Mohon tunggu...
Jidan SyofiArdana
Jidan SyofiArdana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NAMA : Jidan Syofi Ardana NIM : 41521010190 Fakultas: Ilmu Komputer DOSEN : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi Pemikiran Teori Panopticon Jeremy Bentham dan Teori Strukturasi Anthony Giddens

31 Mei 2023   22:59 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:09 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. KONSEP PANOPTICON OLEH JEREMY BENTHAM  

Konsep Panopticon adalah sebuah konsep penjara yang dikembangkan oleh filsuf Jeremy Bentham pada abad ke-18. Bentham merancang konsep ini dengan tujuan untuk menciptakan sebuah sistem pengawasan yang efektif di dalam institusi penjara.

Pada dasarnya, Bentham menggambarkan Panopticon sebagai sebuah bangunan melingkar dengan menara pengawas di tengahnya. Bangunan ini terdiri dari sel-sel penjara yang menghadap ke arah dalam dan terbuka ke ruang sentral yang dikelilingi oleh koridor melingkar. Sel-sel ini memiliki jendela yang menghadap ke arah dalam sehingga narapidana di dalam sel tidak dapat melihat pengawas di menara pengawas, namun pengawas dapat melihat setiap narapidana di dalam sel dengan jelas.

Konsep ini didasarkan pada ide bahwa kehadiran pengawas yang konstan, meskipun sebenarnya hanya ada satu atau dua pengawas, dapat mempengaruhi perilaku narapidana secara signifikan. Narapidana akan merasa terus-menerus diawasi dan tidak tahu kapan mereka sedang diamati, sehingga mereka cenderung untuk selalu mematuhi aturan dan tata tertib yang ditetapkan oleh pengawas.

Dalam pandangan Bentham, Panopticon adalah alat yang kuat untuk mengatur perilaku manusia. Ia berpendapat bahwa sistem seperti ini dapat diterapkan tidak hanya dalam penjara, tetapi juga dalam berbagai institusi sosial seperti sekolah, rumah sakit, pabrik, dan bahkan masyarakat secara keseluruhan. Bentham meyakini bahwa keberadaan Panopticon akan mendorong masyarakat untuk menginternalisasi aturan-aturan sosial dan mengarahkan mereka untuk berperilaku yang dianggap sesuai.

Meskipun Bentham merancang konsep ini pada abad ke-18, implementasi nyata dari Panopticon yang sepenuhnya sesuai dengan visinya tidak pernah terwujud. Namun, gagasan Panopticon telah mempengaruhi berbagai disiplin ilmu, termasuk sosiologi, filsafat, dan studi budaya, dalam kaitannya dengan pemikiran tentang kekuasaan, pengawasan, dan kontrol sosial.

APA ITU PANOPTICON ?

Istilah "Panopticon" sendiri berasal dari kata Yunani "panoptes," yang berarti "yang melihat semuanya." Konsep ini didasarkan pada prinsip bahwa pengawasan yang efektif dapat menciptakan kontrol sosial yang lebih baik. Bentham memandang bahwa tahanan yang hidup dalam ketakutan dan keyakinan bahwa mereka selalu diamati akan mengatur perilaku mereka sendiri tanpa harus ada pengawasan fisik yang berkelanjutan.

Dalam rancangan arsitektur Panopticon, sel-sel tahanan dikelilingi oleh serangkaian koridor dengan jendela yang menghadap ke pusat penjara, di mana seorang pengawas berada. Jendela-jendela ini memungkinkan pengawas untuk melihat ke dalam sel-sel tanpa tahanan dapat melihat pengawas secara langsung. Sebagai hasilnya, tahanan merasa selalu diamati, tetapi tidak pernah tahu kapan mereka sedang diamati, menciptakan suatu atmosfer kontrol yang terus-menerus.

Konsep utama yang terkandung dalam Panopticon adalah pemantauan sentral dan keadaan tak terduga. Pemantauan sentral mengacu pada adanya pusat pengawasan yang memiliki kemampuan untuk mengamati individu atau kelompok secara terpusat. Dalam konteks Panopticon, pengawas berada di pusat menara, sementara individu yang diamati berada di sekelilingnya. Pusat pengawasan dapat menggunakan kamera pengawasan, sensor, atau teknologi pemantauan lainnya untuk melacak dan mengawasi aktivitas individu.

Keadaan tak terduga dalam Panopticon menciptakan rasa ketidakpastian kapan individu sedang diamati secara langsung atau tidak. Individu yang berada dalam lingkungan Panopticon tidak pernah tahu kapan mereka sedang diamati secara aktif. Hal ini menciptakan perasaan konstan bahwa mereka mungkin selalu diawasi, bahkan ketika pengawas tidak ada secara fisik. Efek psikologis dari keadaan tak terduga adalah individu menjadi sadar akan kemungkinan pemantauan yang konstan dan mulai mengatur perilaku mereka sendiri untuk mematuhi aturan dan norma yang diharapkan.

Panopticon menyoroti bagaimana adanya pemantauan yang terus-menerus dapat menciptakan perasaan disiplin internal dan pengawasan diri pada individu yang diamati. Konsep ini telah diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk institusi penjara, pendidikan, dan tempat kerja. Namun, penting untuk mencermati isu-isu privasi, kebebasan individu, dan penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin timbul dalam penerapan Panopticon dalam kehidupan nyata.

Salah satu aspek penting dari konsep Panopticon adalah kekuasaan yang terkandung di dalamnya. Dalam struktur Panopticon, kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh individu atau institusi yang melakukan pemantauan, tetapi juga oleh individu yang menjadi objek pemantauan. Individu yang diamati menjadi terpapar pemantauan dan pengawasan yang konstan, yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku mereka.

Aspek penting lainnya adalah internalisasi pengawasan. Dalam Panopticon, individu cenderung menginternalisasi pemantauan yang ada di sekitar mereka. Mereka mengatur perilaku mereka sendiri dengan asumsi bahwa mereka selalu diawasi, bahkan jika tidak ada pengawas yang nyata. Oleh karena itu, pemantauan eksternal yang mungkin berubah menjadi pemantauan internal yang mengatur perilaku individu.

Selain itu, konsep ini juga menyoroti pentingnya struktur fisik dan arsitektur dalam menciptakan kekuasaan dan pengawasan. Bangunan Panopticon dirancang secara khusus untuk memfasilitasi pengawasan yang efektif. Struktur bangunan dan penempatan ruang yang dirancang dengan cermat memberikan kekuatan dan kendali kepada pengawas.

Aspek penting lainnya adalah efek psikologis yang dihasilkan dari keadaan tak terduga. Keadaan ini menciptakan ketidakpastian dan kecemasan di antara individu yang diamati. Mereka merasa bahwa mereka selalu berpotensi diawasi, yang secara tidak langsung mempengaruhi perilaku dan kepatuhan mereka terhadap aturan dan norma yang ditetapkan.

Pendapat para ahli tentang Aplikasi Pemikiran Panopticon Jeremy Bentham :

Aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham telah menjadi subjek diskusi dan analisis oleh banyak para ahli dalam berbagai bidang. Berikut adalah beberapa pendapat yang diajukan oleh para ahli tentang aplikasi pemikiran Panopticon:

  1. Michel Foucault: Foucault adalah salah satu ahli yang paling terkenal dalam menganalisis konsep Panopticon. Menurut Foucault, Panopticon adalah representasi dari kekuasaan dan kontrol dalam masyarakat modern. Ia menganggap Panopticon sebagai bentuk disiplin yang menghasilkan pengawasan internal dan pengaturan perilaku individu.

  2. David Lyon: Lyon, seorang ahli dalam studi tentang surveilans dan masyarakat digital, mengaitkan konsep Panopticon dengan era digital. Menurutnya, teknologi pemantauan dan pengumpulan data yang terus berkembang dalam era digital menciptakan lingkungan yang mirip dengan Panopticon. Ia berpendapat bahwa pemantauan elektronik dan pengumpulan data dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan efek Panopticon, di mana individu merasa selalu terpantau dan mengatur perilaku mereka sendiri sebagai respons.

  3. Mark Poster: Poster menyajikan pandangan kritis tentang aplikasi Panopticon dalam masyarakat digital. Ia berargumen bahwa dalam era digital, pemantauan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah atau institusi kekuasaan, tetapi juga oleh individu lain dalam bentuk pengawasan sosial dan pengumpulan data oleh perusahaan teknologi. Ia menekankan perlunya kesadaran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran privasi dalam konteks aplikasi Panopticon.

  4. Thomas Mathiesen: Mathiesen, seorang ahli teori penjara dan kontrol sosial, berpendapat bahwa aplikasi Panopticon dalam sistem penjara memiliki efek yang merugikan. Menurutnya, pemantauan yang terus-menerus dalam sistem penjara dapat menyebabkan penurunan harga diri, penekanan, dan pemiskinan sosial bagi tahanan. Ia menyoroti perlunya perubahan paradigma dalam sistem hukuman untuk menghindari efek negatif dari aplikasi Panopticon.

Pendapat-pendapat di atas mewakili beberapa pandangan yang berbeda tentang aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham. Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan terhadap Panopticon dapat beragam dan bergantung pada perspektif dan konteks masing-masing ahli.

MENGAPA JEREMY BENTHAM MEMBUAT TEORI PANOPTICON ?

Jeremy Bentham mengembangkan teori Panopticon dengan tujuan untuk menciptakan sebuah model penjara yang efisien dan efektif dalam menjaga keamanan dan mengurangi kejahatan. Dia percaya bahwa dengan menggunakan desain arsitektur yang khusus, sistem pengawasan yang terpusat, dan perasaan konstan dari individu bahwa mereka selalu terpantau, Panopticon dapat mencapai pengendalian yang optimal terhadap para narapidana.

Bentham mendasarkan teorinya pada pandangan utilitarianisme yang dia anut, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat dianggap sebagai tujuan utama. Menurutnya, dengan memberikan kepastian bahwa setiap tindakan akan diamati dan diawasi, individu akan merasa terancam oleh kemungkinan penangkapan dan hukuman, sehingga mencegah mereka melakukan tindakan kriminal.

Bentham juga melihat potensi aplikasi Panopticon di luar konteks penjara. Dia berpendapat bahwa prinsip pengawasan dan pemantauan yang terkandung dalam Panopticon dapat diterapkan pada institusi pendidikan, pabrik, rumah sakit, dan bahkan masyarakat umum. Dia percaya bahwa pengawasan yang terus-menerus dapat menciptakan disiplin dan menghasilkan individu yang lebih taat terhadap aturan dan norma.

Dalam hal ini, motivasi utama Jeremy Bentham dalam menciptakan teori Panopticon adalah untuk mencapai kontrol sosial dan mengurangi kejahatan melalui pemantauan dan pengawasan yang intensif. Meskipun Panopticon belum pernah dibangun dalam bentuk fisik yang lengkap, konsep dan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Bentham tetap menjadi subjek studi dan analisis yang relevan dalam bidang filsafat, sosiologi, dan teori sosial.

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KONSEP PANOPTICON TERHADAP MASA KINI ? BESERTA KASUSNYA .

Implementasi konsep Panopticon dalam konteks masa kini dapat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam penggunaan teknologi pemantauan dan pengumpulan data. Berikut adalah beberapa contoh implementasi konsep Panopticon dalam masa kini, beserta kasus yang terkait:

  1. Pengawasan Pemerintah dan Keamanan Nasional:

    • Kasus: Program Mata-Mata Elektronik oleh NSA (National Security Agency) di Amerika Serikat. Program ini melibatkan pemantauan massal terhadap komunikasi elektronik seperti telepon dan internet untuk tujuan keamanan nasional.
    • Kasus: Sistem Pengawasan Massal di Tiongkok, Pemerintah Tiongkok telah dikritik karena menerapkan sistem pengawasan massal yang melibatkan penggunaan teknologi seperti kamera CCTV, pengenalan wajah, dan pengumpulan data pribadi dalam skala yang luas. Beberapa contoh termasuk sistem pengawasan di wilayah Xinjiang yang ditujukan untuk memantau dan mengendalikan minoritas Uighur, serta sistem "Social Credit Score" yang melacak perilaku warga negara dan memberikan poin berdasarkan kepatuhan terhadap aturan pemerintah.
  2. Pengawasan di Tempat Kerja:

    • Kasus: Penggunaan kamera CCTV dan pemantauan elektronik lainnya di tempat kerja untuk memantau aktivitas karyawan. Contohnya adalah sistem pengawasan elektronik yang digunakan oleh perusahaan ritel untuk mengawasi karyawan dan mencegah kecurangan.
  3. Pengawasan dan Privasi Online:

    • Kasus: Pengumpulan data pengguna oleh perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google. Mereka menggunakan teknologi pelacakan dan analisis data untuk mengumpulkan informasi pribadi pengguna guna memperoleh keuntungan komersial.
  4. Pengawasan di Institusi Pendidikan:

    • Kasus: Pemantauan aktivitas siswa melalui penggunaan kamera CCTV, kartu identitas elektronik, atau sistem pemantauan online di sekolah dan universitas. Tujuannya adalah untuk memastikan keamanan dan disiplin siswa.
  5. Pengawasan di Tempat Umum:

  6. Kasus: Penggunaan sistem pengawasan seperti kamera CCTV di tempat umum seperti stasiun kereta, bandara, pusat perbelanjaan, dan jalan raya. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan memberikan pengawasan visual terhadap individu di ruang publik
  7. Pengawasan Keamanan Internasional :

  • Kasus : Pengawasan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),Meskipun tidak sepenuhnya mencerminkan konsep Panopticon, PBB memiliki mekanisme pemantauan dan penyelidikan terhadap negara-negara anggotanya dalam hal hak asasi manusia. Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan beberapa badan dan lembaga PBB lainnya bertanggung jawab untuk memantau situasi hak asasi manusia di negara-negara anggota dan memberikan laporan serta rekomendasi.

Implementasi konsep Panopticon dalam kasus-kasus ini mencerminkan penggunaan teknologi dan praktik pengawasan yang menyebabkan individu merasa terus-menerus terpantau dan mengatur perilaku mereka sendiri sebagai respons. Meskipun tidak ada implementasi yang sepenuhnya mengikuti desain fisik Panopticon Bentham, prinsip pengawasan dan kontrol yang diusulkan oleh Bentham tetap relevan dalam masyarakat modern.

Pentingnya Pemahaman terhadap Aplikasi Pemikiran Panopticon

Pemahaman terhadap aplikasi pemikiran Panopticon memiliki beberapa kepentingan yang perlu dipahami. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa pemahaman terhadap aplikasi pemikiran Panopticon penting:

  1. Kesadaran tentang Pengawasan dan Kebebasan: Konsep Panopticon mendorong kesadaran tentang pengawasan dan kebebasan dalam masyarakat. Memahami bagaimana struktur pengawasan dapat mempengaruhi perilaku individu dan memberikan wawasan tentang bagaimana kekuasaan dapat digunakan untuk membatasi kebebasan individu. Hal ini penting dalam konteks hak asasi manusia dan perlindungan privasi.

  2. Kritis terhadap Kekuasaan dan Kontrol: Pemahaman terhadap aplikasi Panopticon memungkinkan kita untuk mengembangkan pemikiran kritis terhadap kekuasaan dan kontrol yang ada dalam masyarakat. Melalui konsep ini, kita dapat menganalisis bagaimana kekuasaan dan kontrol dijalankan oleh lembaga-lembaga negara, organisasi, atau institusi lainnya. Pemikiran kritis ini penting untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan masyarakat.

  3. Perlindungan Privasi dan Hak Asasi Manusia: Pemikiran Panopticon menggarisbawahi pentingnya melindungi privasi dan hak asasi manusia. Dengan memahami bagaimana pengawasan dapat mempengaruhi kehidupan pribadi dan hak individu, kita dapat berperan aktif dalam melindungi privasi dan hak-hak tersebut. Pemahaman ini mendukung kebijakan dan langkah-langkah perlindungan privasi yang efektif dan memberikan kesadaran tentang pentingnya hak asasi manusia.

  4. Penerapan di Bidang Sosial dan Teknologi: Konsep Panopticon juga dapat diterapkan dalam analisis sosial dan teknologi. Dalam konteks sosial, pemikiran ini dapat membantu kita memahami bagaimana struktur sosial dan norma dapat mempengaruhi perilaku dan pengawasan kolektif dalam masyarakat. Dalam konteks teknologi, pemahaman terhadap aplikasi Panopticon membantu kita memahami implikasi dan dampak sistem pengawasan digital dan teknologi pemantauan terhadap privasi dan kebebasan individu.

  5. Refleksi tentang Etika dan Kekuasaan: Pemikiran Panopticon juga merangsang refleksi tentang etika dan kekuasaan. Mengenali bagaimana kekuasaan dan pengawasan dijalankan dalam masyarakat dapat mendorong pertimbangan etis dalam penggunaan kekuasaan, termasuk dalam konteks lembaga-lembaga negara dan organisasi. Hal ini penting untuk mendorong tanggung jawab dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang melibatkan kekuasaan.

Pemahaman terhadap aplikasi pemikiran Panopticon membantu kita mengembangkan kesadaran kritis terhadap pengawasan, kekuasaan, privasi, dan hak asasi manusia. Hal ini penting untuk membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan menghormati hak-hak individu.

