Mohon tunggu...
Jeko Spastyono
Jeko Spastyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Black and White aren't colours. They are just some background. Please, do walk out from them and splash your own dyes. Don't worry about stinting it. Because an artist never worries about tainting the background."

Be crazily LAZY.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Free My Life, Chapter 1: I'm Not Narcist

2 November 2022   19:38 Diperbarui: 2 November 2022   19:52 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chapter 1: Aku bukan seorang yang narsis, aku adalah aku.

Siapa yang tak memiliki sejuta mimpi semasa kanak-kanak? Aku rasa tak ada.

Pada waktu itu kita semua bermimpi untuk menjadi orang lain, yang pokoknya bukan diri kita sendiri. Dan harus kita akui, kita jijik dan begah untuk menjadi diri kita sendiri, karena kita bukan tokoh utama dari dongeng yang ibu bacakan.

Pada masa itu aku juga benci untuk menjadi diriku sendiri. Ibuku selalu menekanku untuk belajar dan belajar, dan ayah, meskipun ia memeluk-ku penuh kasih, tetapi dia tak pernah sekalipun menghentikan ibu.

Dunia kecilku sangat sesak dengan buku, busur panah, merawat tanaman, bela diri, dan hal lain yang ibuku anggap perlu.

Aku tak sepintar ibu untuk tahu apakah ilmu yang ibu paksakan berguna bagiku. Namun bukankah anak-anak lain dapat bermain sesuka mereka?

Lalu, kenapa aku tak boleh?

Aku ingin bertanya, aku ingin marah, dan meluapkanya pada semuanya.

Tapi...

Di pagi dan malam hari setelah mandi air hangat, tangan ibu yang lembut dan halus selalu menyisir rambut putih panjangku yang aneh.

Sejak kecil aku tahu aku berbeda. Aku tak sama dengan anak-anak lain. Namun ibu tetaplah sayang padaku, putranya.

Dari belaian tanganya aku merasa kasih sayang yang teramat sangat, dan dalam pelukan-nya aku merasa aman dan nyaman.

"Anak manis ibu telah melakukan sesuatu yang menakjubkan (kemarin) hari ini. Semua gurumu terkesima dengan bakat-mu. Anak ibu benar-benar hebat! Anak ibu super luar biasa! Ibu berharap kau akan menjadi orang dewasa yang..." pujinya tanpa henti, dan aku tak mungkin bisa melupakan senyumnya yang sehangat mentari dari pantulan kaca.

Aku lagi-lagi luluh dan tertipu...

Dan kesekian kalinya melupa dan kembali terjebak...

Terperangkap dijeruji besi yang tebuka...

Namun anehnya aku tak ingin lari...

Inilah hidupku.

Oleh karena-nya, saat kita dewasa kini, jikalau ditanya apakah aku mau kembali ke masa itu? Aku akan berteriak sekencang-kencangnya "Apa kau gila?! Tentu saja aku mau!"

...

Di sebuah kamar yang diterangi lampu neon oranye, seorang pemuda dengan rambut seputih salju duduk termenung.

Angin sepoi-sepoi dari AC membuat rambutnya yang terurai berantakan bergoyang-goyang dan menunjukan wajah baby face yang rupawan. Matanya hitam sehitam langit malam. Hidungnya mancung melengkung rapi. Bibirnya nampak kenyal dan menggoda.

Sungguh, bila bukan karena rambutnya yang acak-acakan serta jakun di tenggorokan-nya, kau pasti sulit untuk menebak apakah dia seorang pria atau wanita. Di tampak tampan dan sexy dengan gaya rambut berantakan-bangun-pagi. Tapi pada saat yang sama ia juga nampak sangat manis dan menggoda.

Demi tuhan dia adalah seorang pria, straight one, aku jamin. Dan itu sangat menyebalkan!

Bagaimana tidak, aku yakin, sekalipun bila dia tak mandi selama sebulan, ketampananya tak akan terluntur-kan oleh bau busuk dari kotoran yang mengendap. Dan pasti ratusan lalat busuk bernama wanita akan tetap mengerubungi-nya.

Oh, betapa menyebalkanya pria itu!

Tuhan haruslah menghukumnya, karena telah merusak akal ribuan wanita di kota. Tak terhitung berapa banyak air mata yang ia tumpahkan di kota ini. Dosanya terlalu besar, hingga tak terhingga.

Pemuda itu adalah iblis! Dia pantas untuk sambar petir!

Huffft...Tingkahnya selalu membuatku naik pitam. Jika saja dia bukan aku, sudah kuhajar wajah kurang ajarnya itu.

Hehehehe... Benar pemuda itu adalah aku!

Namaku Lynn Ngil, namaku aneh tapi lupakan saja itu. Usiaku tepat dua puluh tahun hari ini, jadi ucapkan selamat tahun untuk-ku!

Terimakasih!

Dan... statusku saat ini masih single. Orang tampan boleh single juga tahu!

Kau mau tahu alasan aku masih single, padahal aku sangat tampan? Kau akan mengerti setelah mengikuti ceritaku.

Tanpa secercah kesukaran untuk menjaga image, aku menguap lebar-lebar, "Hoaaams~ Bangun tidur langsung mengecek buku kas? Sebegitu pentingkah uang buatku sekarang?"

Mengambil cangkir dan menyeruput kopi, rasa manis dan lembut capucino memenuhi mulutku.

"Haa..ah.. aku benar-benar sudah gila kerja rupanya..." menikmati kenikmatan dan terhipnotis wangi lembut kopi, keluhanku keluar begitu saja, "...Ini semua salah ibu."

Meletakan cangkir kembali kemeja, aku berdiri untuk merenggangkan badan. Dan disaat itulah, hawa dingin angin segar memanggilku dari beranda.

Tanpa pikir panjang aku melangkahkan kakiku keluar ruangan dan keluar ke beranda.

Baru beberapa langkah keluar dari ruangan, angin kencang nan sejuk telah buru-buru membelai rambut putih panjangku dengan keharuman puluhan bunga segar.

Aku yakin, banyak wanita akan berteriak kencang saat melihat penampakanku yang sangat menggoda jiwa sekarang. Seorang pemuda tampan diantara lautan bunga yang bermekaran, apakah ada gambaran keindahan hidup yang lebih indah daripada itu?

Tentu ada, dan itu adalah seorang wanita cantik berdiri menikmati hidup dilautan bunga!

Dan ini pula yang menjelaskan bahwa aku pria dan aku suka wanita.

Menikmati sentuhan udara pagi yang dingin, aku tersenyum kecut kearah matahari yang masih sangat malas untuk bangun, "Selamat pagi dunia jelek."

Aku hidup dilantai paling atas sebuah bangunan tua tiga lantai. Warnanya yang putih kini telah luntur menjadi cokelat tanah. Dan wajahnya yang dahulu rata, sekarang bertotol batu bata merah berkat sang angin nakal.

Dari jalanan di bawah, kau akan dapat melihat tanaman layur kesukaan para kumbang merayap dan meresap nutrisi bangun tua ini. Dan dipuncaknya sebuah taman indah membentang secara minimalis.

Inilah rumahku dan istanaku, tempat jiwaku berlabuh sebelum beranjak kerutinitas berulang tanpa akhir yang melelahkan.

Ya, kita semua tahu seberapa menyesak-kan kehidupan itu.

Sembari merenggangkan tubuh dan bernapas lega menikmati pagi, aku melangkah ke sudut kanan teras untuk menyalakan kran air yang berada tepat di bawah pot teratai yang mengantung.

Frush~ pras~ brush~

Dengan sistem perpipaan yang sangat ku-banggakan, air jernih menyemprot dari ratusan lubang kecil dan memandikan para bunga dambaan para perawan.

Sungguh pemandangan kabut air yang menutup taman bunga itu sangatlah indah dan dapat menyembuhkan jiwa lelahmu.

Menikmati kabut tipis yang dibuat air keran dan keharuman pagi serbuk bunga, ku berdiri dipagar dingin menanti senja tiba.

"Ini pagi yang indah~"

Caw caw caw

Kicauan sekelompok burung yang terlalu rajin bangun pagi, membantah kalimat puitis menjijikan-ku.

Satu menit kemudian.

"...Oh, betapa agung sang pencipta."

Caw caw caw

Lima menit kemudian.

"...Ah, gila, dingin sekali pagi ini, bikin tambah ngantuk saja."

Ca..aw~

Para burung akhirnya mengiyakan dinginya pagi ini.            

Sepuluh menit kemudian, "...Sial, ini melelahkan."

Dan sekarang para burung juga sama malasnya untuk menjawab kalimatku.

Di penuhi rasa malas dan bosan, aku menutup mata lelahku.

Di antara napasku, aroma wangi bunga segar menyusup keparu-paru, lalu beredar ke jutaan cell yang berada dari ujung kaki hingga umbun-umbun.

Aku bisa merasakan sorakan mereka bergembira mereka karena diberi makan energi. Kegembiraan para cell yang kembali hidup membuatku secara refleks membentangkan kedua tanganku selebar angkasa melawan angin.

Hari ini aku genap berusia 20 tahun, aku seharusnya sudah mulai menjadi dewasa, tapi seperti yang kalian lihat tingkah-ku masih saja seperti anak-anak.

Entah kapan aku bisa menjadi dewasa. Tapi kalau bisa, aku tak mau menjadi dewasa...

Ini semua salah ibu karena tak membiarkan-ku untuk bermain, Hmppt!

Tapi apakah kalian tahu? Entah kenapa, mungkin hanya aku saja yang aneh, tapi pada saat kita berperilaku seperti anak kecil, hidup serasa lebih mudah, dan kita dapat tersenyum dan menikmati hidup dengan lebih lega.

Uhhhm~

Fuuu~

Bersamaan dengan napasku, kegelisahan dan dilema hari kemarin, sedikit demi sedikit lenyap.

Uhhhm~

Fuuu~

Aku tak tahu apakah manusia punya jiwa, tetapi jika kita benar punya, aku rasa jiwaku sekarang sedang dalam pemulihan. Pemulihan oleh aroma terapi daun mint segar yang menusuk hidung hingga ke umbun-umbun.

"Fhuuu~ menyegarkan. Hidup sungguh aneh, aku dulu benci saat ibu memaksaku untuk berkebun dan merawat tanaman..."

Angin bertiup sedikit lebih kencang, dan dibelakangku beberapa putik bunga melati terpotong. Mereka terbang bersama angin ke negeri angkasa yang bebas hingga mereka lelah dan menetap ditanah.

"...Tapi anehnya sekarang, aku sangat setuju dengan ibu. Berkebun benar-benar telah memberikan imbalan terbesar bagi hidupku."

Perlahan aku membuka mata hitam nan pekatku.

Ku-pandang berbagai bungai indah di taman, "Tanpa faedah pemulihan jiwa dari kebun ini, aku mungkin sudah menjadi gila dibuat dunia bodoh ini."

Kalian mungkin salah persepsi dan mengira aku adalah orang yang pandai bersyukur dan positif, setelah melihatku mengucapkan selamat pagi ke dunia dan menikmati pemandangan pagi.

Tapi percayalah, kalian tidak bisa lebih bodoh dari berfikir seperti itu tentangku.

Aku bukanlah orang yang pandai bersyukur dan positif. Namun aku bukan juga seorang yang terlalu negatif dan memandang dunia dengan realitas pragmatis.

Namun dunia ini memang terkadang dan hampir selalu membuat kita gila...

Setiap hari di depan kedua bola mataku terpampang pemandangan muram sebuah kota indah dan mati secara bersamaan.

Kota ini bukanlah hutan belantara yang indah dan sepi, sebaliknya kota ini adalah kota yang padat dan ramai.

Lalu kenapa aku bilang kota ini nampak mati? Kau akan tahu nanti dan kenapa aku benci dunia ini.

Tapi untuk permulaan, walaupun sayup-sayup dan di-iringi oleh rintihan angin, setidaknya seminggi sekali aku berhalusinasi mendengar organ kematian Paachelbel bermain dan membuai mereka yang hilang akal ke surga bawah tanah.

Tak logis memang, tetapi aku yakin semua yang hidup di kota ini, lebih dari sekali akan mendapati gejala yang sama. Terutama mereka yang tahu arti dari irama itu.

Oleh sebab itu, mendengar Kanon D-dur tiap minggu ada sebuah ritual wajib bagiku.

Hanya bila aku mengengar nada gembira dan lembut itu secara nyata diantara para bunga ini, aku dapat mengelabui diriku bahwa irama yang ku-dengar bukanlah musik pemakanan tapi sebuah kegembiraan menyambut kehidupan yang baru.

"Faa~"

Napas penuh dilemaku terbawa angin dan meresap keseluruh kota.

Dia berkelok di antara sela-sela bangunan beragam warna demi membelai desain ciamik hasil kerja para penciptanya. Beranjak dari sana, serpihan-nya terpisah terbang ke taman kota hijau untuk menyapa para binatang pagi. Sebelum akhirnya mereka dipaksa berkumpul hanya untuk ditenggelamkan ke sungai biru bersih oleh angin yang perkasa.

Tak semuanya terendam dibawah aliran air, dan tak semuanya tak bisa terbebas karenanya. Aku tahu lantaran aku yakin, napasku pasti ada yang menyebar keseluruh kota dan berbaur dengan desahan pilu warga kota.

Aku tak tahu kenapa aku membicarakan ini, tapi... aku ragu desahanku itu berani tuk menuju ke pusat kota.

Aku memiringkan kepalaku ke kanan. Ke arah utara dimana pucuk hitam panjang menjulang kukuh dan kaku.

"Huu... Syukurlah aku hanya dapat melihat pucuk tempat laknak itu, atau aku akan dibuat gila dengan jeritan mereka."

Pusat kota yang ku-maksudkan sama layaknya pusat kota lain. Ia adalah tempat dimana jual-beli ramai terjadi dan berbagai hal lain yang membosankan nan melelahkan.

Dan bila ada yang berbeda itu adalah keberadaan tower hitam raksasa yang menjulang tepat di tengah kota. Tower hitam ini memiliki ratusan jendela berjeruji yang akan menggerang layaknya binatang malam di setiap kali angin berhembus. Dan tower hitam yang sama dengan suara lonceng dari puncaknya -- yang selalu membawa rintihan pedih para penghuninya.

Tower hitam itu adalah penjara timur laut, satu dari empat penjara terbesar dan tersadis bagi para immigran nakal di negara-kota Daisy. Dia adalah Leviatan kejam yang hanya butuh sekejap pandangan untuk melemaskan kedua kakimu.

Dia adalah...

Ding dong! Ding dong!

Dering bell pintu berulang-ulang bernyanyi dengan liar dikedua telingaku. 

Sekali lagi lamunanku pagi ini terpatahkan dan amarahku merayap naik.

"Siapa orang bebal yang mencari mati ini?!"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun