Aku hidup dilantai paling atas sebuah bangunan tua tiga lantai. Warnanya yang putih kini telah luntur menjadi cokelat tanah. Dan wajahnya yang dahulu rata, sekarang bertotol batu bata merah berkat sang angin nakal.
Dari jalanan di bawah, kau akan dapat melihat tanaman layur kesukaan para kumbang merayap dan meresap nutrisi bangun tua ini. Dan dipuncaknya sebuah taman indah membentang secara minimalis.
Inilah rumahku dan istanaku, tempat jiwaku berlabuh sebelum beranjak kerutinitas berulang tanpa akhir yang melelahkan.
Ya, kita semua tahu seberapa menyesak-kan kehidupan itu.
Sembari merenggangkan tubuh dan bernapas lega menikmati pagi, aku melangkah ke sudut kanan teras untuk menyalakan kran air yang berada tepat di bawah pot teratai yang mengantung.
Frush~ pras~ brush~
Dengan sistem perpipaan yang sangat ku-banggakan, air jernih menyemprot dari ratusan lubang kecil dan memandikan para bunga dambaan para perawan.
Sungguh pemandangan kabut air yang menutup taman bunga itu sangatlah indah dan dapat menyembuhkan jiwa lelahmu.
Menikmati kabut tipis yang dibuat air keran dan keharuman pagi serbuk bunga, ku berdiri dipagar dingin menanti senja tiba.
"Ini pagi yang indah~"
Caw caw caw