Kesimpulan

Kesimpulan tentang aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham adalah bahwa konsep tersebut memiliki implikasi yang signifikan dalam pemahaman kita tentang pengawasan dan kontrol sosial. Konsep Panopticon menekankan pentingnya pengawasan terus-menerus terhadap individu dalam masyarakat, dengan tujuan menciptakan disiplin dan penundukan yang efektif.

Meskipun aplikasi konsep Panopticon pada masa Bentham lebih terfokus pada institusi penjara dan lembaga pemasyarakatan, gagasan ini telah menyebar ke berbagai bidang dan kehidupan sehari-hari kita. Dalam era digital saat ini, perkembangan teknologi telah memungkinkan implementasi versi modern dari konsep Panopticon. Misalnya, melalui penggunaan kamera pengawas, pemantauan elektronik, dan analisis data massal, pemerintah dan perusahaan dapat mengumpulkan informasi tentang individu secara terus-menerus.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham menggambarkan bagaimana kekuasaan dan pengawasan dapat dijalankan secara efektif dengan memanfaatkan teknologi dan struktur sosial yang ada. Konsep ini memiliki potensi untuk menciptakan kontrol sosial yang kuat dan mengintimidasi individu dalam masyarakat.

Namun, sementara konsep Panopticon mungkin efektif dalam menciptakan ketaatan dan kepatuhan, juga penting untuk mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap privasi dan kebebasan individu. Implementasi yang tidak tepat atau penyalahgunaan kekuasaan yang terkait dengan konsep ini dapat mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan.

Dalam konteks ini, penting untuk menjaga keseimbangan yang tepat antara keamanan dan privasi, serta mempertimbangkan implikasi etis dan hukum dari penggunaan teknologi pemantauan yang terus-menerus. Selain itu, perlu ada transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hukum yang memadai untuk melindungi individu dari penyalahgunaan sistem pemantauan yang mengikuti pemikiran Panopticon.

Secara keseluruhan, aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham menunjukkan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial, etis, dan hukum dari pengawasan yang terus-menerus. Meskipun ada manfaat yang mungkin dapat diambil dari konsep ini, kita perlu menjaga kebebasan, privasi, dan hak asasi manusia dalam konteks pengawasan modern yang semakin kompleks.

B.KEJAHATAN STRUCTURAL OLEH ANTHONY GIDDENS

Kejahatan struktural adalah konsep yang dikembangkan oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog terkenal, yang menghubungkan kejahatan dengan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang dihasilkan dari struktur sosial yang ada. Dalam perspektif ini, kejahatan bukan hanya tentang individu yang melanggar hukum, tetapi juga tentang ketimpangan dan ketidakadilan yang terkait dengan sistem dan institusi yang dominan dalam masyarakat.

Giddens berpendapat bahwa kejahatan struktural terkait erat dengan ketimpangan kekuasaan dan akses sumber daya dalam masyarakat. Hal ini mengacu pada praktik-praktik ilegal, amoral, atau merugikan yang dilakukan oleh perusahaan, institusi keuangan, atau individu yang berdampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan.

Salah satu contoh kejahatan struktural yang dikemukakan oleh Giddens adalah kejahatan ekonomi. Ini melibatkan praktik-praktik ilegal atau tidak etis yang terjadi dalam ranah ekonomi, seperti penipuan, insider trading, atau korupsi korporat. Kejahatan ekonomi sering kali melibatkan orang-orang dengan kekuatan dan sumber daya yang lebih besar yang mengeksploitasi orang lain atau merugikan masyarakat.

Kejahatan lingkungan adalah contoh lain dari kejahatan struktural. Praktik-praktik industri atau kebijakan pemerintah yang merusak lingkungan hidup dapat dianggap sebagai bentuk kejahatan struktural. Ini meliputi pencemaran air atau udara, deforestasi ilegal, atau penangkapan ikan berlebihan. Kejahatan lingkungan merugikan ekosistem dan juga mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kejahatan struktural juga terkait dengan ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ketidakadilan struktural dalam distribusi kekayaan, kesempatan, atau akses ke sumber daya dapat menciptakan ketegangan dan ketidakstabilan yang berpotensi memunculkan kejahatan. Contoh-contoh kejahatan yang terkait dengan ketimpangan sosial dan ekonomi termasuk kejahatan kemiskinan, perampokan, atau kekerasan yang terkait dengan ketidaksetaraan.

Giddens menggarisbawahi pentingnya memahami kejahatan sebagai produk dari struktur sosial yang lebih luas, bukan hanya sebagai perilaku individu yang devian atau melanggar hukum. Dalam perspektif ini, solusi untuk mengurangi kejahatan struktural melibatkan perubahan dalam struktur sosial yang menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan, seperti mengurangi kesenjangan ekonomi, memperkuat regulasi ekonomi, dan meningkatkan akses ke sumber daya bagi semua anggota masyarakat.

Pendekatan Giddens tentang kejahatan struktural telah menjadi bagian penting dalam kriminologi dan teori sosial, serta memberikan kerangka kerja untuk memahami akar penyebab kejahatan dalam konteks sosial yang lebih luas.

APA ITU TEORI STRUKTURAL OLEH ANTHONY GIDDENS ?

Teori Struktural oleh Anthony Giddens adalah kerangka pemikiran dalam sosiologi yang menghubungkan struktur sosial dengan tindakan individu. Giddens mengembangkan teori ini sebagai upaya untuk mengatasi pemisahan antara struktur sosial yang dianggap membatasi individu dan aksi individu yang dianggap independen dari struktur.

Menurut Giddens, struktur sosial adalah pola hubungan sosial, aturan, norma, dan institusi yang membentuk tindakan individu dalam masyarakat. Struktur sosial memberikan batasan, peran, dan ekspektasi yang mengarahkan perilaku individu. Namun, Giddens menekankan bahwa struktur sosial juga terbuka untuk interpretasi dan perubahan oleh individu melalui aksi mereka.

