Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saputangan Genta... [1/3]

20 Mei 2016   21:01 Diperbarui: 26 Mei 2016   20:02 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu sore telah menjadi harga mati bagi Genta menghabiskan waktunya di do-jang, tempatnya menempa keahlian seni bela diri ala Korea, Tae Kwon Do. Dan ia bersiteguh menampik bujukan Gina demi nongkrong di warung tenda yang berada tepat di depan gedung sasana olahraga itu. Karena anak itu ada di sana, membantu ibunya berjualan nasi dengan beragam hidangan pendamping yang sangat dinanti lidah Genta. Walaupun tak berkesempatan menjahili kepang rambutnya, Genta tetap senang. Entah mengapa, kepala dan dadanya selaksa terbang, seringan serpihan-serpihan kecil Dandelion yang tertiup angin, hanya dengan melihat anak itu mondar-mandir menjawab keinginan setiap pelanggan.

Bagaimana anak itu bisa mempertahankan lima besar di buku rapornya sedang malam hari telah merampok waktu belajarnya? Genta kerap bertanya-tanya dalam kekaguman yang kian hari mengakumulasi…

**

[G is for Gentong]

**

“Kau pasti suka juga padaku! Ngaku!” bunyi teror Genta pada suatu ketika. Anak itu sedang menyapu kebun di halaman belakang sekolah. Lahan kecil yang dimanfaatkan sebagai tempat praktek siswa menanam rerupa tanaman bermanfaat obat.

“Siapa? Aku? Yang benar saja, Gentong! Lagipula apa kau masih kekurangan penggemar sampai aku disuruh mengaku-aku!”

Genta mentautkan gerahamnya. Anak ini, satu-satunya yang tak pernah menyebut namanya dengan benar. Hari ini Gentong, esok Gentayangan, lusa Gentawilan yang sama makna dengan banyak tingkah.

“Sudahlah, kau mengaku saja!” desak Genta.

Tangan Genta sudah sangat gatal ingin menarik rambut anak itu. Kapan lagi kesempatan datang kalau bukan selama lonceng sekolah belum berdentang. Tak hanya kebiasaan uniknya yang gemar mengungsi ke kebun selama jam pelajaran kosong, anak inipun banyak berlaku aneh. Sejak masa awal penataran P4, mata Genta sudah tertancap padanya. Genta pun menjadi pengamat yang jeli. Datang ke sekolah paling pagi, pulang paling belakangan. Genta selalu mendapati anak itu sudah absen pada pukul 6.30 pagi lalu menyibukkan diri di kebun, ada saja yang dikerjakan tangannya. Dan saat penghuni sekolah mulai berdatangan, anak itu akan bergegas menukar baju panjangnya dengan seragam sekolah putih-biru, lalu membuka kerudungnya yang berhiaskan sulaman tertentu, hingga nampaklah jalinan kepang dari rambut hitam tebal yang sangat Genta suka. Masa itu memang belum banyak sekolah berbasis agama. Dan sekolah negeri yang ada pun tak ingin disamakan dengan Madrasah/Tsanawiyah/Aliyah yang mengikat siswi-siswinya untuk bertudung rapat.

“Kalau suka, ngaca dulu ya!” serang Genta sadis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun