Mohon tunggu...
Jeko Spastyono
Jeko Spastyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Black and White aren't colours. They are just some background. Please, do walk out from them and splash your own dyes. Don't worry about stinting it. Because an artist never worries about tainting the background."

Be crazily LAZY.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cripple Magus Ch2, Another World, Another Family, The Same Fate

14 September 2021   11:03 Diperbarui: 14 September 2021   11:11 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Patriark...*bow... kenapa patriark datang malam-malam?" melihat kakek kandungnya datang Baron Douglas tercengang, sebelum akhirnya memberia salam. Namun mata dari Baron Douglas tak lupa untuk melirik Gisella untuk meminta penjelasan.

Mendapatkan lirikan dari Alfons, Gisella hanya bisa menggelengkan kepalanya. 

"Jelaskan apa keputusan kalian!" perintah pelan dari sang patriark yangh menatap tegas Baron Douglas.

Baron Douglas menjelaskan semua yang telah ia diskusikan bersama dengan istrinya, dan tentang bagaimana mereka masih belum menemukan jalan keluar.

"Keluarga Douglas tak pernah membunuh salah anggota keluarganya, dan panti asuhan hanya seperti hukuman mati bagi anak ini.. hmm" gumam pelan sang patriark.

Ruangan seketika hening menunggu keputusan dari sang patriark. 

"Baiklah ini keputusannya, aku setuju dengan Alfons bahwa anak ini tidak dapat menjadi kepala keluarga Douglas kedepan. Namun aku juga tidak setuju untuk membunuh anak ini atau menitipkannya di panti asuhan. Oleh karenanya aku putuskan bahwa anak ini bukanlah anggota keluarga Douglas, namun ia akan tetap tinggal di kastil sebagai pelayan keluarga!" tegas sang patriark.

"Tapi kakek..." tolakan maria ditahan oleh sang patriark yang menggunakan sihir pembisu.

Dengan aktifnya sihir pembisu kondisi hening tanpa suara kembali lagi mengisi ruangan. Dan barulah setelah sang patriark melihat Maria sudah kembali tenang, ia mengayunkan tanganya untuk menghilangkan sihir pembisu yang ia buat.

"Ini keputusan akhir Maria!" tegas sang patriark kepada Maria.

Melihat keputusannya tidak lagi mengalami penolakan, sang patriak berjalan untuk keluar kamar. Namun langkahnya terhenti sejenak dan melihat kebelakang ke wajah anak yang sedang digendong Mari, entah mengapa mata polos itu menunjukan sebuah determinasi menakutkan pada dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun