Hukum sebagai social engineering, bermakna penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita citakan atau untuk melakukan perubahan yang di inginkan. Hukum tidak lagi dilihat dari sekedar sebagai tatanan penjaga status quo, tetapi juga diyakini sebagai sistem pengaturan untuk mecapai tujuan – tujuan tertentu secara terencana.
Hukum pidana adalah hukum yang terikat pada ruang dan waktu sehingga mengenai kapan dan dimana tindak pidana dilakukan harus jelas diketahui. Penetuan tempat terjadinya tindak pidana menjadi sangat penting, apabila penuntut umum tidak memuat unsur ini dalam dakwaannya mengakibatkan dakwaan tersebut batal demi hukum. Ditengah rangkaian kritik atas realitas krisis otoritas hukum, Selznick mengajukan model hukum responsif. Perubahan sosial dan keadilan sosial membutuhkan tata hukum yang rensponsif. Kebutuhan ini sesungguhnya telah menjadi tema utama dari semua ahli yang sepaham dengan semangat fungsional, pragmatis, dan semangat purposif (berorientasi tujuan) seperti halnya Roscoe Pound. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka maka tipe hukum ini mengedepankan akomodasi untuk menerima perubahan perubahan sosial demi mencapai keadilan dan emansipasi public.
Refleksi Teori
Mazhab Sociological Jurisprudence tumbuh dan berkembang secara pesat di awal abad XX. Para pemikir yang mengembangkan Mazhab ini adalah Eugen Ehrlich, Benyamin Cardozo, Kantorwics dan Gurvitch. Sebagian besar pemikir ini adalah bekas hakim yang langsung terkait dalam menyelesaikan persoalan konkret di masyarakat sehingga pertimbangan nilai sosial kemasyarakatan berpengaruh besar terhadap pemikirannya. Mazhab ini lebih menekankan pada keberlakuan hukum secara sosiologis dan filosofis Penganut Mazhab Sociological Jurisprudence melihat ada hubungan timbal balik antara hukum dengan nilai yang dijunjung tinggi masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang selaras dengan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hukum supaya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat harus sejalan dengan standar nilai kehidupan bersama maupun selaras dengan visi ke depan yang didambakan masyarakat. Eugen Ehrlich mendasarkan pemikiran atas adanya perbedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup di masyarakat atau yang sering dikenal dengan “living law”. Ehrlich berpendapat bahwa keberlakuan hukum positif dapat berjalan secara efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup di masyarakat. Sejalan dengan pemikiran Ehrlich tokoh Sociological Jurisprudence lain yang bernama Cardozo menekankan pengaruh kekuatan sosial memiliki kontribusi yang besar bagi pembentukan hukum. Ahli hukum dituntut mempertajam kepekaan yudisial pada realitas sosial. Indikasi bahwa hukum selaras dengan kebutuhan sosial apabila terdapat kesesuaian antara standar yang diakui oleh masyarakat dengan nilai-nilai objektif dari hukum positif. Urgensi akan keserasian dengan kebutuhan masyarakat menyebabkan doktrin preseden tidak dapat dianggap memiliki kebenaran yang bersifat mutlak dan abadi. Oleh karena itu, Mazhab ini tetap mempertahankan perkembangan hukum yang bebas melalui pengadilan dan tetap menerima pengaruh hubungan sosial dan ekonomi dalam perkembangannya serta tetap mempertahankan aspek normatif kaidah hukum (Huijbers, 1986: 180). Roscoe Pound memperkenalkan konsep “law is a tool of social engineering” yang intinya menyatakan bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan yang berfungsi memenuhi kebutuhan sosial. Tugas hukum adalah mengembangkan kerangka penataan hidup bersama agar dapat memenuhi kebutuhan sosial secara maksimal (Azed, 1989: 91).