“Jadi, mustahilkah mengajakmu clubbing, hm?”
Jannah tersenyum. “Dengan style begini?” Ia menunjuk dirinya dari atas ke bawah. “Orang akan berpikir Helloween terlalu cepat datang.”
“Pergi ke klab itu menyenangkan loh,” Josh berpromosi.
“Mengapa harus ke klab sekedar bergoyang pinggul. Dancing, ha?” lalu Jannah berdiri. Meregangkan kaki. Dan tanpa peduli menari asal jadi. “Popping?” Jannah ber-popping sambil tak lepas tertawa. Selepas itu ia memamerkan gaya moon walking-nya si Raja Pop, Michael Jackson. Masih dengan gaya kocak, gadis itu lalu memeragakan Black Swan, berdiri satu kaki, bertumpu pada ujung kaki, lalu berputar sebentar kemudian sempoyongan. “Di klab, kau takkan menemukan tarian mistis para sufi, Josh, see, like this,” Jannah pun ber-whirling dance, walau berulang kali nyaris terjerembab dengan gaya lucu. “Ah, you’ve been in South Korea, right? Pasti kau tak asing lagi dengan, look, this is Salpuri, tarian para shaman, and this, look, look,” Jannah lalu menggerak-gerakkan tangannya seolah memegang kipas, berlaku laiknya para penari kipas rakyat negeri Ginseng.
Josh tertawa-tawa. Dengan binar mata yang sulit dimetaforakan. Tangannya tak henti bertepuk. “Bravo! Bravo!” serunya riang gembira. Tepukan itu tak ayal mendapat simpatisan. Beberapa orang yang lalu lalang dan melihat kekonyolan Jannah serempak memberikan applause-nya.
“Jadi kurasa, aku tak butuh pergi ke klab, sensasi klab seperti yang pernah kau ceritakan dapat kuperoleh dimanapun, tak harus di klab, benar bukan?” suara Jannah terdengar ngos-ngosan.
“Ok, ok, tapi kuyakin kau pasti belum pernah menonton blue film?” Josh masih menyisakan tawa.
“Josh! Idiiih, amit-amit deh, kau boleh katakan aku munafik, tapi sungguh, bahkan ketika negeriku heboh dengan video porno artis penyanyi terkenal, aku tidak tertarik, sama sekali tak terhasut ikut-ikutan menontonnya. Itu kan dosa besar, Josh, aku tidak mau menambah dosaku yang sudah banyak menjadi lebih tak terampuni…” kalimat Jannah meluncur menukik tinggi.
“Oh my Josh! Bagaimana dengan making love? Apakah nanti aku harus mengajarimu step by step? Yang benar saja, dear Jannah!”
“Oh my Josh! Siapa bilang aku mau bercinta denganmu, hm? Trust me, Josh, aku punya insting, naluri alami yang dapat melampaui batas fantasi liarmu! Hahaha!” Jannah melebarkan sisa kerudungnya, lalu menutupi wajahnya yang memanas bahkan di cuaca sedingin ini. Oh, ayahku tercinta, tidak, semoga kau takkan pernah mendengar canda tak senonohku ini, ayah.
“OK, I trust you,” Josh akhirnya tak dapat menahan tawa. “Uhm, what about kissing? Tidak bolehkah sekedar mencium pipimu?” mendadak Josh bernada penuh pengharapan.