"Aku lahir dan menua di sini, Nak. Dan sudah menjadi pengawas Stave ini selama sepuluh tahun lebih, Hingga menjelang pensiun beberapa pekan lagi, belum pernah aku menjumpai nyonya tua dengan ciri-ciri yang kau sebutkan tadi, Anakku," papar Bapak tua itu dengan gamblang.
Mette tampak tergugu. Terdengar tak sopan bila ia bersikukuh tentang kisahnya bersama Dame. Namun Ia masih digerayangi rasa gamang dan merasa mustahil bila seseorang yang lahir dan menua di sini mengaku tak pernah sekalipun melihat sosok Dame.
"Ya, aku bahkan telah melihatmu beberapa kali. Awalnya terasa aneh melihatmu di Stave namun tak kunjung hadir dalam khutbah-khutbah yang diselenggarakan Stave. Jadi, kuanggap kau hanya gadis kota yang datang berwisata."
"Baiklah, Bapa, maafkan aku telah menunda perjalanmu, dan terima kasih telah menjagaku, "Mette tak menyembunyikan rasa malunya karena tersindir oleh perkataan si Bapak.
Bapak tua itu tersenyum bijak. Pelan-pelan menuntun sepedanya keluar dari teras dan taman, lalu menyusur setapak berlantai batu bercorak mozaik yang mengarah ke jalanan utama. Mette mengekorinya dalam diam.
"Ahh, tunggu, tunggu...," Bapak tua itu tergopoh menyetandar sepedanya. Kemudian merogoh sesuatu dari saku celananya.
Mette ikut berhenti. Lalu berjalan menghampiri mengikuti lambaian tangan si Bapak.
"Coba periksalah, Anakku," Bapak itu mengambil sehelai foto vintage dari dalam dompetnya. "Aku tak yakin kau bisa mengenalinya, karena ia masih sangat muda kala itu."
"Siapakah wanita cantik ini, Bapa?" tanya Mette, pandang matanya penuh selidik pada sehelai foto di tangannya.
"Ini kekasihku sejak muda. Dan apakah Dame-mu tampak seperti dia?" jelas Bapak itu.
Tampaknya tak ada yang istimewa selain kecantikan penuh pesona dari wanita dalam foto itu. Sampai pengamatan Mette jatuh pada serangkaian huruf latin miring yang bertuliskan... 'Min Prinsesse, Dame Sonja Haraldsen, Love: Harald'