Giddens memperkenalkan konsep "dualitas struktur" yang mencerminkan hubungan dinamis antara struktur sosial dan aksi individu. Menurutnya, struktur sosial tidak hanya membatasi individu, tetapi juga memberikan sumber daya, kesempatan, dan pemahaman yang memungkinkan individu untuk bertindak. Sebaliknya, aksi individu juga membentuk dan memodifikasi struktur sosial melalui praktik-praktik sehari-hari mereka.

Dalam teori Struktural, Giddens juga memperkenalkan konsep "keterlibatan" (engagement), yang mengacu pada interaksi antara individu dan struktur sosial. Individu secara aktif terlibat dalam reproduksi, transformasi, dan pembentukan struktur sosial melalui aksi mereka. Dengan kata lain, individu bukanlah hanya objek pasif dari struktur sosial, tetapi juga subjek yang berkontribusi dalam membentuk dan mengubah struktur melalui tindakan mereka.

Teori Struktural oleh Anthony Giddens menawarkan pemahaman tentang kompleksitas hubungan antara struktur sosial dan aksi individu dalam membentuk masyarakat. Dengan mengatasi pemisahan antara struktur dan aksi, teori ini menekankan pentingnya melihat individu dan struktur sosial sebagai saling terkait dan saling mempengaruhi dalam pemahaman yang lebih holistik tentang kehidupan sosial.

Menurut para ahli tentang kejahatan struktural Giddens Anthony

Pandangan para ahli tentang kejahatan struktural menurut Anthony Giddens bervariasi, dan ada berbagai interpretasi dan analisis tentang konsep tersebut. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli terkemuka:

  1. David Downes: David Downes adalah seorang kriminolog yang menyatakan bahwa kontribusi Giddens terhadap pemahaman tentang kejahatan struktural adalah penting. Downes menyatakan bahwa Giddens menekankan pentingnya memahami kejahatan sebagai produk dari ketidakadilan sosial dan ketimpangan kekuasaan yang terkait dengan struktur sosial.

  2. Paul Walton: Paul Walton, seorang sosiolog dan kriminolog, mengkritik teori kejahatan struktural Giddens. Walton berpendapat bahwa Giddens lebih fokus pada perubahan struktur sosial secara umum daripada pada analisis kejahatan struktural yang spesifik. Walton menyarankan agar konsep kejahatan struktural perlu dioperasionalisasikan dengan lebih jelas dan diterapkan pada studi kejahatan yang lebih konkret.

  3. Mark Findlay: Mark Findlay, seorang ahli hukum dan kriminolog, mengakui kontribusi Giddens dalam mengaitkan struktur sosial dengan kejahatan. Namun, Findlay juga mencatat bahwa ada tantangan dalam mengimplementasikan konsep kejahatan struktural dalam praktik penegakan hukum. Ia berpendapat bahwa untuk mengatasi kejahatan struktural, perlu adanya kolaborasi antara para penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat sipil.

  4. Steve Hall: Steve Hall, seorang kriminolog, mengkritik konsep kejahatan struktural Giddens karena kurangnya fokus pada aspek kekuasaan dan ketidakadilan yang mendasari kejahatan struktural. Hall berpendapat bahwa Giddens tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap ketidakadilan sosial yang menjadi akar penyebab kejahatan struktural.

Pendapat para ahli ini hanya mencerminkan beberapa sudut pandang yang ada tentang teori kejahatan struktural oleh Anthony Giddens. Penting untuk diingat bahwa interpretasi dan analisis terhadap konsep tersebut dapat bervariasi di antara para ahli dan disesuaikan dengan konteks spesifik dan pendekatan teoritis masing-masing.

 

Faktor struktural yang menyebabkan terjadinya kejahatan

Terjadinya kejahatan tidak hanya disebabkan oleh faktor individu atau lingkungan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor struktural dalam masyarakat. Beberapa faktor struktural yang dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan antara lain:

  1. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi: Ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan, pendapatan, dan kesempatan dapat menciptakan ketegangan sosial. Ketidakadilan sosial dan ekonomi dapat mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan kriminal sebagai cara untuk memperoleh sumber daya yang mereka anggap tidak adil didistribusikan.

  2. Kesenjangan pendidikan: Akses terbatas terhadap pendidikan berkualitas dapat menghasilkan kesenjangan pengetahuan dan keterampilan antara individu. Kurangnya peluang pendidikan yang setara dapat membatasi pilihan dan prospek individu, yang dapat mendorong mereka ke dalam jalur kejahatan.

  3. Kegagalan sistem keadilan pidana: Kurangnya keadilan dalam sistem hukum dapat menciptakan rasa ketidakpercayaan terhadap otoritas dan lembaga penegak hukum. Ketidakadilan ini dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap kepatuhan hukum dan memicu perilaku kriminal.

  4. Lingkungan fisik yang tidak aman: Lingkungan fisik yang kurang aman, seperti daerah dengan tingkat kejahatan tinggi, dapat menciptakan kondisi yang mempermudah terjadinya kejahatan. Kurangnya penerangan, kurangnya pengawasan, dan keberadaan kelompok-kelompok kriminal dapat meningkatkan risiko kejahatan.

  5. Kekerasan dan ketidakstabilan dalam keluarga: Pola kekerasan dan ketidakstabilan dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan emosional dan perilaku individu. Lingkungan keluarga yang disfungsional atau penuh kekerasan fisik atau emosional dapat meningkatkan risiko individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal di kemudian hari.

  6. Budaya yang mempromosikan kekerasan: Budaya yang memperkuat norma-norma yang mendukung kekerasan, seperti glorifikasi kekerasan dalam media atau masyarakat yang menerima kekerasan sebagai cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik, dapat mempengaruhi perilaku individu dan meningkatkan risiko terjadinya kejahatan.

