dipanggil oleh BK (bidang kesiswaan) dengan segala macam hinaan. Bukan hanya dari murid saja, namun dari guru juga.
      Saat itu, aku mulai lelah dan mulai belajar menentang. Ini memang bukan hal yang terpuji. Namun, aku belajar membela diriku sendiri agar tidak selalu direndahkan orang lain. Aku selalu menentang apapun yang merasa bertolak belakang dengan apa yang aku lakukan. Sampai pada akhirnya, aku membuktikan bahwa aku adalah murid yang tidak sama bahkan sangat jauh dengan apa yang mereka nilai.
      9 tahun berlalu dengan segala cacian, hinaan, makian orang-orang disekitar. Mentalku sempat rusak dan takut untuk betemu orang baru. Namun, keluargaku selalu mendukung dan mensupport aku untuk selalu bersemangat meraih prestasi yang harus aku capai. Masih banyak perjalanan dan rute cita-cita yang harus aku lalui.
      Sampai pada akhirnya, aku kembali kepada pendirianku sendiri untuk tetap tidak menghiraukan apa yang menyakitiku. Tetap berbuat baik karena balas dendam bukanlah penyelesaian masalah. Berhenti membenci dan kembali menjalani hari-hari ku dengan tersenyum. Dan pada akhirnya, aku menemukan lingkungan baru dengan beribu semangat, dukungan serta bimbingan. Yaitu, masa-masa SMA ku. Aku sangat bahagia menemukan lingkungan yang merangkulku untuk terus berjalan.
      Dari kejadian ini, aku sadar bahwa lantai tak akan selalu kotor, jika kita mau membersihkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H