Aku memiringkan kepalaku ke kanan. Ke arah utara dimana pucuk hitam panjang menjulang kukuh dan kaku.
"Huu... Syukurlah aku hanya dapat melihat pucuk tempat laknak itu, atau aku akan dibuat gila dengan jeritan mereka."
Pusat kota yang ku-maksudkan sama layaknya pusat kota lain. Ia adalah tempat dimana jual-beli ramai terjadi dan berbagai hal lain yang membosankan nan melelahkan.
Dan bila ada yang berbeda itu adalah keberadaan tower hitam raksasa yang menjulang tepat di tengah kota. Tower hitam ini memiliki ratusan jendela berjeruji yang akan menggerang layaknya binatang malam di setiap kali angin berhembus. Dan tower hitam yang sama dengan suara lonceng dari puncaknya -- yang selalu membawa rintihan pedih para penghuninya.
Tower hitam itu adalah penjara timur laut, satu dari empat penjara terbesar dan tersadis bagi para immigran nakal di negara-kota Daisy. Dia adalah Leviatan kejam yang hanya butuh sekejap pandangan untuk melemaskan kedua kakimu.
Dia adalah...
Ding dong! Ding dong!
Dering bell pintu berulang-ulang bernyanyi dengan liar dikedua telingaku.Â
Sekali lagi lamunanku pagi ini terpatahkan dan amarahku merayap naik.
"Siapa orang bebal yang mencari mati ini?!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H