Perlu diingat bahwa faktor-faktor struktural ini tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan saling mempengaruhi. Mengatasi kejahatan memerlukan pendekatan holistik yang mencakup intervensi di berbagai level, mulai dari individu hingga sistem sosial dan ekonomi secara keseluruhan.

Contoh kejahatan struktural

Kejahatan struktural merujuk pada jenis kejahatan yang muncul akibat ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Berikut ini adalah beberapa contoh kejahatan struktural:

  1. Korupsi: Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik oleh pejabat atau individu yang berada di posisi kekuatan untuk keuntungan pribadi. Hal ini terjadi ketika sumber daya dan akses terhadap kekuasaan digunakan untuk memperoleh manfaat pribadi, dan dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.

  2. Kejahatan lingkungan: Kejahatan lingkungan terjadi ketika sumber daya alam dieksploitasi secara ilegal atau merusak lingkungan secara sistematis. Contohnya termasuk pencurian kayu ilegal, penangkapan ikan secara berlebihan, pembuangan limbah berbahaya secara ilegal, atau aktivitas pertambangan yang tidak berwawasan lingkungan.

  3. Penipuan keuangan: Penipuan keuangan melibatkan tindakan menipu untuk memperoleh keuntungan finansial secara ilegal. Contohnya termasuk skema ponzi, pencucian uang, penipuan asuransi, atau manipulasi pasar saham.

  4. Pencurian kekayaan publik: Pencurian kekayaan publik terjadi ketika aset-aset publik seperti uang negara, properti publik, atau dana publik disalahgunakan atau dicuri oleh individu atau kelompok tertentu. Contohnya termasuk korupsi dalam proyek pembangunan, penyelewengan dana pemerintah, atau penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana publik.

  5. Kejahatan korporasi: Kejahatan korporasi melibatkan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi. Contohnya termasuk penipuan perusahaan, penyalahgunaan kekuasaan dalam perusahaan, pencemaran lingkungan oleh korporasi, atau pelanggaran keselamatan kerja yang disengaja.

  6. Pelanggaran hak asasi manusia: Pelanggaran hak asasi manusia terjadi ketika hak-hak dasar individu atau kelompok dilanggar secara sistematis oleh negara atau pihak-pihak yang berwenang. Contohnya termasuk penyiksaan, diskriminasi rasial, penghilangan paksa, atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Perlu diingat bahwa kejahatan struktural sering kali berkaitan dengan kekuasaan, eksploitasi, dan pelanggaran hak-hak individu atau kelompok. Faktor-faktor struktural yang ada dalam masyarakat seringkali memberikan peluang dan insentif bagi terjadinya kejahatan semacam ini.

Kasus kejahatan struktural Giddens Anthony 

Dalam konteks kejahatan struktural menurut Anthony Giddens, berikut adalah contoh-contoh kasus yang dapat dianggap sebagai kejahatan struktural:

  1. Skandal Keuangan Enron: Skandal keuangan Enron pada tahun 2001 adalah contoh kejahatan struktural di tingkat korporat. Perusahaan energi Enron terlibat dalam praktik akuntansi yang menyesatkan untuk mengelabui investor dan menghasilkan laporan keuangan yang salah. Skandal ini melibatkan manipulasi sistem keuangan dan melanggar kepercayaan publik, merugikan ribuan pemegang saham dan karyawan Enron.

  2. Kasus Dumping Limbah Bhopal: Pada tahun 1984, ledakan gas di pabrik pestisida Union Carbide di Bhopal, India, menyebabkan ribuan kematian dan dampak lingkungan yang serius. Kasus ini adalah contoh kejahatan struktural dalam konteks kejahatan lingkungan. Union Carbide, melalui praktik korporat yang tidak aman dan pelanggaran keselamatan, menimbulkan bencana yang berdampak luas pada masyarakat dan lingkungan.

  3. Krisis Keuangan Global 2008: Krisis keuangan global yang dimulai pada tahun 2008 adalah contoh kejahatan struktural dalam konteks keuangan. Praktik-praktik ilegal dan amoral oleh lembaga-lembaga keuangan, seperti praktik hipotek subprime dan penipuan derivatif, menyebabkan keruntuhan pasar keuangan global. Kejahatan struktural dalam sektor keuangan ini memiliki dampak ekonomi dan sosial yang luas, termasuk kehilangan lapangan kerja, kebangkrutan perusahaan, dan kerugian bagi masyarakat umum.

  4. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Ketimpangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan di banyak negara dapat dianggap sebagai kejahatan struktural. Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan, kesempatan, dan sumber daya dapat menghasilkan konsekuensi sosial yang merugikan, termasuk peningkatan tingkat kriminalitas, ketegangan sosial, dan marginalisasi kelompok-kelompok tertentu.

Konsep kejahatan struktural Giddens Anthony

Anthony Giddens adalah seorang sosiolog terkenal yang memperkenalkan konsep kejahatan struktural dalam pemikirannya tentang teori sosial. Dalam pandangannya, Giddens menghubungkan kejahatan dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat.

Menurut Giddens, kejahatan struktural terjadi karena adanya ketidakadilan sosial dan ketimpangan kekuasaan yang terintegrasi dalam struktur sosial. Dia berpendapat bahwa kejahatan struktural tidak dapat dijelaskan semata-mata melalui faktor individu atau faktor ekonomi, tetapi harus dilihat dalam konteks struktur sosial yang lebih luas.

Giddens mengidentifikasi tiga dimensi utama dari kejahatan struktural:

  1. Ketimpangan akses ke sumber daya: Giddens berpendapat bahwa ketimpangan akses ke sumber daya sosial, ekonomi, dan politik menciptakan kesempatan yang tidak setara bagi individu untuk memenuhi kebutuhan mereka secara legal. Ketimpangan ini dapat memicu individu untuk terlibat dalam kejahatan sebagai cara untuk memperoleh sumber daya yang mereka anggap tidak adil didistribusikan.

  2. Ketimpangan kekuasaan: Giddens menekankan bahwa kejahatan struktural juga berkaitan dengan ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan yang lebih besar cenderung memiliki lebih banyak peluang untuk terlibat dalam kejahatan dan menghindari pertanggungjawaban hukum. Ketimpangan kekuasaan ini dapat mempengaruhi distribusi sumber daya dan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk terjadinya kejahatan.

  3. Ketidakadilan struktural: Giddens menyoroti pentingnya memahami kejahatan sebagai hasil dari ketidakadilan struktural dalam masyarakat. Ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang tertanam dalam struktur sosial dapat mempengaruhi norma dan nilai yang dianut oleh individu dan kelompok. Kejahatan struktural muncul ketika individu atau kelompok mengabaikan atau melanggar norma-norma ini dalam upaya memenuhi kebutuhan mereka.

Dengan menggabungkan pemahaman tentang ketimpangan akses ke sumber daya, ketimpangan kekuasaan, dan ketidakadilan struktural, Giddens menyediakan kerangka teoritis yang memungkinkan untuk memahami kejahatan struktural dalam konteks masyarakat yang lebih luas. Pendekatan ini menekankan pentingnya memperhatikan faktor-faktor struktural dalam menjelaskan terjadinya kejahatan, dan menantang pandangan yang menempatkan tanggung jawab sepenuhnya pada individu sebagai penyebab utama kejahatan.

Alasan pentingnya memahami kejahatan struktural

Pemahaman tentang kejahatan struktural memiliki beberapa alasan penting yang perlu dipertimbangkan:

  1. Pengertian yang lebih komprehensif tentang kejahatan: Memahami kejahatan struktural memungkinkan kita untuk melihat fenomena kejahatan di luar faktor individu atau keadaan segera. Ini memperluas wawasan kita tentang sumber dan akar masalah kejahatan dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi yang lebih luas.

  2. Identifikasi faktor penyebab: Dengan memahami kejahatan struktural, kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor struktural yang berkontribusi pada terjadinya kejahatan. Ini membantu kita untuk memahami bahwa kejahatan tidak hanya terjadi karena "keburukan" individu, tetapi juga terkait dengan ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan sistem yang tidak adil.

  3. Pemahaman yang lebih akurat tentang korban: Fokus pada kejahatan struktural membantu kita memahami bahwa korban kejahatan seringkali adalah mereka yang secara sistematis dianiaya oleh ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik. Ini memungkinkan kita untuk memperhatikan kerentanan dan perlindungan korban yang lebih baik.

  4. Perubahan sosial dan kebijakan kriminal yang lebih efektif: Memahami kejahatan struktural memungkinkan kita untuk melihat perlunya perubahan sosial dan kebijakan kriminal yang lebih luas. Mengatasi akar penyebab kejahatan membutuhkan upaya untuk mengatasi ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan sistem yang tidak adil. Pendekatan ini dapat membantu dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan.

  5. Pemahaman tentang dinamika sosial yang lebih luas: Studi kejahatan struktural membantu kita memahami dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Ini melibatkan analisis tentang bagaimana ketidakadilan dan ketimpangan sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial secara keseluruhan. Pemahaman ini penting untuk mempromosikan keadilan sosial dan perubahan sosial yang lebih luas.

Secara keseluruhan, pemahaman tentang kejahatan struktural membantu kita melihat kejahatan sebagai produk dari ketidakadilan sosial dan sistem yang tidak adil. Ini memungkinkan kita untuk melihat isu kejahatan secara holistik dan memperluas pandangan kita dalam mengatasi masalah kejahatan.

Faktor dan akibat dari kejahatan struktural

 

Faktor-faktor yang berperan dalam kejahatan struktural meliputi:

  1. Ketimpangan sosial dan ekonomi: Ketimpangan dalam distribusi sumber daya ekonomi, pendapatan, pendidikan, dan akses ke layanan publik dapat menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk terjadinya kejahatan. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi seringkali menjadi pemicu frustrasi dan ketidakpuasan yang mendorong individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal.

  2. Ketidakadilan sistemik: Ketidakadilan dalam sistem hukum, kebijakan publik, dan struktur sosial dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan struktural. Ketika sistem tidak adil dan tidak memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang, individu atau kelompok tertentu dapat terdorong untuk melanggar hukum atau memanfaatkan kelemahan sistem untuk keuntungan pribadi.

  3. Ketimpangan kekuasaan: Ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat dapat memicu terjadinya kejahatan struktural. Kelompok atau individu yang memiliki kekuasaan yang lebih besar cenderung dapat memanfaatkannya untuk melanggar hukum, mengeksploitasi orang lain, atau menghindari pertanggungjawaban hukum. Ketimpangan kekuasaan ini dapat berkontribusi pada ketidakadilan sosial dan ketidakseimbangan distribusi sumber daya.

  4. Norma sosial yang merugikan: Norma sosial yang merugikan atau mendukung perilaku kriminal dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan struktural. Ketika norma sosial membenarkan atau menghargai perilaku yang melanggar hukum atau melanggengkan ketidakadilan sosial, maka masyarakat cenderung menerima dan bahkan terlibat dalam perilaku kriminal.

Akibat dari kejahatan struktural dapat meliputi:

  1. Kerugian bagi korban: Kejahatan struktural sering kali merugikan individu atau kelompok yang menjadi korban. Korban kejahatan struktural dapat mengalami kerugian finansial, fisik, emosional, dan psikologis. Mereka mungkin kehilangan hak-hak mereka, kesejahteraan, atau kehidupan mereka akibat perilaku kriminal yang terkait dengan ketidakadilan sosial atau sistemik.

  2. Pemiskinan dan ketidaksetaraan: Kejahatan struktural dapat memperkuat ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Perilaku kriminal yang terkait dengan eksploitasi, penyalahgunaan kekuasaan, atau korupsi dapat memperburuk ketimpangan sumber daya dan meningkatkan kesenjangan antara individu atau kelompok yang kaya dan yang miskin.

  3. Merusak kepercayaan dan stabilitas sosial: Kejahatan struktural dapat merusak kepercayaan dan stabilitas sosial dalam masyarakat. Ketika individu merasa bahwa sistem sosial dan hukum tidak adil atau korup, kepercayaan terhadap institusi dan otoritas dapat terkikis. Hal ini dapat menciptakan ketegangan sosial, konflik, dan ketidakstabilan yang lebih luas.

  4. Pemiskinan kultural dan moral: Kejahatan struktural dapat berdampak negatif pada nilai-nilai, norma, dan etika dalam masyarakat. Ketika individu atau kelompok tertentu memanfaatkan sistem atau melanggar aturan dengan tidak adil, hal ini dapat mengikis moral dan integritas sosial. Hal ini dapat merusak kualitas kehidupan kolektif dan menghambat perkembangan sosial yang adil dan berkelanjutan.

  5. Perubahan sosial dan kebijakan: Kejahatan struktural dapat menjadi pendorong untuk perubahan sosial dan reformasi kebijakan. Ketika masyarakat menyadari dampak negatif dari ketidakadilan sosial dan kejahatan struktural, upaya dapat dilakukan untuk mengubah sistem yang tidak adil, memperbaiki ketimpangan sosial, dan menguatkan kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Penting untuk memahami faktor dan akibat dari kejahatan struktural agar dapat mengidentifikasi dan mengatasi akar permasalahan yang ada dalam masyarakat. Hal ini memungkinkan adanya perubahan yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan aman bagi semua individu.

Kesimpulan

konsep kejahatan struktural oleh Anthony Giddens menyoroti pentingnya memahami kejahatan sebagai hasil dari ketidakadilan sosial, ekonomi, dan kekuasaan yang terkait dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Giddens menekankan bahwa kejahatan struktural tidak hanya melibatkan tindakan individu yang melanggar hukum, tetapi juga melibatkan praktik-praktik ilegal, amoral, atau merugikan yang dilakukan oleh perusahaan, institusi, atau individu yang memiliki kekuatan dan sumber daya yang lebih besar.

Kejahatan struktural terkait erat dengan ketimpangan kekuasaan, akses sumber daya, dan distribusi kekayaan dalam masyarakat. Ini mencakup praktik ekonomi yang merugikan, kejahatan lingkungan, kejahatan korporat, kejahatan keuangan, dan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang menyebabkan ketegangan sosial. Giddens menekankan bahwa kejahatan struktural tidak hanya dipahami sebagai perilaku individu yang devian, tetapi juga sebagai produk dari struktur sosial yang melibatkan aksi dan keterlibatan individu.

Dalam teori kejahatan strukturalnya, Giddens menunjukkan bahwa perubahan yang diperlukan untuk mengurangi kejahatan struktural melibatkan perubahan dalam struktur sosial yang menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan. Hal ini dapat melibatkan upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, memperkuat regulasi ekonomi, dan meningkatkan akses yang adil ke sumber daya bagi semua anggota masyarakat.

Referensi / Citasi :
Bentham, J. (1787). "Panopticon; or, The Inspection-House." Dalam: Bozovic, M. (Ed.) The Panopticon Writings. Verso Books, 1995. 

Lyon, D. (2001). "Surveillance as Social Sorting: Computer Codes and Mobile Bodies". Journal of Information Technology & Politics, 2(4), 185-200.

Haggerty, K. D., & Ericson, R. V. (2000). "The surveillant assemblage." Dalam: British Journal of Sociology, 51(4), 605-622.

Thomas, P. (2002). "The Politics of the Panopticon: Foucault and the Continuing Threat of Totalitarian Surveillance." Dalam: The Sociological Review, 50(2_suppl), 35-49.

Deleuze, G. (1995). "Postscript on the Societies of Control". October, 59, 3-7.

Monahan, T. (2006). "Surveillance in Urban India: Relocating the Panopticon". Space and Culture, 9(5), 535-551.

Kitchin, R., & Dodge, M. (2011). "Code/Space: Software and Everyday Life". MIT Press.

Marx, G. T. (2002). "What's in a Name? Conceptions of Privacy, Publicity, and Secrecy". In T. Monahan (Ed.), "Surveillance and Security: Technological Politics and Power in Everyday Life" (pp. 64-90). Routledge.

Zuboff, S. (2019). "The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power". PublicAffairs.

Brin, D. (1999). "The Transparent Society: Will Technology Force Us to Choose Between Privacy and Freedom?". Basic Books.

Haryanto, H., & Prasetyo, A. (2017). "Panoptikon, Masyarakat Cinta Lingkungan, dan Ekonomi Lingkungan". Jurnal Sosiologi Masyarakat, 22(1), 47-67.

Prasetyo, A., & Prijohandojo, D. (2016). "Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Pekerja di Masyarakat Kapitalis Pasca-Fordis: Kajian Melalui Perspektif Panopticon". Jurnal Penelitian Humaniora, 17(2), 135-146.

Rizki, M. (2015). "Relevansi Konsep Panopticon dalam Implementasi Pengawasan Pada Era Digital". Jurnal Ilmu Komunikasi, 12(2), 109-124.

Sumarno, R. (2018). "Survei Komunikasi sebagai Bentuk Penerapan Konsep Panopticon dalam Penelitian Sosial". Jurnal Studi Komunikasi, 2(1), 83-99.

Bentham, J. (1995). "The Panopticon Writings". Verso Books.

Foucault, M. (2002). "Disiplin dan Hukuman: Kelahiran Penjara". Penerbit Kanisius.

Sudibyo, A. (2010). "Survei dan Observasi Sosial: Tinjauan Terhadap Paradigma Sosial Bentham dan Foucault". Penerbit Buku Kompas.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun