Kota ini bukanlah hutan belantara yang indah dan sepi, sebaliknya kota ini adalah kota yang padat dan ramai.
Lalu kenapa aku bilang kota ini nampak mati? Kau akan tahu nanti dan kenapa aku benci dunia ini.
Tapi untuk permulaan, walaupun sayup-sayup dan di-iringi oleh rintihan angin, setidaknya seminggi sekali aku berhalusinasi mendengar organ kematian Paachelbel bermain dan membuai mereka yang hilang akal ke surga bawah tanah.
Tak logis memang, tetapi aku yakin semua yang hidup di kota ini, lebih dari sekali akan mendapati gejala yang sama. Terutama mereka yang tahu arti dari irama itu.
Oleh sebab itu, mendengar Kanon D-dur tiap minggu ada sebuah ritual wajib bagiku.
Hanya bila aku mengengar nada gembira dan lembut itu secara nyata diantara para bunga ini, aku dapat mengelabui diriku bahwa irama yang ku-dengar bukanlah musik pemakanan tapi sebuah kegembiraan menyambut kehidupan yang baru.
"Faa~"
Napas penuh dilemaku terbawa angin dan meresap keseluruh kota.
Dia berkelok di antara sela-sela bangunan beragam warna demi membelai desain ciamik hasil kerja para penciptanya. Beranjak dari sana, serpihan-nya terpisah terbang ke taman kota hijau untuk menyapa para binatang pagi. Sebelum akhirnya mereka dipaksa berkumpul hanya untuk ditenggelamkan ke sungai biru bersih oleh angin yang perkasa.
Tak semuanya terendam dibawah aliran air, dan tak semuanya tak bisa terbebas karenanya. Aku tahu lantaran aku yakin, napasku pasti ada yang menyebar keseluruh kota dan berbaur dengan desahan pilu warga kota.
Aku tak tahu kenapa aku membicarakan ini, tapi... aku ragu desahanku itu berani tuk menuju ke pusat kota.