Aku menangis. Tidak menyangka hari itu akan menjadi saat terakhir aku bersama bapak. Sepulangnya kami dari pelabuhan, Tuhan merindukan bapak untuk berada di sampingnya. Penyakit bapak yang telah tinggal di dalamnya sejak aku masih kecil kembali menyerangnya.Â
Baru beberapa tahun setelah itu aku tahu bahwa perengut nyawa bapak adalah kanker. Tak ada yang dapat kami lakukan lagi. Bahkan tenaga medis di kampung. Maka dengan berat hati aku serta keluarga merelakan bapak.
Tak aku sangka bapak menitipku pada Koh Han untuk disekolahkan. Dengan seluruh tabungan yang dia simpan selama hidupnya untuk membantu sekolahku.
Sejak senja itu, aku bertekad akan banyak hal. Bahwa Sagara yang kurus dan kecil tak hanya akan menjadi warga kampung biasa. Dia berjanji kelak akan menjadi orang hebat dengan hati yang besar, dan mengarungi samudera mengelilingi dunia dengan ilmunya.
Magelang,
Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H