Sang tawanan bingung kembali, ia enggan melakukan apa yang diminta oleh Slamet Riyadi, tapi ia tak punya pilihan dan waktu yang banyak karena Slamet Riyadi menyodorkan sebuah pistol dikepalanya. Dengan cepat ia menyetujui apa yang di inginkan oleh Slamet Riyadi, "baiklah saya akan melakukannya" ucapnya pasrah.
 "Melakukan apa?" tanya Slamet Riyadi,
 "Saya akan memerintahkan pasukan saya untuk berhenti, mundur, dan saya juga akan menyerahkan kota Solo kepada kalian, jadi sekarang lepaskan saya dan anak buah saya",Â
" Jika kau tidak melakukannya dengan benar kau tau apa yang akan terjadi? Dan apa yang akan dilakukan olehku terhadap dirimu?" ucap Slamet Riyadi,
 "Aa-kan saya lakukan dengan bener, jadi lepaskan saya sekarang". Lalu Slamet Riyadi beserta pasukannya melepaskan 3 tawanan itu, dan mengawasi tawanan agar mereka melakukan apa yang diinginkan dengan benar.Â
Slamet Riyadi meminta agar Belanda menyerahkan kota Solo kembali kepada Republik Indonesia, dan dia akan melepaskan mereka hidup -- hidup dan pasukan Belanda pun akan ia bebaskan dan berhenti di serang oleh pasukannya. Setelah gencatan senjata, kota Solo pun diserahkan oleh Belanda ke Republik Indonesia. Setelah itu, Slamet Riyadi di kirim ke Jawa Barat bagi melawan Tingkatan Perang Ratu Tidak Sewenang -- Wenang bentukan Reymond Westerling.
Pada 10 Juli 1950, Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan yang dipelopori Dr. Soumokil. Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa pimpinan Mayor Hein Victor Worang. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk "Pasukan Bebas" di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Ada beberapa hal yang mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang dipimpin oleh bekas tentara KNIL, Andi Aziz, pada tanggal 5 April 1950. Padahal sebelumnya, pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi Kapten dalam suatu acara pelantikan penerimaan bekas anggota KNIL ke dalam tubuh APRIS pada tanggal 30 Maret 1950.
Namun, karena Kapten Andi Aziz termakan hasutan Mr. Dr. Soumokil yang menginginkan tetap dipertahankannya Negara Indonesia Timur (NIT), akhirnya ia mengerahkan anak buahnya untuk menyerag Markas Panglima Territorium. Ia bersama anak buahnya melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut.
Di samping itu, Kapten Andi Abdul Aziz berusaha menghalang-halangi pendaratan pasukan TNI ke Makassar karena dianggapnya bahwa tanggung jawab Makassar harus berada di tangan bekas tentara KNIL.Â